Sumber Ekonomi Baru di Kalteng Belum Digarap Optimal
›
Sumber Ekonomi Baru di Kalteng...
Iklan
Sumber Ekonomi Baru di Kalteng Belum Digarap Optimal
Perekonomian Kalimantan Tengah masih bertumpu pada industri ekstraktif yang dikontrol perekonomian global. Sementara sektor lain seperti pariwisata, UMKM, dan industrialisasi belum digarap serius sehingga kurang berdampak secara ekonomi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Perekonomian Kalimantan Tengah masih bertumpu pada industri ekstraktif yang dikontrol perekonomian global. Sementara sektor lain seperti pariwisata, UMKM, dan industrialisasi belum digarap serius sehingga kurang berdampak secara ekonomi.
Hal itu menjadi benang merah Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah yang diselenggarakan Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kalteng di Palangkaraya, Selasa (9/7/2019). Hadir dalam kegiatan itu berbaagai pelaku usaha mulai dari perhotelan, UMKM hingga pemerintah daerah.
Kepala Perwakilan BI di Kalteng Wuryanto mengungkapkan, selama masih bertumpu pada sumber daya alam seperti pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak akan stabil. Dampaknya pun belum dirasakan optimal di masyarakat.
“Pantauan kami pertumbuhan di Kalteng seperti roller coaster atau tidak stabil, kondisinya naik turun karena dipengaruhi dengan kondisi perekonomian dunia,” kata Wuryanto dalam pemaparannya.
“Pantauan kami pertumbuhan di Kalteng seperti roller coaster atau tidak stabil, kondisinya naik turun karena dipengaruhi kondisi perekonomian dunia,” kata Wuryanto.
Dari data BI Kalteng, pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut melambat dari 6,12 persen pada triwulan IV-2018 menjadi 6,03 persen pada triwulan I-2019. BI juga menambahkan catatan bahwa saat ini ekonomi Kalteng tumbuh di bawah rata-rata sebelumnya.
“Untuk itu butuh sumber ekonomi baru, rekomendasi kami peningkatan sektor pariwisata, UMKM, dan industrialisasi. Itu sudah berjalan tetap belum berdampak optimal karena pengerjaannya masih parsial,” ungkap Wuryanto.
Dia mengambil contoh perhelatan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2019 yang dinilai gagal membawa dampak ekonomi yang optimal untuk masyarakat. Salah satu faktornya adalah perubahan jadwal dari bulan Juni ke bulan Juli 2019.
Hal itu dipertegas oleh pihak perhotelan. Menurut Stevanus, perwakilan manajer Swisbell Hotel, banyak tamu yang sudah memesan kamar urung datang karena jadwal festival yang tidak konsisten dengan yang dipromosikan di berbagai situs. Selain itu tingkat hunian di hotel tidak lebih baik dari tahun sebelumnya.
“Kalau tamu mancanegara itu mengeluh karena jadwal tidak konsisten, padahal mereka sudah pesan dari jauh-jauh hari,” kata Stevanus dalam sesi diskusi kegiatan tersebut.
Rotan menjadi komoditas yang pernah perkasa di Kalteng dengan nilai ekspor hampir menyamai komoditas kelapa sawit di tahun 1990-an. Namun, saat ini kondisi rotan Kalteng kian terpuruk.
Selain sektor pariwisata, UMKM merupakan sumber ekonomi baru yang masih diperjuangkan pemerintah. Di Kalteng, terdapat 34.906 unit UMKM yang didominasi oleh kriya rotan.
Rotan menjadi komoditas yang pernah perkasa di Kalteng dengan nilai ekspor hampir menyamai komoditas kelapa sawit di tahun 1990-an. Namun, saat ini kondisi rotan Kalteng kian terpuruk.
Asisten II Bidang Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng Nurul Edy mengakui, saat ini rotan memang belum menjadi fokus pemerintah. Bahkan, pihak pemerintah juga tidak memiliki peta sebaran atau produktivitas rotan termutakhir. “Ke depan semua sumber ekonomi baru ini pelan-pelan dibenahi dan kami dorong terus,” ungkap dia.
Menurut Edy, saat ini pemerintah sudah berhasil meningkatkan APBD dengan optimalisasi pendapatan daerah dari sektor tambang dan kelapa sawit. Bahkan, beberapa pengusaha juga sudah membuat pabrik untuk membuat produk turunan dari kelapa sawit menjadi bahan kosmetik dan yang lain.
“Ada 80 jenis turunan CPO kelapa sawit, salah satunya sudah ada di Kalteng. Kebetulan kerabat gubernur, sudah ada satu pabrik yang mereka bangun dan sudah ekspor ke China. Nah, kami dorong pengusaha yang lain,” kata Edy.
Menurut Edy, lahirnya industri di Kalteng juga membuka kesempatan kerja yang luas bagi warga. Dengan demikian, dampak pembangunan industri hilir bisa dirasakan banyak orang.