Pasangan calon pengantin di Jawa Timur wajib tes narkotika dan obat-obatan berbahaya untuk memenuhi salah satu persyaratan menikah. Kebijakan ini, menurut rencana, mulai diberlakukan serentak di 38 kabupaten dan kota pada Agustus mendatang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pasangan calon pengantin di Jawa Timur wajib tes narkotika dan obat-obat berbahaya untuk memenuhi salah satu persyaratan menikah. Kebijakan ini, menurut rencana, mulai diberlakukan serentak di 38 kabupaten dan kota pada Agustus mendatang.
Pelaksana Tugas Kepala Kantor Wilayah Jawa Timur Kementerian Agama Mochammad Amin Mahfud mengatakan, pihaknya telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim. Kerja sama ini merupakan bentuk sinergi dalam upaya memerangi penyalahgunaan dan memberantas peredaran gelap narkoba di Indonesia.
”Tujuannya, melindungi generasi penerus bangsa dari kontaminasi narkoba. Sebab, para pengantin inilah yang kelak melahirkan keturunan dan menjadi penerus bangsa,” ujar Amin Mahfud di sela acara penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kemenag Jatim dan BNNP Jatim, Jumat (12/7/2019).
Setelah penandatanganan kerja sama, Kemenag Kanwil Jatim langsung menggelar rapat internal dengan 38 kabupaten dan kota. Salah satu agendanya adalah memperkuat sosialisasi dan membahas implementasi di lapangan. Kemenag kabupaten dan kota merupakan ujung tombak pelaksanaan program karena bersentuhan langsung dengan layanan masyarakat.
Penyuluh agama dan penghulu diminta mengedukasi masyarakat, terutama calon pengantin, mengenai bahaya narkoba. Mereka juga yang akan meminta calon pengantin melakukan tes narkoba dengan cara tes urine di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas atau rumah sakit di lingkungan sekitar.
Hasil tes narkoba itu wajib disertakan dalam pengurusan akta nikah. Apabila calon pengantin dinyatakan positif terkontaminasi narkoba, mereka tetap bisa menikah, tetapi wajib mengikuti proses rehabilitasi. BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang akan melakukan rehabilitasi.
Kemenag kabupaten dan kota merupakan ujung tombak pelaksanaan program karena bersentuhan langsung dengan layanan masyarakat.
Kepala BNNP Jatim Bambang Priyambadha mengatakan, pihaknya memiliki fasilitas rehabilitasi narkoba yang bisa diakses secara gratis oleh masyarakat. Kerja sama dengan Kemenag menjadi pintu masuk deteksi dini penyalahgunaan narkoba di masyarakat.
”Selama ini sulit memetakan pengguna narkoba karena mereka sangat tertutup. Selain itu, dengan adanya syarat tes narkoba, diharapkan masyarakat menjadi peduli dan sadar untuk melakukan pencegahan dini,” kata Bambang.
Berdasarkan data hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerja sama dengan Pusat Penelitian Data dan Informasi (Puslitdatin)BNN di Jatim, prevalensi penggunaan narkoba di kalangan pelajar sebesar 7,5 persen. Artinya, dari 4.638.297 siswa, sebanyak 347.872 siswa di antaranya merupakan penyalah guna narkoba.
Sementara di kalangan pekerja, prevalensinya 2,8 persen. Hal itu berarti dari 21.300.423 orang, sebanyak 596.419 di antaranya merupakan penyalah guna narkoba.
Tingginya penyalahgunaan narkoba menuntut pengawasan dari berbagai lini untuk mengurangi faktor risiko. Salah satunya dari sisi pencegahan melalui sosialisasi kepada calon pengantin yang kelak menjadi orangtua dan mendidik anak-anak.