JAKARTA, KOMPAS— Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (10/7/2019), karena diduga menerima suap terkait perizinan lokasi rencana reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau. Penangkapan ini menambah daftar panjang kepala daerah yang ditangkap KPK terkait dugaan suap perizinan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu malam, di Gedung KPK, Jakarta, mengonfirmasi kegiatan penindakan yang dilakukan tim KPK sejak siang di Kepulauan Riau (Kepri). Dari operasi tangkap tangan yang dilakukan ini, KPK membawa enam orang ke Markas Polres Tanjung Pinang untuk pemeriksaan awal.
”Benar. KPK melakukan kegiatan penindakan di wilayah Kepulauan Riau. Sebelumnya kami mendapat informasi dari masyarakat akan terjadinya transaksi yang diduga diperuntukkan kepada kepala daerah di sana. Ada enam orang yang diperiksa, yakni dari unsur kepala daerah, kepala dinas di bidang kelautan, kepala bidang, dua anggota staf dinas, dan pihak swasta,” ujar Febri.
Dalam rangkaian penangkapan itu, KPK juga mengamankan uang 6.000 dollar Singapura yang diduga diperuntukkan bagi gubernur terkait izin lokasi rencana reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau. ”Diduga, ini bukan penerimaan pertama. KPK sedang dan terus mendalami dalam waktu maksimal 24 jam ini untuk menentukan status hukumnya,” kata Febri.
Kepala Subbagian Humas dan Publikasi Pemprov Kepulauan Riau Rizal, saat dikonfirmasi soal penangkapan Nurdin, mengatakan, pihaknya tengah menunggu kepastian informasi penangkapan pejabat Pemprov Kepulauan Riau itu. ”Yang saya tahu terakhir, pagi tadi, Gubernur menghadiri acara perayaan Hari Bhayangkara di Polda Kepulauan Riau,” ujarnya.
Gubernur kedua
Sebelum penangkapan, pada 27 Juni 2019, Ketua KPK Agus Rahardjo baru saja menandatangani nota kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk pencegahan korupsi. Beberapa poin pencegahan yang hendak dilakukan ialah proses pengadaan barang dan jasa, juga terkait dengan sektor perizinan yang ada di wilayah itu.
Nurdin menjadi Gubernur Kepulauan Riau kedua yang berurusan dengan KPK. Sebelumnya, Ismeth Abdullah terjerat perkara korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran pada 2004-2005. Sejak 2004 hingga medio 2019, KPK telah memproses 20 gubernur (belum termasuk Nurdin). Sebagian kasus yang menjerat mereka terkait langsung dengan perizinan.
Sebagai contoh, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam diproses KPK terkait izin usaha eksplorasi tambang. Selain itu, dua mantan Gubernur Riau, yakni Rusli Zainal dan Annas Maamun, ditangani KPK terkait dugaan suap izin di sektor kehutanan.
Pemerintah pusat telah mengimbau daerah untuk memperbaiki sistem perizinan agar menutup celah suap. Namun, kejadian serupa masih terulang. Secara terpisah, Firdaus Ilyas dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan, sistem perizinan daerah masih mengalami masalah dan menjadi sasaran korupsi serta suap oleh para pejabat.
Problematika perizinan yang terjadi ini, kata Firdaus, bisa berdampak pada kondisi ekonomi dan investasi. Selain menyederhanakan mekanisme, transparansi proses juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah. (IAN/NDU)