KPK Tetap Lanjutkan Perkara BLBI
KPK menegaskan telah berhati-hati menangani perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Berbagai opsi upaya hukum lanjutan setelah vonis lepas Syafruddin akan dikaji KPK.
JAKARTA, KOMPAS —Vonis lepas atas kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tidak menyurutkan langkah KPK untuk melanjutkan penanganan perkara BLBI. Pada Rabu (10/7/2019), penyidik KPK memeriksa sejumlah saksi terkait kasus BLBI untuk tersangka komisaris Bank Dagang Nasional Indonesia atau BDNI, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim.
Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemarin, mengingatkan agar penanganan kasus lebih fokus dan cepat. Sebab, KPK berkejaran dengan waktu agar kasus BLBI tak kedaluwarsa. Wapres Kalla juga meminta agar vonis Syafruddin menjadi pengingat KPK untuk betul-betul memenuhi segala syarat pembuktian.
Dalam putusan kasasinya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Syafruddin, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan, tetapi perbuatan itu bukan tindak pidana sehingga dia dilepas dari segala tuntutan hukum.
Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding menyatakan tindakan Syafruddin yang memberikan surat keterangan lunas kepada BDNI sebagai tindak pidana korupsi. Sebagai Kepala BPPN ketika itu, Syafruddin dianggap menghilangkan piutang Rp 4,8 triliun yang seharusnya bisa ditagihkan kepada Sjamsul atas pembayaran utangnya dalam BLBI (Kompas, 5/1/2019).
Terkait penanganan perkara dengan tersangka komisaris BDNI, Sjamsul dan Itjih, kemarin, KPK menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi. Mereka ialah mantan Kepala BPPN Glenn Yusuf; mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi; Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah; serta mantan Deputi BPPN Farid Harianto. Dari empat saksi itu, Farid tidak hadir tanpa informasi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, penanganan kasus dengan tersangka Sjamsul dan Itjih akan terus berlanjut. Pemeriksaan saksi berjalan seperti biasa. ”Pemeriksaan saksi-saksi ini untuk terus memperkuat bukti dugaan korupsi yang dilakukan SJN dan ITN yang menjadi tersangka dalam kasus ini serta bagian dari asas kehati-hatian dan cermat,” kata Febri.
Dalam pemeriksaan terhadap saksi Glenn, kata Febri, penyidik mendalami rangkaian proses mulai dari pengambilalihan pengelolaan BDNI dan tanggung jawab Sjamsul dalam penyelesaian kewajibannya. Sementara dari pemeriksaan Laksamana Sukardi, penyidik mendalami apa yang diketahuinya dalam posisi di Komite Kebijakan Sektor Keuangan, terkait dengan proses menuju penerbitan surat keterangan lunas terhadap Sjamsul.
Sementara itu, kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail, menyampaikan, perkara dengan Sjamsul sebagai tersangka tak dapat lagi diteruskan. Menurut dia, jika perkara terkait Syafruddin bukan pidana, apa yang menimpa Sjamsul juga tidak masuk ranah pidana.
”Menurut hemat saya, secara hukum, harus dihentikan seluruh proses yang sedang mereka lakukan. Ketika satu perkara bukan perkara pidana korupsi, maka itu bukan kewenangan KPK,” ujar Maqdir.
Kendati demikian, pakar hukum perbankan, Pradjoto, menilai putusan lepas Syafruddin tidak bisa menjadi dasar untuk menghentikan penyidikan perkara BLBI. Namun, dia mengingatkan agar KPK mampu merumuskan unsur-unsur pidana secara rinci dalam perkara BLBI, salah satunya yang diduga melibatkan Sjamsul dan Itjih.
Untuk itu, kata Pradjoto, KPK dapat berkoordinasi dan berkomunikasi dengan ahli yang bisa memberikan nasihat dan arahan sehingga penyidik KPK memahami utuh teknis kasus itu. Pemahaman yang menyeluruh terhadap BLBI diperlukan agar tak ada lagi celah yang dapat digunakan pihak tertentu untuk mempermasalahkan penegakan hukum oleh KPK.
Vonis Syafruddin dikaji
Terkait putusan lepas Syafruddin, KPK masih menunggu salinan putusan lengkap dari MA. ”Saat putusan lengkap diterima, kami akan melakukan kajian. Upaya hukum yang tersedia akan dimaksimalkan,” ujar Febri.
Menurut dia, asas kehati-hatian dan cermat telah dipenuhi KPK dalam menangani perkara Syafruddin. Putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding menjadi bukti bahwa pembuktian serta penuntutan yang dilakukan oleh KPK telah cermat dan hati-hati.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch, Tama S Langkun, meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas MA memeriksa hakim yang mengadili perkara Syafruddin. ”Jika ditemukan ada pelanggaran, hakim itu harus dijatuhi hukuman,” kata Tama.
Di Jakarta, Ketua MA Hatta Ali menolak berkomentar atas putusan kasasi tersebut. ”Yang bersifat teknis itu tidak boleh, itu independensi (hakim), saya tidak boleh mengomentari putusan,” ujarnya.
Segala pertimbangan, kata Hatta Ali, sudah disiapkan majelis hakim dan dituangkan dalam salinan putusan. Dia juga enggan berkomentar saat ditanya dampak putusan tersebut terhadap persepsi masyarakat pada komitmen MA dalam pemberantasan korupsi.
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, apa pun keputusan hakim MA terhadap Syafruddin tak memberikan pengaruh langsung terhadap korupsi ataupun usaha- usaha memberantas korupsi. Busyro mengatakan, unsur terstruktur, sistematis, dan masif pada korupsi di Indonesia sudah jelas. (IAN/SAN/INA/EDN)