JAKARTA, KOMPAS - Sektor usaha berskala mikro dinilai mampu menjadi tulang punggung untuk melepaskan Indonesia dari jerat pertumbuhan ekonomi lima persen. Sektor usaha ini dapat melengkapi ekspor dan investasi yang selama ini belum maksimal dalam memacu ekonomi.
Pada 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,01 persen, atau lebih rendah daripada 2013 yang sebesar 5,56 persen. Selanjutnya pada 2015, pertumbuhan ekonomi sempat anjlok ke level 4,88 persen.
Setelah itu, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik menuju 5,03 persen pada 2016 dan 5,07 persen pada 2017. Terakhir, pada 2018 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen. Terbaru,Badan Pusat Statistik (BPS) baru mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,07 persen pada triwulan I-2019.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) sekaligus Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta mengakui tidak mudah bagi negara manapun di dunia saat ini untuk dapat tumbuh 5 persen. Terlebih ekonomi global tengah menghadapi gejolak.
“Namun, kita juga harus mengakui bahwa itu tidak cukup. Struktur pelaku ekonomi tidak berimbang, padahal sektor-sektor usaha dengan skala modal mikro punya potensi menyerap hampir 90 persen tenaga kerja domestik,” ujarnya di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Berdasarkan studi yang dilakukan Megawati Institute, unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 40 persen.
Namun berdasarkan porsi distribusi pembiayaan perbankan, usaha mikro hanya mendapatkan 20 persen, sementara usaha bermodal besar mendapatkan porsi 80 persen.
Berkaca dari data tersebut, Arif menilai pemerintah perlu mendorong dan meningkatkan peran unit usaha mikro dalam aktivitas ekspor dan investasi. Pemerintah perlu lebih aktif mendorong perbankan berpartisipasi membantu sektor usaha mikro.
Saat ini, lanjut Arif hanya 6,3 persen dari total unit usaha mikro dari yang ada di Indonesia mampu terlibat dalam rantai perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Sementara dalam kontribusinya terhadap ekspor nasional, UMKM Indonesia hanya berperan sebesar 15,8 persen.
Angka tersebut masih tertinggal dari Malaysia yang mencatatkan angka kontribusi usaha mikro terhadap ekspor sebesar 29,5 persen.
“Usaha mikro perlu bertransformasi untuk memproduksi barang-barang substitusi impor yang selama ini memberatkan neraca perdagangan nasional,” ujarnya.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan KEIN, jika 10 persen saja dari UMKM yang ada mengalami kenaikan kelas, hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tembus 7 persen.
“Misalnya dari usaha mikro naik kelas menjadi usaha kecil dan seterusnya, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tembus tujuh persen,” ujarnya.
Pemerataan ekonomi
Pengajar dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjajaran Aldrin Herwany, mengatakan polemik mendahulukan pertumbuhan dan pemerataan memang kerap menjadi perdebatan pada ranah akademisi.
Menurut Aldrin, dalam lima tahun terakhir pemerintahan lebih memprioritaskan pemerataan ekonomi ketimbang mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Berbeda dengan pertumbuhan, dampak peningkatan pemerataan tidak dapat dirasakan saat ini, melainkan masa yang akan datang,” ujarnya.
Dalam lima tahun terakhir pemerintahan lebih memprioritaskan pemerataan ekonomi ketimbang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Aldrin, sektor usaha mikro memiliki peran yang vital dalam upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah. Dia berharap pemerintah menghadirkan pendekatan melalui sektor UMKM dalam memperbaiki kondisi perekonomian.
Beragam upaya yang dapat dilakukan pemerintah di antaranya pemberian insentif fiskal, perluasan distribusi akses kredit usaha rakyat (KUR), melibatkan usaha mikro dalam aktivitas investasi dan ekspor, serta melarang masuknya perusahaan besar untuk sektor usaha yang layak digarap usaha mikro.
“Pemerintah juga perlu membuat payung hukum untuk mencegah praktik penyimpangan yang dilakukan perusahan besar seperti menunda atau mengurangi pembayaran atas kerja sama yang dilakukan dengan usaha mikro,” ujarnya.