SEOUL, JUMAT -- Korea Selatan meminta digelar penyelidikan internasional terhadap Jepang terkait kebijakan Tokyo mengontrol lebih ketat atas ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi untuk memproduksi semikonduktor serta layar ponsel dan televisi ke Korea Selatan. Seoul juga berencana mengadukan Jepang ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Seoul berharap, Tokyo menerima usulan soal penyelidikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau lembaga internasional lain. Dengan cara itu, Seoul-Tokyo bisa mengakhiri adu argumen yang tidak diperlukan serta bisa dengan jelas membuktikan apakah tuduhan Jepang benar atau tidak.
“Jika penyelidikan menunjukkan pemerintahan kami bersalah, pemerintah kami siap meminta maaf untuk itu dan segera bertindak untuk memperbaikinya. Jika hasilnya menunjukkan pemerintah kami tidak bersalah, pemerintah Jepang tidak hanya harus meminta maaf, melainkan juga harus segera mencabut pembatasan ekspor yang diduga (karena motif) pembalasan (politis). Harus ada penyelidikan pula untuk (dugaan) pelanggaran Jepang,” kata Kim You-geun, Wakil Direktur Kemanan Nasional pada kantor Kepresidenan Korea Selatan, Jumat (12/7/2019), di Seoul, Korea Selatan.
Permintaan penyelidikan itu menyusul keputusan Jepang untuk membatasi ekspor hydrogen fluoride, photoresist, dan sejumlah material lain yang dibutuhkan industri teknologi tinggi Korea Selatan. Tokyo beralasan, Seoul mengekspor ulang hydrogen fluoride ke Korea Utara. Jepang menyebut material itu bisa dipakai untuk program pengembangan senjata oleh Korut.
Karena itu, ekspor ulang hydrogen fluoride oleh Seoul ke Pyongyang dinilai melanggar sanksi PBB. Tudingan itu dilontarkan sejumlah politisi Jepang, termasuk Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Korsel membantah tudingan tersebut. Kim menegaskan, Korsel telah menerapkan sanksi terhadap Korut. Barang untuk kebutuhan sipil maupun militer yang masuk daftar sanksi PBB tidak diekspor Korsel ke Korut.
Hubungan Seoul-Tokyo memburuk setelah Jepang marah atas hukuman yang dijatuhkan pengadilan Korsel pada sejumlah perusahaan Jepang tahun 2018. Perusahaan-perusahaan itu diperintahkan membayar kompensasi terhadap warga Korsel yang dijadikan tenaga kerja paksa oleh perusahaan-perusahaan Jepang itu selama Perang Dunia II. Jepang menganggap masalah itu selesai pada 1965 kala hubungan Seoul-Tokyo dipulihkan.
Pekan lalu, keputusan pengadilan itu dibalas Jepang dengan mengetatkan pengiriman material-material yang dibutuhkan oleh industri teknologi tinggi Korsel. Jepang adalah pemasok utama untuk material, seperti hydrogen fluoride dan photoresist yang diperlukan dalam pembuatan ponsel, komputer, dan layar plasma yang merupakan produk andalan Korsel.
Sejumlah pihak khawatir, Jepang akan memperluas larangannya pada material lain yang dibutuhkan industri teknologi tinggi. Seoul tidak hanya meminta penyelikan internasional untuk tudingan Tokyo. Korsel juga berencana mengadukan Jepang ke WTO soal pembatasan ekspor material tersebut.
Langkah lain yang dilakukan Korsel adalah mengutus sejumlah pejabat ke Jepang. Sejumlah pejabat urusan industri dan perdagangan Korsel mulai berunding dengan sejawat mereka dari Jepang, Jumat (12/7/2019), di Tokyo.
Pertemuan itu digambarkan amat dingin dan kaku. Delegasi Korsel dan Jepang tidak saling berjabat tangan di awal bertemu. Mereka hanya saling tatap selama beberapa menit di runag pertemuan sebelum mulai berunding. (AP)