Polemik di Balik Penarikan Sebagian Pasukan UEA dari Yaman
›
Polemik di Balik Penarikan...
Iklan
Polemik di Balik Penarikan Sebagian Pasukan UEA dari Yaman
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN (DARI KAIRO, MESIR)
·3 menit baca
Mulai akhir Juni lalu, Uni Emirat Arab (UEA) menarik sebagian pasukan dan mesin militernya dari Yaman. Sampai saat ini, masih menjadi polemik: apa yang mendorong UEA mengambil keputusan mengejutkan itu.
UEA adalah negara penyumbang pasukan terbesar kedua setelah Arab Saudi dalam koalisi Arab yang melancarkan perang di Yaman sejak Maret 2015 guna menumbangkan milisi Houthi yang mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Presiden Abdu Rabbo Mansour Hadi dan menguasai ibu kota Sana\'a.
Misi perang koalisi Arab pimpinan Arab Saudi itu bisa disebut gagal total. Misi perang yang semula hanya dicanangkan akan berakhir dalam beberapa pekan saja, terus berlanjut sampai saat ini. Bahkan, Houthi sejak November 2017 mampu melancarkan serangan balik dengan rudal balistik dan pesawat nirawak ke berbagai sasaran di Arab Saudi, terutama wilayah perbatasan seperti Provinsi Najran dan Jizan.
Kemampuan rudal balistik dan pesawat nirawak milik Houthi itu mengejutkan Arab Saudi dan koalisinya, membuyarkan kalkulasi koalisi Arab dalam perang Yaman. Hal ini memunculkan opini bahwa solusi Yaman tidak bisa melalui opsi militer, tetapi harus lewat opsi politik. Caranya, dengan membagi kekuasaan antara kelompok Houthi dan rezim Presiden Hadi.
Perang Yaman pun sudah dianggap buntu, dan kini menunggu solusi politik yang ternyata juga tidak mudah.
Dalam dua tahun terakhir ini, pasukan UEA sudah tidak terlibat pertempuran langsung dengan milisi Houthi.
Di tengah kebuntuan perang Yaman itu, muncul berita UEA menarik sebagian pasukan dan peralatan militernya dari Yaman mulai akhir Juni lalu. Terakhir ini, tidak diketahui secara persis jumlah pasukan UEA di Yaman. Namun, pasukan UEA di Yaman tersebar di beberapa tempat, seperti kota pelabuhan Mocha yang bertepi ke Laut Merah di Yaman barat; area Pelabuhan Al-Briqa di Aden, Yaman selatan; kota Mukalla di Hadramaut, Yaman timur; kota pelabuhan Balhaf, Yaman tenggara; dan kamp militer Tadawin sebelah timur kota Maarib.
Taktik baru
Dalam dua tahun terakhir ini, pasukan UEA sudah tidak terlibat pertempuran langsung dengan milisi Houthi. Mereka lebih berperan memberi konsultasi dan dukungan logistik terhadap pasukan Yaman loyalis Presiden Hadi. UEA juga cenderung membentuk milisi loyalisnya, seperti pasukan perisai keamanan di kota Aden, Provinsi Lahij, Abyan, dan Ad-Dali.
UEA juga membentuk pasukan khusus Shabwa di Provinsi Shabwa dan pasukan khusus Hadramaut di Provinsi Hadramaut. Hal itu dilakukan UEA untuk menghindari kerugian atau korban langsung dari pasukannya di Yaman.
Profesor ilmu politik asal UEA yang juga mantan penasihat politik putra Mahkkota Abu Dhabi, Abdel Khaleq Abdullah, mengatakan, penarikan pasukan UEA dari Yaman dilakukan karena terus berlanjutnya gencatan senjata di kota Hodeida, Yaman barat, dan terus meningkatnya kemampuan pasukan Yaman loyalis Hadi.
Selain itu, menurut Abdullah, pertempuran darat di Yaman menurun drastis sejak awal tahun 2019. Ia berdalih, UEA juga mengubah taktik di Yaman dengan cara mengandalkan pasukan loyalisnya seperti pasukan perisai keamanan di kota Aden dan kota-kota lain sehingga pasukan UEA tidak dibutuhkan lagi.
Namun, menurut pengamat lain, UEA memilih menarik pasukannya dari Yaman karena menyadari bahwa perang Yaman sudah buntu dan mengakui Houthi sudah tidak bisa dikalahkan secara militer. UEA juga mulai khawatir Houthi suatu waktu bisa melancarkan serangan balasan dengan pesawat nirawak ke kota-kota di UEA, seperti yang dilakukan terhadap Arab Saudi saat ini.
UEA disinyalir pula sering berbeda pendapat dengan Arab Saudi terkait taktik dan strategi di lapangan di Yaman sehingga UEA memilih memberi peran lebih besar lagi kepada Arab Saudi.