Ponsel Kian Vital di Era Digital
Ada satire yang mengatakan, manusia lebih merasa cemas berjauhan dengan telepon genggamnya, dibandingkan dengan manusia lainnya. Meski tidak semua, tapi sebagian besar pengguna ponsel mengalami ‘nomophobia’, alias ketakutan berpisah dengan telepon seluler yang dimilikinya.
Telepon era sekarang ini memang bukan lagi sekadar alat komunikasi antar dua orang yang berbeda lokasi. Namun lebih jauh, telepon seluler telah berubah menjadi alat multifungsi. Telepon genggam bisa menjadi sarana untuk komunikasi melalui surel dan sosial media, hiburan, mencari informasi dan pengetahuan, sampai menjadi alat transaksi jual beli dan keuangan.
Telepon seluler juga telah menjelma menjadi sahabat bagi semua orang dan selalu setia menyertai kemanapun orang pergi. Dari bangun tidur, telepon seluler telah siap sedia di samping kita. Kadang, telepon seluler juga dibawa sampai ke kamar mandi, menemani aktifitas buang hajat dan bersih diri sang empunya telepon.
Berangkat menuju tempat aktifitas pun sudah barang tentu telepon seluler harus dibawa. Aktifitas menggunakan telepon tetap bisa dilanjutkan saat di moda transportasi. Bagi yang menumpang moda angkutan umum, penggunaan telepon seluler seperti untuk mendengarkan musik, melihat video streaming dan sosial media, serta browsing, bisa menjadi ‘teman’ perjalanan. Namun bagi mereka yang mengendarai moda pribadi, hal tersebut cukup berbahaya.
Saat di tempat aktifitas pun, telepon seluler masih bisa menemani keseharian di tengah kesibukan pekerjaan. Sampai kembali dari tempat aktifitas pun, telepon seluler masih akan ‘on’ dan ‘stand by’ mendampingi kita.
Sekarang sudah jarang terlihat lagi saat dua orang atau lebih berkumpul akan ada komunikasi tatap muka diantara mereka. Justru yang terjadi adalah masing-masing dari mereka akan sibuk menatap layar ponsel, disertai dengan berbagai mimik muka, terkejut, tertawa, sedih, dan kesal.
Itulah konsekuensi yang terjadi dari sebuah perkembangan teknologi komunikasi. Potret pengguna salah satu alat telekomunikasi tersebut menunjukkan perkembangan positif seiring dengan perkembangan teknologi internet.
Penggunaan telepon seluler menunjukkan perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Saat telepon genggam mulai masuk ke pasaran Indonesia sekitar tahun 1990-an, pemilik telepon seluler bisa dihitung dengan jari. Pasalnya harganya cukup mahal sekitar Rp 10 juta per unit dan ukurannya cukup besar dengan berat sekitar setengah kilogram.
Pengguna Meningkat
Setelah muncul operator GSM Satelindo yang meluncurkan kartu telepon dan ukuran ponsel sudah mudah digenggam, mulai terjadi lonjakan pengguna ponsel. Tercatat dalam pemberitaan Kompas.com, ada sekitar 100.000 pelanggan kartu GSM.
Teknologi ponsel terus berkembang. Tak sekadar urusan ukurannya yang semakin mengecil dan beratnya yang makin ringan, tapi juga teknologi jaringannya, dari jaringan 2G hingga kini 5G. Perkembangan tersebut juga diikuti dengan makin maraknya penggunaan ponsel di masyarakat.
Catatan BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 menunjukkan, saat itu ada 37, 6 persen rumah tangga yang memiliki telepon seluler. Kemudian tahun 2010, naik drastis menjadi 72 persen.
Selanjutnya, dalam survei yang sama pada 2013, pengguna telepon seluler individu tercatat 50,5 persen. Tahun 2017 melonjak hampir menyentuh angka 60 persen. Kepemilikan ponsel, lebih didominasi oleh warga perkotaan (67,7 persen) dibandingkan warga desa (50,3 persen).
Ada 16 provinsi yang angka rata-rata kepemilikan ponselnya melebihi Indonesia. Diantaranya DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jawa Barat, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Catatan survei “We Are Social” juga menunjukkan peningkatan pengguna. Sebagai gambaran, tahun 2014 tercatat ada 281 juta atau 111,9 persen pengguna ponsel. Lima tahun berikutnya, ponsel telah dipakai oleh lebih banyak orang : 355,5 juta atau 132 persen.
Jika dulu, saat telepon kabel masih massif digunakan, satu pesawat telepon bisa digunakan oleh satu keluarga secara bergantian. Era ponsel ini, sifatnya berbeda. Ponsel menjadi barang privat yang dimiliki oleh perseorangan. Susenas 2017 mencatat, dalam satu keluarga, rata-rata ponsel dimiliki oleh 2,32. Hal tersebut berarti dalam satu keluarga yang terdiri atas bapak, ibu dan dua anak, dua ponsel dimiliki oleh orang tuanya.
Data yang mirip juga tersebut dalam survei ‘We are Social’ yang dipublikasikan awal 2019. Pengguna ponsel di Indonesia sekitar 355,5 juta atau 132 persen dari total penduduk Indonesia 268,2 juta. Hal tersebut berarti tiap orang bisa memiliki telepon genggam lebih dari satu. Data tersebut berkorelasi dengan kepemilikan nomer telepon aktif per individu. Secara nasional, 89 persen penduduk responden Susenas memiliki satu nomer. Namun ada juga 11 persen yang memiliki dua nomer.
Angka pengguna ponsel yang terus meningkat tersebut, membuat Indonesia masuk dalam sepuluh besar pengguna ponsel tertinggi di dunia. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan Indonesia menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika. Diprediksi peningkatan itu akan terus terjadi seiring dengan peningkatan daya beli, perubahan gaya hidup dan konsumsi.
Harga Murah
Mengapa pengguna ponsel kian meningkat? Salah satu jawabannya adalah harga ponsel yang makin murah. Sebagai contoh ponsel Android salah satu merk lokal mengeluarkan ponsel layar sentuh seharga Rp 888.000. Meski berharga di bawah Rp 1 juta, tapi ponsel tersebut bisa memenuhi kebutuhan penggunanya untuk berkomunikasi, menggunakan sosial media, hingga menjelajah menggunakan mesin google.
Tercermin dari jajak pendapat Kompas 2015 lalu, masyarakat akan menyediakan anggaran lebih sekitar Rp 1 hingga 3 juta untuk mendapatkan ponsel layar tersentuh dengan yang lebih ringan dan lebih kecil dan tentu saja lebih banyak fitur canggih yang bisa didapat. Meski ada juga 18 persen yang rela merogoh kocek lebih dari Rp 5 juta untuk mendapatkan ponsel pintar yang lebih canggih.
Harga ponsel yang makin terjangkau tersebut juga tercermin dari makin meningkatnya penjualan ponsel pintar di Indonesia. Tahun 2011, baru 9,5 juta unit. Tahun 2015 telah meningkat menjadi 29,8 juta.
Internet di Ponsel
Sejak teknologi internet bisa dinikmati pada alat komunikasi dalam genggaman tersebut fungsi ponsel langsung berubah. Tak hanya sebagai alat komunikasi dua arah tapi juga sebagai sarana hiburan, pencarian informasi, bahkan jual beli. Hal itulah yang membuat ponsel semakin digemari oleh masyarakat.
Kemudahan dan kepraktisan itulah yang membuat 91,5 persen responden Susenas 2017 lebih banyak mengakses internet melalui ponsel, ketimbang laptop ataupun komputer.
Tahun 2014 lalu, dari jajak pendapat Kompas diketahui, dalam sehari, fungsi telepon masih cukup dinikmati oleh mayoritas responden hampir 80 persen responden. Setelah itu disusul oleh fitur SMS oleh 73,8 persen responden. Fitur sosial media seperti BBM, Whatsapp, dan line, dalam sehari dinikmati oleh lebih sedikit responden (45 persen). Sosial media lainnya seperti Facebook, twitter, dan Instagram mendapat lebih sedikit peminat (27 persen). Adapun fungsi penjelajahan informasi dinikmati oleh separuh sepertiga responden.
Namun, sekarang hal tersebut agaknya berubah. Fungsi telepon akan jarang digunakan. Masyarakat lebih senang menggunakan fungsi mobile messenger seperti whatsapp, line ataupun telegram. Aplikasi tersebut tidak hanya menyediakan fungsi pesan melalui tulisan, tetapi juga telepon dan video. Bahkan melalui fitur pesan juga bisa berkirim gambar dan file.
Data We are Social (2019) menyebutkan 96 persen lebih banyak menggunakan fitur pesan ini. Adapun fitur video digunakan oleh 95 persen, game mobile oleh 83 persen, fitur peta untuk mempermudah pencarian lokasi juga mulai digemari oleh 89 persen responden. Adapun mobile banking mulai digunakan oleh 61 persen responden.
Pengguna Internet
Kenaikan jumlah pengguna internet berbanding lurus dengan pengguna ponsel, meski jumlahnya lebih kecil dibandingkan pengguna telepon genggam. Tahun 2013 baru ada sekitar 14 persen pengguna. Tahun 2017 meningkat dua kali lipat lebih sampai menyentuh angka 32,34 persen.
Namun, akses internet belum tersebar merata. Internet lebih banyak dijangkau oleh 43,4 persen responden Susenas di perkotaan. Adapun di pedesaan hanya 19,9 persen saja.
Catatan Susenas 2017, internet lebih banyak digunakan oleh laki-laki (53,5 persen) dibandingkan perempuan (46,5 persen). Meski laki-laki lebih banyak menggunakan internet, tapi kecenderungan pengguna laki-laki menurun selama empat tahun terakhir. Dari 55,67 persen pada 2013, turun menjadi 53,52 persen. Sebaliknya, pengguna internet perempuan kian meningkat, dari 44,33 persen di 2013, kemudian meningkat menjadi 46,48 persen di 2017.
Dari sisi umur, tercatat internet bisa dinikmati semua umur, dari anak-anak, remaja, hingga tua. Separuh lebih responden pengguna internet berusia lebih dari 25 tahun ke atas. Selain itu, 49,85 persen pengguna internet berusia 5 hingga 24 tahun. Akses internet yang makin mudah semakin mempermudah orang untuk mengakses internet dari segala usia.
Akses Internet
Internet yang bisa dinikmati melalui ponsel tersebut tak sekadar untuk berselancar mencari informasi ataupun mengirim surel. Sebanyak tiga perempat lebih responden Susenas 2017, menggunakan internet untuk menikmati sosial media.
Perkembangan sekarang, sosial media tak sekadar whatsapp ataupun line, tapi telah berkembang seperti jaringan pertemanan seperti Facebook, twitter, dan instagram. Melalui aplikasi-aplikasi tersebut, orang bisa berbagi gambar, video ataupun tulisan yang lebih dikenal sebagai ‘status’. Menurut survei APJII (2017), dari 516 menit waktu yang digunakan untuk internet, sebanyak 40 persennya (206 menit) untuk membuka sosial media. Dibandingkan dengan waktu untuk konten internet lainnya.
Selain itu sekitar 66 persen menggunakan internet untuk mendapatkan informasi seperti yang sebelumnya umum dilakukan. Sebanyak 45 persen memanfaatkan internet sebagai sarana hiburan seperti mendengarkan musik, menonton film dan bermain gim online.
Sarana hiburan ini seringkali yang dimanfaatkan sebagai pengisi waktu luang saat tidak melakukan aktifitas sehari-hari ataupun sambil mengerjakan aktivitas rutin. Bahkan selama bulan puasa lalu, sebanyak 7 persen responden jajak pendapat Kompas Mei lalu, lebih memilih untuk bermain HP, mengisi waktu luang di siang hari.
Mengutip rilis Telkomsel pada Kompas.com (10/06/2018) lalu, diketahui bahwa dalam 20 hari pertama (puasa) pengguna internet banyak menggunakan layanan data. Rata-rata pelanggan mengonsumsi 134 MB untuk layanan data setiap hari, dan ini berarti 23 persen lebih tinggi dari hari-hari biasa.
Internet sebagai salah satu sarana hiburan inilah yang membuat mayoritas responden (91,02 persen) lebih banyak mengakses internet dari rumah. Lokasi lain untuk mengakses internet 34,3 persen dari fasilitas umum, 29,4 persen dari kantor, 18,3 persen dari sekolah dan 17,4 persen dalam kendaraan yang bergerak.
Setelah urusan media sosial dan hiburan, seperempat responden menggunakan internet untuk mengerjakan tugas sekolah/kuliah. Tak dipungkiri, keberadaan mesin pencari Google cukup membantu para pelajar dan mahasiswa untuk proses belajar, mencari informasi dan pengetahuan.
Baru sekitar 21 persen memanfaatkan internet untuk berkirim email. Padahal jika melihat ke belakang, internet awal diperkenalkan melalui email yang mempermudah mengirimkan pesan panjang dalam waktu singkat. Kecenderungan sekarang, orang lebih suka berkomunikasi langsung melalui mobile messenger seperti WA/Line dibandingkan melalui email.
Penggunaan internet yang lain 10,8 persen untuk jual beli barang melalui transaksi online . Baru sekitar 5,08 persen sebagai salah satu fasilitas finansial. Seperti untuk tranfer uang, transaksi saham hingga memantau rekening.
Evolusi ponsel akan terus bergulir dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Perkembangan tersebut juga berdampak pada peningkatan penggunaan fungsi ponsel. Di satu sisi hal tersebut cukup positif karena akan semakin memperluas wawasan informasi dan pengetahuan masyarakat Indonesia. Namun dampak buruknya, kualitas kehidupan sosial cenderung menurun karena berkurangnya intensitas komunikasi tatap muka. (M.Puteri Rosalina dan Krishna Panolih/Litbang Kompas).