Pengelola Perguruan Tinggi Diminta Matangkan Kurikulum
›
Pengelola Perguruan Tinggi...
Iklan
Pengelola Perguruan Tinggi Diminta Matangkan Kurikulum
Pengelola program studi baru diminta mematangkan kerangka kurikulumnya. Hal ini bertujuan agar lulusannya relevan dengan kebutuhan dunia kerja ke depan. Karena itu, diperlukan komunikasi intensif antara pemangku kepentingan.
Oleh
Fajar Ramadhan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelola program studi baru diminta mematangkan kerangka kurikulumnya. Hal ini bertujuan agar lulusannya relevan dengan kebutuhan dunia kerja ke depan. Karena itu, diperlukan komunikasi intensif antara pemangku kepentingan, khususnya sektor industri, untuk menyusun kurikulum yang tepat.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar mengingatkan kepada para PTN agar menyiapkan kurikulum prodi-prodi tersebut sebaik mungkin. Masukan dari para pemangku kepentingan dinilai amat penting.
”Prodi-prodi dituntut bekerja sama dengan pemangku kepentingan agar menerima masukan dalam penyusunan kurikulumnya,” ujarnya kepada Kompas, Rabu (10/7/2019).
Dengan kerangka kurikulum yang tepat tujuan itu, diharapkan kualifikasi dan kompetensi dari para lulusannya akan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, terlebih pada sektor industri. Ia mendorong agar strategi tersebut terus diintensifkan. ”Tentu kita berharap lulusan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan industri serta masyarakat,” katanya.
Menurut Ismunandar, lulusan dari bidang-bidang baru saat ini sudah banyak dicari industri. Hanya saja, jumlah lulusan tersebut masih terbatas. Bidang-bidang itu contohnya ekonomi digital, animasi, serta data sains.
Adapun Kemristek dan Dikti saat ini masih melakukan evaluasi untuk mengetahui lebih mendetail minat masyarakat terhadap prodi-prodi baru tersebut. ”Saat ini, kami tengah melakukan evaluasi pada prodi-prodi baru itu,” ujarnya.
Perlu kajian
Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan, ada sejumlah hal yang mesti disiapkan sebelum perguruan tinggi membuka prodi baru. Perlu ada kajian mengenai landasan filosofis, epistemologi, dan aksiologi.
Pada prodi ekonomi digital, misalnya, perlu ada dosen berkualifikasi S-3 di bidang ekonomi digital tersebut. Jika dipaksakan membuka prodi tanpa didampingi akademisi yang mumpuni di bidangnya, bisa jadi akan gagal. Selain itu, penting juga menyiapkan desain kurikulumnya secara matang. ”Membangun prodi tidak bisa hanya karena butuh. Harus ada landasan filosofis, keilmuan, dan materi-materi pembelajarannya,” katanya.
Menurut Doni, membuka prodi baru tidak selalu menjadi jalan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM). Prodi-prodi rumpun yang sudah ada juga bisa diubah sisi materi pembelajarannya sambil menyiapkan dosen yang memiliki kualifikasi di bidang tersebut.
”Misalkan ilmu komunikasi, desain interior, dan teknologi informasi sudah mulai mengembangkan materi yang aktual,” katanya.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, sebaiknya prodi-prodi baru tak hanya dibuat sekadar mengikuti tren pasar dunia kerja. Perguruan tinggi perlu melakukan analisis kebutuhan pada bidang prodi tersebut, terutama untuk melihat relevansinya pada 10-20 tahun mendatang.
”Perlu dipetakan apakah prodi-prodi serupa yang ada sudah mencukupi kebutuhan dunia kerja atau belum. Jika tidak begitu, bisa jadi hanya akan menghasilkan penganggur berpendidikan,” katanya.