"Slamet Ramadhan" Dilepasliarkan di Gunung Ciremai
›
"Slamet Ramadhan"...
Iklan
"Slamet Ramadhan" Dilepasliarkan di Gunung Ciremai
Untuk pertama kalinya, macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) dilepasliarkan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Gunung tertinggi di Jabar itu dinilai menjadi habitat paling ideal bagi macan tutul secara ekologi maupun sosial budaya.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS – Untuk pertama kalinya, macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) dilepasliarkan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Gunung tertinggi di Jabar itu dinilai menjadi habitat paling ideal bagi macan tutul secara ekologi maupun sosial budaya.
Pelepasliaran macan tutul bernama “Slamet Ramadhan” itu dilakukan di kawasan Bukit Seribu Bintang, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Selasa (9/7/2019) siang. Untuk menuju lokasi pelepasliaran, delapan orang secara bergantian memikul macan seberat 35 kilogram yang terkurung dalam kandang tertutup itu.
Mereka berjalan kaki sekitar 1,3 kilometer. Lokasi pelepasliaran berjarak sekitar 7 kilometer dari permukiman terakhir dengan ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Petugas membuat jalur khusus untuk macan jantan berumur 6 tahun tersebut.
“Kondisi fisik dan laboratorium macan tutul ini bagus, sehat. Taringnya yang patah bisa tumbuh lagi nanti,” ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (DKKH) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia seusai meninjau pelepasliaran “Slamet Ramadhan”.
Menurut Indra, Gunung Ciremai merupakan salah satu wilayah penyebaran macan tutul Jawa. “Dari sisi ekologi, pakan tersedia di sini. Aspek sosial budaya juga mendukung di sini. Kami sudah sosialisasi dan masyarakat bisa hidup berdampingan dengan satwa tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan data Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, diperkirakan masih ada empat ekor macan tutul Jawa. Salah satunya sempat tertangkap kamera pada 2013. Adapun mamalia, potensi mangsa macan, tercatat sekitar 45 jenis, seperti kijang, babi hutan, dan surili.
Sebelumnya, “Slamet Ramadhan” dilaporkan masuk ke perkampungan warga di Desa Sindangari, Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, pada 1 Juni pukul 08.00. “Dia masuk ke rumah dan sempat mencakar Bu Juju, pemilik rumah. Posisi satwa itu berada di kamar. Kami instruksikan agar tidak melukai satwa, hanya membiusnya,” ujar Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jabar Ammy Nurwati.
Macan tutul itu baru dapat dievakuasi pukul 17.00 atau sekitar 9 jam kemudian. Menurut Ammy, pihaknya masih mengkaji dari mana asal macan tutul itu dan faktor yang membuatnya turun ke perkampungan.
“Macan itu bisa ke perkampungan karena merasa habitatnya terancam atau kekurangan pakan. Kalau dilepaskan di sekitar tempat penemuannya nanti macannya turun lagi ke perkampungan. Makanya, harus dilepasliarkan ke tempat baru,” lanjutnya.
Setelah dievakuasi, macan tersebut sempat dititip rawat di Kebun Binatang Bandung lalu dipindahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga untuk dirawat intensif sekitar satu bulan. DKKH juga telah berkoordinasi dengan Forum Macan Tutul Jawa (Formata), Peduli Karnivor Jawa, Pro Fauna Indonesia, Sintas Indonesia, dan Fakultan Kehutanan Universitas Kuningan.
Saat ini, menurut Ammy, habitat macan tutul Jawa juga tersebar di Gunung Sawal, Ciamis (9 ekor), Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi (5 ekor), dan Gunung Papandayan, Garut (6 ekor). Kehadiran “Slamet” di Ciremai diharapkan menambah populasi macan tutul Jawa di Jabar.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Kuswandono memastikan, tempat pelepasliaran macan tutul itu tidak akan bersinggungan dengan jalur pendakian gunung. Alasannya, pelepasliaran berada di utara Ciremai sedangkan lokasi pendakian ada di selatan dan bagian tengah. Saat kondisi ramai, sebanyak 2.000 pengunjung mendaki gunung setinggi 3.078 mdpl itu.
“Setelah pelepasliaran, kami akan memantau macan tutul ini selama tiga bulan,” ucapnya. Pemantauan dilakukan dengan memasang GPS (global positioning system) di tubuh macan.