Pelantikan Sultan Ahmad Shah dalam upacara tradisional menjadi Yang Dipertuan Agung atau Raja Ketujuh Malaysia, 10 Juli 1980, ditandai pengangkatan keris kerajaan oleh Ahmad Shah ke dahinya. Raja Malaysia dan keris adalah dua rupa yang tak terpisahkan.
Sultan Ahmad Shah dari Pahang itu menerima keris dan mengangkatnya ke dahinya di Istana Nasional Kuala Lumpur, Kamis (10/7/1980). Upacara itu disebut pelantikan, bukan penobatan, karena puncak acaranya berupa pengangkatan keris ke dahi, bukan peletakan mahkota (Kompas, 11/7/1980).
Sekalipun merupakan dua entitas yang berbeda, keris dan mahkota sering bermakna satu dalam sistem kerajaan, yakni simbol kekuasaan atau kebesaran. Namun, Malaysia berbeda dengan Inggris, misalnya, meski sama- sama menganut monarki konstitusional dan memiliki hubungan persemakmuran.
Bekas koloni Inggris itu memiliki sistem monarki yang berbeda. Takhta kekuasaan di Malaysia bukan warisan keluarga seperti di Inggris. Raja Malaysia dipilih Majelis Raja-Raja atau para sultan dari sembilan negara bagian.
Kekuasaan Raja Malaysia disimbolkan dengan penyerahan sebilah keris kerajaan yang diangkat setinggi dahinya. Praktik ini dilakukan oleh para penguasa Muslim Malaysia selama berabad-abad. Keunikan sistem monarki Malaysia ialah raja dan wakilnya dipilih secara bergilir lewat pemungutan suara secara rahasia.
Selain itu, Raja Malaysia memangku jabatan selama lima tahun, tidak dapat diperpanjang (Pasal 32 UUD Malaysia). Jika masa jabatannya selesai, ia akan kembali menjadi sultan di negara bagian. Sistem pergiliran kekuasaan raja seperti ini sangat jarang terjadi di dunia.
Raja Malaysia kini, Abdullah, merupakan raja ke-16. Baginda adalah Sultan Pahang, anak kandung Ahmad Shah. Dari dahulu hingga sekarang, Raja Malaysia berperan sebagai pemimpin upacara. Raja juga melantik perdana menteri dan pejabat senior lainnya serta sebagai penjaga agama Islam di Malaysia. (CAL)