Sekolah Bisa Jadi Pintu Masuk Pencegahan Bunuh Diri
›
Sekolah Bisa Jadi Pintu Masuk ...
Iklan
Sekolah Bisa Jadi Pintu Masuk Pencegahan Bunuh Diri
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Sekolah dinilai bisa menjadi salah satu pintu masuk bagi upaya pencegahan bunuh diri oleh remaja. Pencegahan tersebut dinilai akan semakin efektif dengan adanya peran media dalam mengemas fenomena bunuh diri yang bernilai edukatif.
Dosen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Nova Riyanti Yusuf, menyatakan, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kesehatan jiwa, terutama bunuh diri, penting diberikan kepada remaja. Sekolah menjadi salah satu pintu masuk yang efektif.
”Sekolah bisa jadi pintu masuk pencegahan bunuh diri remaja. Edukasi menjadi benteng bagi remaja yang punya akses apa pun untuk tahu mengenai apa pun,” katanya setelah menyelesaikan sidang terbuka di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (11/7/2019).
Nova berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul ”Deteksi Dini Faktor Risiko Ide Bunuh Diri Remaja di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Sederajat di DKI Jakarta” guna meraih gelar doktoralnya.
Disertasi Nova menghasilkan sebuah instrumen yang berisi 16 item pertanyaan bagi remaja. Masing-masing item memiliki rentang nilai 1-4. Seseorang bisa dikatakan berisiko memiliki ide bunuh diri jika nilai akhirnya lebih atau sama dengan 34.
Instrumen tersebut ditujukan bagi sekolah mengingat pentingnya peran mereka dalam pencegahan bunuh diri. Hasil penerapan instrumen tersebut menunjukkan, setidaknya ada 5 persen dari 910 pelajar di SMAN dan SMKN DKI Jakarta diketahui berisiko memiliki ide bunuh diri. ”Ada 5 persen yang serius memikirkan bunuh diri,” ungkapnya.
Setidaknya ada 5 persen dari 910 pelajar di SMAN dan SMKN DKI Jakarta diketahui berisiko memiliki ide bunuh diri.
Menurut Nova, instrumen tersebut juga bisa dimanfaatkan pemerintah untuk membentuk program dan kebijakan kesehatan jiwa remaja di sekolah. Misalnya untuk membuat sekolah ramah anak atau mengintensifkan program konselor melalui guru bimbingan konseling (BK).
”Pihak sekolah juga perlu berkomunikasi dengan keluarga untuk mencari tahu keseharian anak,” ujarnya.
Nova menambahkan, remaja merupakan salah satu kelompok rentan berisiko bunuh diri. Sebab, pada usia tersebut, seseorang identik dengan hal-hal seperti suka mengambil risiko, merasa dirinya hebat, tidak berpikir tentang kematian, dan suka memacu adrenalin.
Baik sekolah maupun orangtua harus bekerja sama mengawasi anak secara komprehensif. Dari prestasi anak, misalnya, kondisi kejiwaan anak bisa diketahui melalui instrumen strengths and difficulties questionnaire (SDQ).
”Kuesiner itu untuk menilai kekuatan dan kelemahan anak. Ada batasan tertentu penilaian anak yang perlu mendapatkan konseling dari guru BK atau puskesmas,” ungkapnya.
Nova juga mengajak media massa agar lebih bijak membuat narasi mengenai kasus bunuh diri. Sebab, media massa menjadi salah satu pendorong remaja memiliki ide bunuh diri. Dengan pemberitaan yang lebih bijak, bahkan media massa justru bisa menjadi salah satu pencegah percobaan bunuh diri.
Memengaruhi
Pendiri Komunitas Into The Light Indonesia, Benny Prawira, mengatakan, berdasarkan kajian beberapa negara, pemberitaan yang terlalu vulgar dan dramatis mengenai bunuh diri dari media massa bisa memengaruhi orang-orang yang depresi. Mereka bisa menganggapnya sebagai salah satu jalan keluar.
”Pemberitaannya seharusnya bisa lebih edukatif bahwa bunuh diri bisa dicegah atau diarahkan ke hal yang lebih baik,” ujarnya.
Benny menambahkan, orang dengan risiko bunuh diri cenderung membutuhkan bantuan atau pendampingan orang lain. Bagi orangtua, misalnya, mereka harus belajar mendengar dan memahami emosi anaknya. Bahkan, jika dibutuhkan, orangtua jangan enggan membawa anaknya kepada psikiater.