Sikap Bebas Aktif Indonesia Dibutuhkan untuk Meredam Konflik Global
›
Sikap Bebas Aktif Indonesia...
Iklan
Sikap Bebas Aktif Indonesia Dibutuhkan untuk Meredam Konflik Global
Sikap Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif dibutuhkan dalam menghadapi percaturan politik Internasional. Meski demikian, tekanan dari berbagai pihak bisa memengaruhi arah kebijakan luar negeri Indonesia. Padahal, Konsistensi Pemerintah Indonesia untuk tetap tidak berpihak tersebut dibutuhkan untuk menyikapi perkembangan isu global.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Sikap Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif dibutuhkan dalam menghadapi percaturan politik Internasional. Meski demikian, tekanan dari berbagai pihak bisa memengaruhi arah kebijakan luar negeri Indonesia. Padahal, Konsistensi Pemerintah Indonesia untuk tetap tidak berpihak tersebut dibutuhkan untuk menyikapi perkembangan isu global.
Anggota Dewan Pers Asep Setiawan dalam sidang disertasinya di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (12/7/2019) mengungkapkan, tekanan ini bisa berasal dari dalam dan luar negeri. Hal ini terlihat dalam pengambilan keputusan luar negeri Indonesia terkait isu Nuklir Iran saat menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) periode 2007-2008.
Dalam penelitiannya, mantan wartawan Kompas ini memaparkan perubahan kebijakan Indonesia yang dinilai tidak konsisten. Awalnya, di tahun 2006 Indonesia mendukung program nuklir Iran yang diklaim untuk perdamaian. Ternyata, dalam Resolusi DK PBB 1747, Indonesia mendukung sanksi terhadap Iran.
Politik bebas aktif seharusnya tetap menjadi landasan Indonesia mengambil keputusan di dalam forum-forum Internasional. Apalagi sekarang Indonesia dikenal sebagai negara berkembang namun berkekuatan menengah (middle power). Jadi, sudah seharusnya Indonesia tegas dalam beberapa permasalahan Internasional, seperti laut China Selatan
Keputusan ini dinilai terjadi akibat tekanan dari pihak Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya karena mengancam Israel sebagai sekutu kuat di Timur Tengah. Selain itu, International Atomic Energy Agency (IAEA) menganggap program nuklir Iran mengarah ke pembuatan senjara sehingga mengancam kawasan sehingga perlu diberi sanksi.
Dampaknya, terjadi reaksi di kalangan berbagai organisasi pro Islam di dalam negeri. Indonesia dianggap tidak konsisten dengan keputusannya membela Iran yang dinilai mengembangkan nuklir damai. Tekanan dalam negeri ini ditambah dengan kondisi politik negara yang panas jelang Pemilu 2009.
Karena itu, papar Asep, Indonesia memilih abstain setelah DK PBB kembali mengeluarkan resolusi 1803 untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat, seperti pelarangan bepergian politikus dan pihak-pihak dari Iran yang berhubungan dengan proyek nuklir. Indonesia beralasan, sanksi dari resolusi sebelumnya dianggap sudah cukup keras dan Iran dianggap telah mau bekerjasama meski masih melakukan aktivitas nuklir.
Asep menuturkan, perubahan kebijakan akibat tekanan ini menjadi pelajaran Pemerintah Indonesia untuk menentukan kebijakan luar negeri ke depannya. Konsistensi untuk menekankan politik bebas aktif hendaknya dipertahankan, bebas dari tekanan pihak asing dalam menentukan sikap, serta aktif mewujudkan perdamaian dunia dalam melihat konflik yang terjadi.
“Politik bebas aktif seharusnya tetap menjadi landasan Indonesia mengambil keputusan di dalam forum-forum Internasional. Apalagi sekarang Indonesia dikenal sebagai negara berkembang namun berkekuatan menengah (middle power). Jadi, sudah seharusnya Indonesia tegas dalam beberapa permasalahan Internasional, seperti laut China Selatan,” tuturnya.
Menurut Asep, terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2019-2020 disikapi dengan menekankan kepada China dan negara-negara di Laut China Selatan untuk tetap menjaga status damai kawasan laut tersebut.
Politik bebas aktif ini perlu diwujudkan demi perdamaian dunia. Indonesia bebas bergaul dengan negara manapun. Terpilihnya Indonesia di anggota tidak tetap DK PBB semoga bisa meminimalisir konflik global,
Perang dagang
Konsep bebas aktif ini juga perlu diterapkan dalam menyikapi konflik dagang antara Amerika Serikat dan China. Menurut Asep, Indonesia memiliki kekuatan untuk tidak memihak mengingat negara ini memiliki pasar terbesar di Asia Tenggara. Namun, Indonesia perlu meningkatkan kemampuan ekonomi dengan mengubah orientasi ekspor dari bahan mentah ke bahan jadi sehingga lebih mandiri.
Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Aelina Surya menyatakan, konsistensi negara dalam bersikap terkait kondisi global sangat diperlukan. Dia menilai, kekuatan China telah menyebar dan tidak bisa dibendung. Karena itu, Indonesia perlu menyikapi ini dengan bijak.
“Politik bebas aktif ini perlu diwujudkan demi perdamaian dunia. Indonesia bebas bergaul dengan negara manapun. Terpilihnya Indonesia di anggota tidak tetap DK PBB semoga bisa meminimalisir konflik global,” ujarnya.