Implementasi aturan yang mengakomodasi pertahanan dalam tata ruang butuh kesiapan dari Kementerian Pertahanan dan TNI. Pembangunan tanpa mengindahkan faktor pertahanan kerap terjadi, terutama karena tanpa perencanaan yang komprehensif.
Oleh
Edna C Pattisina
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi aturan yang mengakomodasi pertahanan dalam tata ruang butuh kesiapan dari Kementerian Pertahanan dan TNI. Pembangunan tanpa mengindahkan faktor pertahanan kerap terjadi, terutama karena tanpa perencanaan yang komprehensif.
”Seperti pengembangan kawasan bisnis di bekas Pangkalan Udara Polonia, Medan, sudah disahkan oleh perda, bagaimana dengan fungsi pertahanannya,” kata Yayat Supriatna, dosen Planologi Universitas Trisakti, dalam Simposium Wilayah Pertahanan RI dalam Rangka Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh, Selasa (9/7/2019).
Acara dibuka oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, mantan Direktur Wilayah Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan Mayjen (Purn) Subagio, Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki, dan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Hudori.
Ryamizard mengatakan, penataan wilayah pertahanan tidak boleh terlepas dari konsep penataan ruang wilayah nasional. Wilayah pertahanan, baik statis maupun dinamis, terkait dengan pertempuran, merupakan kawasan strategis nasional yang harus diprioritaskan. Hal ini terkait langsung dengan kedaulatan serta pertahanan dan keamanan negara.
Abdul Kamarzuki mengatakan, saat ini sudah ada beberapa regulasi yang mengatur tentang penataan ruang dan penataan wilayah pertahanan, di antaranya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara, dan PP No 13/2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Ia mengatakan, dalam prosedur penataan tata ruang perlu ada peran TNI dalam penyusunan aturan.
Namun, Subagio mengatakan, realitasnya, aturan tersebut tidak diimplementasikan. Dalam praktik di lapangan, kebutuhan pertahanan tidak dimasukkan. Oleh karena itu, ia menyatakan, PP No 68/2014 perlu direvisi dengan memasukkan pemanfaatan ruang untuk pertahanan dalam penyusunan Kawasan Strategis Nasional dan mewadahi perwakilan Kemhan/TNI di daerah dalam penyusunan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Dalam praktik di lapangan, kebutuhan pertahanan tidak dimasukkan. Oleh karena itu, ia menyatakan, PP No 68/2014 perlu direvisi dengan memasukkan pemanfaatan ruang untuk pertahanan dalam penyusunan Kawasan Strategis Nasional dan mewadahi perwakilan Kemhan/TNI di daerah dalam penyusunan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Hal senada juga disampaikan Hudori yang mengatakan, perlu ada langkah-langkah sistematis dan terencana. Selain itu, juga perlu ada integrasi antara Rencana Tata Ruang Matra Laut dan Matra Udara dari sudut kepentingan pertahanan. Akan tetapi, Yayat mengingatkan, Kementerian Pertahanan sebelumnya perlu membuat panduan penyusunan rencana wilayah pertahanan darat, laut, udara serta perangkat norma, standar, pedoman, dan kriteria untuk menjadi bahan yang bisa diajukan sebagai panduan pada kementerian teknis.