JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjajaki target penurunan emisi ditingkatkan hingga 45 persen dalam dokumen NDC atau komitmen penurunan emisi. Target ini dinilai bisa tercapai bila perintah Presiden Joko Widodo agar Indonesia segera meninggalkan batubara, dan fokus pada pengembangan energi baru terbarukan, diimplementasikan.
Penurunan emisi tersebut untuk untuk menjawab tantangan internasional bahwa tanpa penurunan emisi yang lebih ambisius, dunia tetap bergerak pada penambahan suhu hingga lebih dari dua derajat Celcius. Di Indonesia, sektor kehutanan dan energi yang menjadi tumpuan penurunan emisi yang signfikan.
Dari target penurunan emisi Indonesia sebesar 29-41 persen pada Kesepakatan Paris, sejumlah 17,2 persen mengandalkan sektor kehutanan, dan 11 persen bergantung pada sektor energi. Pada penjajakan peningkatan target penurunan emisi 45 persen, RI sangat berharap pada kontribusi dari sektor energi. Sektor ini dinilai masih memiliki ruang gerak lebar untuk tetap mencukupi kebutuhan energinya, bagi pertumbuhan ekonomi dari energi terbarukan.
“Dalam pertemuan G20, ada harapan setiap negara memasang targetnya (penurunan emisi) sampai 45 persen. Saya minta Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim untuk melakukan perhitungan-perhitungan. Walaupun kelihatannya untuk Indonesia 41 persen sudah cukup berat juga,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dalam The Launching of OECD Environmental Performance Reviews. OECD Green Growth Policy Review of Indonesia 2019, Rabu (10/7/2019) di Jakarta.
Dinilai berat, karena Indonesia masih memerlukan pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, ada kabar baik dari Siti Nurbaya, bahwa Presiden menegaskan, pembangunan sektor energi dengan fokus pada energi baru dan terbarukan, harus dimulai. Penegasan itu disampaikan pada sidang kabinet 8 Juli 2019.
“Jadi Bapak (Presiden), secara tegas mengatakan mulai-lah mengurangi penggunaan batu bara,” kata dia. Perintah Presiden itu disambut gembira karena membuat langkah penurunan emisi Indonesia akan lebih kokoh. Bahkan, sebelum mendapatkan perintah Presiden ini, tambah Siti, ia bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan terus berunding untuk langkah-langkah pengurangan batu bara dan memajukan EBT.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruandha Agung Sugardiman mengungkapkan adanya harapan penurunan emisi pada sektor energi. Sebagai pembanding, pada sektor kehutanan, penurunan emisinya yang sebesar 17,2 persen, merupakan 70 persen dari emisi normal (BAU) kehutanan. Sedangkan di sektor energi, sebesar 11 persen itu baru 19 persen dari BAU energi. “Ini yang akan kami godok dalam review NDC kita,” kata dia.
Dihubungi Rabu sore, Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri, menyambut gembira pernyataan Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet tersebut. "Ini kabar yang luar biasa. Sudah lama kami menanti pernyataan seperti ini,”kata dia.
Ia berpendapat, hal ini bisa menandai awal dari transisi energi di Indonesia yaitu Indonesia beralih dari batubara yang mulai ditinggalkan dunia karena kotor dan usang, menuju energi terbarukan yang bersih, pintar dan canggih.
Dhitri, panggilan Adhityani, berharap implementasi nyata perintah presiden tersebut, dengan memasukkan rencana pengurangan penggunaan dan pemanfaatan batu bara atau coal phase out, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan daerah (RPJMN 2020-2024). Langkah ini guna menjamin terwujudnya transisi yang lancar, adil dan merata.