Provinsi Jawa Tengah dinilai berpotensi menjadi daerah yang memiliki ketahanan energi baru dan terbarukan. Daerah itu memiliki sumber tenaga surya, air, panas bumi, dan biofuel yang melimpah.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Provinsi Jawa Tengah dinilai berpotensi menjadi daerah yang memiliki ketahanan energi baru dan terbarukan. Daerah itu memiliki sumber tenaga surya, air, panas bumi, dan biofuel yang melimpah. Dalam kurun waktu enam tahun ke depan, Jateng menargetkan sebanyak 21,32 persen sumber energinya berasal dari energi baru dan terbarukan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan, hampir seluruh wilayah di Jateng bisa digunakan untuk memproduksi energi baru dan terbarukan (EBT) tenaga surya. Hal itu didukung posisi geografis Jateng yang berada pada 10 derajat Lintang Selatan dengan intensitas penyinaran matahari sebesar 3,5-4,67 kilowatt jam per meter persegi per hari.
”Posisi tersebut memungkinkan seluruh wilayah di Jawa Tengah bisa difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Jika setiap bangunan dipasangi panel surya, ketergantungan kelistrikan rumah tangga terhadap listrik Perusahaan Listrik Negara bisa dikurangi,” kata Sujarwanto di Kota Semarang, Jateng, Selasa (9/7/2019).
Sujarwanto mencontohkan, penggunaan panel surya sudah diterapkan sejak 2017 di beberapa instansi, seperti di Kantor Dinas ESDM Provinsi Jateng dan Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Provinsi Jateng.
Di Dinas ESDM, panel surya dapat menghasilkan energi listrik sebesar 35 kilowatt peak (kWp). Sementara di Kantor Bappeda energi yang dihasilkan sebesar 30 kWp. Energi yang dihasilkan dari panel surya itu bisa menghemat biaya tagihan listrik hingga 30 persen.
Adapun untuk potensi energi air, Jateng mampu menghasilkan sebesar lebih kurang 386,32 megawatt (MW) energi listrik. Pembangkit listrik tenaga air tersebut tersebar di 18 kabupaten/kota. Sementara itu, total beban puncak listrik Jateng pada 2018 mencapai 4.335 MW.
Menurut Sujarwanto, Jateng juga memiliki potensi untuk menghasilkan biofuel yang hasilnya bisa dikembangkan untuk menjadi bio-etanol dan bio-diesel. Biofuel tersebut berasal dari tanaman penghasil energi hijau, seperti jarak, tebu, kapas, ubi kayu, ubi jalar, dan jagung.
”Selain itu, Jateng juga memiliki potensi panas bumi. Secara hipotetik, panas bumi yang mampu dihasilkan di Jawa Tengah diperkirakan sebesar 2.500 megawatt atau 5,7 persen dari seluruh cadangan nasional sebesar 29.000 megawatt. Sumber energi panas bumi yang sudah dioperasikan yaitu di Dieng dengan total kapasitas 1 x 60 megawatt atau 5,1 persen dari kapasitas total nasional sebesar 1.189 megawatt,” tutur Sujarwanto.
Sujarwanto menambahkan, pencapaian target bauran energi perlu dimulai dari pemanfaatan potensi EBT setempat. Hal itu sebagai salah satu bentuk upaya kemandirian energi mulai dari tingkat desa. Dengan begitu, kebutuhan akan energi untuk perencanaan pembangunan daerah bisa terakomodasi dan ketahanan energi daerah bisa diwujudkan.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Saleh Abdurrahman mengatakan, potensi energi Jateng sangat prospektif untuk dikembangkan. Untuk itu, Saleh menyarankan daya tarik investasi energi dan industri di Jateng harus terus ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif, dan penyediaan lahan.
Sementara itu, anggota Dewan Riset Nasional Komisi Teknis Lingkungan dan Kebencanaan Surono mengatakan, pembangunan infrastruktur EBT harus memperhatikan kawasan rawan bencana atau penataan ruang berbasis risiko bencana. Sebab, Jateng termasuk wilayah yang rawan bencana erupsi gunung api, bencana gerakan tanah, serta rawan gempa bumi dan tsunami.