Pemerintah Kaji Nilai Ekonomi Industri Perfilman Digital
›
Pemerintah Kaji Nilai Ekonomi ...
Iklan
Pemerintah Kaji Nilai Ekonomi Industri Perfilman Digital
Pemerintah tengah mengkaji nilai ekonomi industri perfilman berbasis digital di Indonesia. Sektor tersebut dinilai punya andil yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kreatif.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah mengkaji nilai ekonomi industri perfilman berbasis digital di Indonesia. Sektor tersebut dinilai punya andil yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kreatif.
Wakil Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik mengatakan, pihaknya tengah mendorong Badan Pusat Statistik untuk menghitung nilai ekonomi digital di sektor perfilman. Hal itu karena industri perfilman di luar media bioskop saat ini telah berkembang pesat.
”Itu akan dihitung dari bermacam platform digital. Begitu perhitungannya keluar, saya yakin nilai kontribusi perfilman nasional akan naik signifikan,” ujarnya saat ditemui dalam konferensi pers forum pembiayaan film Indonesia, Akatara 2019, di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Perfilman nasional tercatat hanya berkontribusi 0,17 persen terhadap Rp 852,24 triliun yang disumbang 16 sektor ekonomi kreatif pada pendapatan domestik bruto (PDB). Ricky mengatakan, angka itu baru dihitung dari konsumsi film di bioskop.
Ketua Fasilitasi Pembiayaan Film Badan Perfilman Indonesia (BPI) Agung Sentausa mengatakan, era digital telah melahirkan banyak bisnis baru yang lebih inklusif. Sayangnya, potensi itu belum didukung data statistik dan riset yang kuat.
”Kita mungkin sudah familiar dengan web series di media sosial atau film di aplikasi menonton film. Jadi, nilai ekonomi kreatif perfilman saat ini bukan cuma dari penjualan tiket di bioskop,” ujarnya.
Berdasarkan data Bekraf, pada 2016, industri perfilman nasional belum masuk lima besar sektor ekonomi kreatif yang memberi sumbangan terbesar pada PDB.
Lima sektor terbesar itu adalah kuliner (41,4 persen), mode (18,01 persen), kriya (15,4 persen), TV dan radio (8,27 persen), dan penerbitan (6,32 persen).
Bangun ekosistem
Untuk meningkatkan kontribusi industri perfilman dalam negeri terhadap perekonomian nasional, ekosistem industri yang berkelanjutan perlu dibangun.
Upaya tersebut pun menjadi tujuan dari kembali diadakannya forum Aktara oleh Bekraf dan BPI. Kegiatan yang akan digelar pada 19-22 September 2019 di The Sultan Hotel, Jakarta, itu akan kembali mempertemukan pembuat film dan calon investor.
Namun, bukan hanya sekedar itu, Deputi Akses Permodalan Bekraf Fajar Hutomo mengatakan, pada tahun ini, Akatara akan mempertemukan pembuat film dan investor dengan pebisnis dan pelaku pasar yang lebih luas.
”Tahun ini, kami tidak hanya memfasilitasi akses permodalan, tetapi juga ide cerita hingga peluang bisnis lain, mungkin perbukuan, kuliner, atau animasi. Dengan demikian, ekosistem perfilman yang lebih baik akan tercipta,” katanya.
Dalam penyelenggaraan tahun ini, Akatara akan memfasilitasi 61 proyek film untuk dipertemukan dengan calon investor. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan tahun lalu yang hanya 55 proyek film. Akatara akan lebih memberi perhatian besar pada penguatan badan usaha rintisan (start up).
Akatara juga akan bekerja sama dengan banyak pihak dari dalam dan luar negeri, antara lain dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Koperasi dan UKM, pusat kebudayaan asing, asosiasi-asosiasi profesi perfilman, Komisi Film Daerah, Komite Buku Nasional, penyelenggara film festival, serta badan swasta lokal dan asing lainnya.