Presiden Jokowi Diharapkan Hadiri Panen Perdana Garam NTT
›
Presiden Jokowi Diharapkan...
Iklan
Presiden Jokowi Diharapkan Hadiri Panen Perdana Garam NTT
Presiden dijadwalkan akan melalukan panen perdana garam di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Agustus 2019 di areal seluas 25 hektar dari total 600 hektar yang direncanakan. Panen perdana garam oleh presiden ini guna memacu semangat para petani garam agar memproduksi garam sebanyak mungkin. NTT bertekat menyumbang 1 juta ton garam guna memenuhi kebutuhan garam nasional.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan melalukan panen perdana garam di Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Pada Agustus 2019. Panen garam itu akan dilakukan di areal seluas 25 hektar dari total areal seluas 600 hektar yang direncanakan.
Panen perdana garam oleh presiden ini, kata Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Jelamu, di Kupang, Jumat (12/7), dengan tujuan untuk memacu semangat petani garam. NTT bertekat untuk menyumbang 1 juta ton garam dari total kebutuhan garam nasional.
Total kebutuhan garam nasional untuk industri dan konsumsi sekitar 4,3 juta ton. Produksi nasional tahun 2018 baru mencapai 2,7 juta ton berarti masih ada kekurangan sekitar 1,6 juta ton. Kekurangan ini masih harus diimpor. Menurut data impor garam pada tahun lalu mencapai 3,9 juta ton.
Menurut Marius Jelamu, NTT memiliki lahan potensial untuk pengembangan garam cukup luas. Akan tetapi potensi garam tersebut tidak dikembangkan dengan maksimal. Padahal kemarau panjang selama sembilan bulan, dan cuaca buruk yang terus mengancam aktivitas nelayan, seharusnya bisa dimanfaatkan oleh petani dan nelayan mengelola tambak garam.
Moto NTT bangkit, tidak sekadar jargon politik, tetapi pemprov serius dan mau membuktikan bahwa dari NTT bisa berkontribusi untuk negeri ini. Kontribusi itu dalam bentuk komoditas garam, ternak, dan rumput laut.
"Pemprov sudah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Kepresidenan, intinya mengundang Presiden untuk melakukan panen perdana garam di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, yang dijadwalkan pada 20 Agustus. Presiden sendiri informasinya sudah menyetujui tinggal disesuaikan tanggalnya saja,” kata Jelamu.
Kehadiran Presiden di tengah petani garam di Kabupaten Kupang, dengan potensi lahan garam sekitar 7.000 hektar diharapkan dapat memacu semangat para petani dan nelayan. Selama ini petani setempat mengeluh gagal panen karena kekeringan. Nelayan juga mengaku kesulitan melaut karena perairan selatan NTT, dalam kondisi cuaca buruk.
Dengan kondisi iklim dan cuaca yang tidak bersahabat, masyarakat NTT ditakdirkan untuk mengelola garam sebagai sumber hidup utama. Akan tetapi sayangnya selama ini potensi garam tidak dijadikan komoditas utama. Petani justru terus menekuni pertanian lahan kering yang sangat sulit mengangkat kesejahteraan mereka.
Tiga bulan musim hujan dan sembilan bulan musim kemarau, ujar Jelamu, sebenarnya NTT sangat cocok untuk pengembangan garam. Selain Kabupaten Kupang, daerah potensial garam adalah Kabupaten Ende, Nagekeo, Sabu Raijua, Lembata, Flores Timur, Timor Tengah Utara, Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Malaka.
Total potensi lahan garam di NTT sekitar 27.000 hektar. Menurut Jelamu, NTT menargetkan akan menyumbangkan 1 juta ton garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sampai 2021. Selama ini pemerintah mengimpor garam dari luar negeri sekitar 3,7 juta ton.
Direktur Utama PT Timor Live Stock Stanley Jayapranata yang mengelola lahan di Desa Nunkurus mengatakan, dari 600 hektar lahan yang dikelola perusahaan ini, sudah 25 hektar digarap dan siap panen. Lahan panen seluas itu minimal akan memproduksi 300 ton.
“Saat Presiden datang pada bulan Agustus nanti, pas panen perdana di lahan 25 hektar tersebut. Sementara untuk lahan seluas 600 hektar akan berproduksi 100 persen pada tahun 2020. Akan tetapi pada akhir tahun ini sebagian besar sudah mulai berproduksi,” kata Stanley.
Kepala Desa Nunkurus Karel Foes mengatakan, kehadiran perusahaan garam yang mempekerjakan 30 penduduk lokal sangat membantu. Mereka bisa belajar bagaimana cara mengelola garam secara modern sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.
Sebab selama ini masyarakat mengelola garam secara tradisional, yakni air laut direbus selama berjam-jam untuk menghasilkan garam. Cara ini sangat tidak efisien karena hasil produksinya juga sangat kecil dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.