Mobil Bertenaga Listrik, Disrupsi Besar di Industri Otomotif
Saat kendaraan listrik dominan, perubahan besar bakal terjadi pada bisnis-bisnis yang berputar di sekitar industri otomotif. Bengkel-bengkel yang menangani ganti oli atau perbaikan mesin harus berubah kalau tak ingin gulung tikar.
Kata disrupsi sedang sangat populer. Di beberapa tempat, ruang rapat, dan ruang seminar, orang menyebut disrupsi. Istilah ini umumnya dipakai untuk merujuk pada situasi yang sedang berubah dan menimbulkan ”gangguan” sebagai akibat dari perkembangan teknologi.
Di bidang jasa pengantaran, misalnya, kemajuan teknologi informatika dan internet mendorong kemunculan model pemanggilan kendaraan angkutan melalui aplikasi di ponsel. Siapa pun bisa menjadi penyedia kendaraan. Dengan cara ini, dapat diberikan harga yang lebih murah kepada konsumen pengguna aplikasi tersebut. Dampaknya, perusahaan taksi konvensional mengalami tekanan karena banyak konsumen yang beralih untuk menggunakan jasa pemanggilan kendaraan via ponsel.
Contoh lain, disrupsi di bidang perhotelan. Beberapa tahun terakhir berkembang model penawaran tempat menginap yang dapat dilakukan siapa saja. Harga yang ditawarkan kepada konsumen lebih murah. Perubahan ini tak terelakkan memberi pengaruh bagi pendapatan hotel-hotel konvensional. Konsumen memiliki pilihan lebih banyak sebagai tempat menginap saat berwisata di sebuah kota, dengan harga yang jauh lebih miring.
Dampaknya, perusahaan taksi konvensional mengalami tekanan karena banyak konsumen yang beralih untuk menggunakan jasa pemanggilan kendaraan via ponsel.
Industri otomotif pun mengalami disrupsi akibat kemunculan teknologi baru, yakni kendaraan atau mobil listrik (electronic vehicle/EV). Saat ini, kendaraan listrik memang belum terlalu menimbulkan tekanan kepada industri otomotif, tetapi pada masa mendatang teknologi baru itu diperkirakan menggusur mobil berteknologi pembakaran internal (internal combustion) yang sekarang dominan.
Saat kendaraan listrik dominan, perubahan besar bakal terjadi pada bisnis-bisnis yang berputar di sekitar industri otomotif. Bengkel-bengkel yang menangani ganti oli atau perbaikan mesin harus berubah kalau tak ingin gulung tikar. Penyebabnya, mesin mobil listrik jauh berbeda dengan mobil pembakaran internal.
Membunuh
Teknologi transmisi, bagian kendaraan yang bertugas menyalurkan putaran mesin ke roda, ikut berubah. Dampaknya, industri pembuatan transmisi yang ada sekarang, yang merupakan penyokong penting industri otomotif, ikut didera disrupsi.
Dalam The New York Times edisi 9 Januari 2018 diceritakan kegelisahan pemimpin sebuah perusahaan besar pembuat transmisi mobil konvensional di Jepang. ”Jika seluruh dunia beralih ke mobil listrik sekarang, hal ini akan membunuh bisnis saya,” kata Terry Nakatsuka, CEO Jatco, perusahaan raksasa pembuat transmisi.
Industri pembuatan transmisi yang ada sekarang, yang merupakan penyokong penting industri otomotif, ikut didera disrupsi.
Dengan 7.000 pekerja, Jatco adalah bagian dari ekosistem besar pembuat mobil dan pemasok yang menyediakan satu dari 10 lapangan pekerjaan di Jepang.
Dalam laporan tersebut digambarkan bagaimana di sebuah pabrik mereka di dekat kaki Gunung Fuji, para karyawan bekerja keras memasang komponen transmisi untuk sejumlah mobil terlaris di dunia. Komponen yang mahal dan kompleks, serta apa yang dikerjakan para karyawan tersebut, disebutkan akan usang pada beberapa dekade mendatang akibat kehadiran kendaraan listrik bertenaga baterai.
Desain mobil listrik menghilangkan roda gigi dan sabuk transmisi serta ribuan bagian transmisi lain yang digunakan dalam mobil konvensional. Para pemasok transmisi mapan menjadi gugup, terutama di Jepang, negara dengan otomotif yang menjadi pilar penting perekonomian.
Transformasi radikal
Dalam laporan tanggal 10 Oktober 2018 yang berjudul ”Driving into 2025: The Future of Electric Vehicles”, lembaga konsultan JP Morgan menyebutkan bahwa industri mobil sedang mengalami transformasi radikal. Sebagian besar produsen mobil setuju bahwa pada 10 tahun ke depan akan terjadi lebih banyak perubahan ketimbang dua dekade sebelumnya.
Titik kritis perubahan terjadi pada tahun 2025 ketika segala hal, mulai dari material dan bahan bakar hingga biaya serta perusahaan pembuat mobil, menjadi berbeda sama sekali.
Menghadapi situasi itu, menurut JP Morgan, produsen- produsen mobil sedang bersiap-siap mengakhiri produksi mobil yang hanya didukung mesin pembakaran internal, apalagi pemerintah juga berupaya menekan emisi akibat bahan bakar.
Kendaraan listrik dan kendaraan listrik hibrida diperkirakan terus meningkat jumlahnya. Pada tahun 2025, mobil listrik (EV) dan mobil listrik hibrida (gabungan antara tenaga listrik dan tenaga pembakaran internal atau konvensional) akan mencapai 30 persen dari seluruh penjualan kendaraan di dunia.
Pada tahun yang sama, pangsa pasar kendaraan murni pembakaran internal (konvensional) berkisar pada 70 persen. Angka ini turun menjadi sekitar 40 persen pada tahun 2030.
China
Dalam hal produksi dan penjualan mobil listrik, menurut JP Morgan, tidak ada negara lain yang bisa menyaingi China. Pada tahun 2020, negara ini diperkirakan menguasai 59 persen dari penjualan global sebelum berkurang sedikit menjadi 55 persen pada tahun 2025. Munculnya EV-mini dengan kemasan baterai lebih kecil yang dirancang untuk jarak pendek (100-150 kilometer) mendorong popularitas kendaraan listrik di negara tersebut.
Harga untuk EV mini yang mulai dari sekitar 40.000 yuan (Rp 82 juta) menjadikannya terjangkau banyak kalangan di negara China.
Harga mobil listrik juga turun 15-20 persen per tahun karena skala produksi yang meningkat serta harga baterai yang semakin rendah. Hal ini menempatkan China pada jalur untuk menghasilkan mobil listrik yang semakin mampu bersaing dengan kendaraan konvensional.
Adapun pembuatan baterai mobil listrik kini didominasi sejumlah kecil pemain. Pabrikan Asia memegang bagian terbesar dari produksi global, dengan Panasonic yang menguasai 40 persen pasar, diikuti LG Chem dengan 18 persen. Adapun perusahaan CATL memimpin investasi industri baterai mobil listrik di China dan saat ini memegang 23 persen dari pangsa pasar global.
Harga baterai telah turun secara dramatis selama hampir 10 tahun terakhir dari sekitar 1.000 dollar AS (Rp 14,1 juta) per kilowatt hour (kWh) pada 2010 menjadi sekitar 230 dollar AS (Rp 3,3 juta) per kWh tahun lalu. Agar kendaraan listrik menjadi lebih kompetitif dengan kendaraan bermesin bakar internal, biaya baterai harus turun menjadi sekitar 100 dollar AS (Rp 1,4 juta) per kWh. Hal ini, menurut JP Morgan, dapat dicapai pada pertengahan dekade mendatang atau bahkan mungkin lebih cepat lagi.
Di China, Beijing Auto Industry Corporation (BAIC), BYD, dan ZhiDou adalah produsen utama mobil listrik. EC180 yang diproduksi BAIC menjadi mobil listrik terlaris di China tahun lalu. Setelah disubsidi, harga mobil itu mulai dari sekitar 7.750 dollar AS (Rp 109,5 juta), berjarak tempuh sekitar 170 kilometer, dan kecepatan tertinggi hampir 100 kilometer per jam.
Di tengah situasi itu, seperti dilaporkan The New York Times, Pemerintah Jepang menjadikan peralihan ke kendaraan listrik sebagai prioritas.
Toyota, pembuat mobil terbesar di negara itu, memelopori kendaraan hibrida bensin-listrik. Kini, di bawah tekanan dari kompetitor asing, seperti Tesla, Toyota menyatakan sedang mengembangkan sejumlah model mobil listrik baru.
James Kondo, profesor tamu di Universitas Hitotsubashi, Tokyo, yang telah bekerja dengan perusahaan teknologi di Amerika Serikat dan Jepang, menyatakan, apa yang ”ditolak” Jepang sesungguhnya adalah gagasan bahwa revolusi teknologi akan melanda industri otomotif. ”Industri ini merupakan pusat dari segalanya, bukan hanya secara ekonomi, melainkan juga secara psikologis. Kini, semua itu menghadapi perubahan mendasar,” katanya.
Perangkat lunak
Diperkirakan, seperti telepon dan televisi saat ini, mobil masa depan mungkin juga akan dinilai pada keunggulan perangkat lunak yang menggerakkan dan mengaturnya. Saat ini, Apple dan Google sedang mengeksplorasi untuk masuk ke industri otomotif. ”Pada masa depan, mobilitas tidak akan menjadi milik pembuat mobil saja,” kata Akio Toyoda, Pemimpin Toyota, dikutip The New York Times.
Nakatsuka memahami ancaman disrupsi di industri otomotif. Maka, perusahaan Jatco sedang mendorong pembuatan sistem transmisi yang disederhanakan, yang dapat dipasang pada kendaraan listrik untuk mengurangi tekanan pada motor serta baterai.
Semua berubah akibat desakan teknologi baru. Tak hanya media, hotel, dan jasa pengantaran, bahkan industri otomotif yang kini tampak begitu kokoh ikut terancam akibat disrupsi yang ditimbulkan teknologi baru.