Empat Metode Mengelola Anggaran
Pengeluaran setiap bulan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan keuangan setiap rumah tangga. Ada perbedaan mendasar antara membuat rencana untuk mencapai sebuah tujuan keuangan—seperti membeli rumah tinggal, mempersiapkan dana naik haji, dan lainnya—dan mengelola anggaran keuangan rumah tangga.
Namun, keberhasilan dalam mencapai tujuan itu sangat dipengaruhi oleh bagaimana anggaran disusun dan cara pengelolaannya. Lalu, mengapa masih sering gagal dalam menerapkan anggaran bulanan?
Kesalahan terbesar saat menyusun anggaran adalah tidak sesuai dengan status kehidupan serta tidak realistis. Anggaran rumah tangga sebenarnya adalah sebuah rencana pengeluaran untuk suatu periode yang harus juga mempertimbangkan faktor sumber penghasilannya.
Apabila sumber pemasukan datangnya konsisten setiap bulan, maka anggaran juga disusun bulanan. Namun, jika sumber pemasukan datangnya mingguan, misalnya, anggaran juga harus dipecah untuk per minggu supaya bisa lebih mudah.
Faktor berikutnya adalah tidak menyesuaikan dengan kondisi nominal pemasukan uang. Sebesar 10 persen dari gaji Rp 3 juta pasti akan berbeda hasilnya dengan gaji Rp 50 juta per bulan. Itu sebabnya, pada tulisan kali ini saya akan membagikan empat metode dasar dalam mengelola anggaran yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi tiap-tiap rumah tangga.
Secara umum, semua metode ini masih menggunakan alokasi persentase atas penghasilan karena selain lebih mudah untuk diukur juga sesuai dengan aturan beberapa agama. Pertama, anggaran untuk rumah tangga yang berpenghasilan setara upah minimum provinsi (UMP) ataupun di bawahnya. Berdasarkan literasi yang ada, UMP sebenarnya ditujukan untuk hidup layak bagi satu atau maksimal dua orang.
Karena itu, jika sebuah rumah tangga memiliki lima tanggungan, misalnya, mengandalkan UMP semata memang menjadi tantangan. Dalam situasi itu, diharapkan anggota keluarga lain juga dapat bekerja atau berwirausaha.
Secara umum, pembagian alokasi pada penghasilan setara UMP adalah 75 persen untuk berbagai komitmen dan kebutuhan hidup utama. Adapun 25 persen sebaiknya dikumpulkan sebagai dana cadangan pengeluaran tak terduga dan juga menabung. Pahami, saat penghasilan terbatas, maka cicilan gawai tambahan bukan kebutuhan hidup utama.
Kedua, metode pos pengeluaran untuk rumah tangga yang memiliki penghasilan lebih besar daripada UMP. Keluarga muda, lajang, ataupun mereka yang memiliki tanggungan hingga tiga orang dapat menerapkan metode pembagian pengeluaran untuk tiga pos, yaitu biaya hidup utama (living); pos dana darurat, menabung, dan investasi untuk tujuan keuangan (saving); dan pos untuk tambahan kenikmatan hidup (playing).
Cicilan pinjaman rumah, misalnya, merupakan bagian dari biaya hidup utama. Alokasi pembagian dapat menggunakan konsep 50:30:20 dari pemasukan. Misalnya, gaji bulanan adalah Rp 10 juta; usahakan hanya maksimal menggunakan Rp 5 juta untuk pengeluaran biaya hidup.
Ketiga, metode tujuan nilai hidup. Berasal dari konsep value-based budgeting, maksudnya alokasi dibentuk dari satu tujuan hidup yang sedang ingin diraih oleh seseorang. Secara umum, metode ini kurang cocok untuk rumah tangga, tetapi dapat digunakan oleh seseorang yang belum memiliki tanggungan. Misalnya, seorang lajang berusia 25 tahun yang memiliki tujuan menyusun dana menikah.
Apabila sanggup menabung setengah dari gaji untuk memenuhi tujuan yang sangat diutamakan, silakan saja. Lalu, mereka dapat mengelola sisa penghasilan untuk menjalankan hidupnya. Namun, pahami bahwa metode ini tidak dijalankan terus-menerus, tetapi hanya pada momen tertentu.
Keempat, metode paling seimbang yang saya perkenalkan adalah konsep Zapfin (zakat, assurance, present consumption, future spending, investment). Saat pemasukan sudah jauh di atas UMP, kehidupan yang seimbang juga dapat dijalankan. Metode Zapfin mengingatkan pengelolaan untuk hidup hari ini, hidup nanti, dan hidup di masa depan.
Zakat adalah pengeluaran wajib sesuai dengan nilai agama ataupun sedekah dan bantuan sosial. Assurance adalah alokasi yang ditujukan untuk dana darurat dan iuran premi asuransi penting seperti kesehatan. Present consumption adalah alokasi untuk biaya hidup normal yang layak, tetapi bukan kemewahan. Apabila ada cicilan pinjaman, harus dapat disesuaikan dengan pos alokasi untuk biaya hidup.
Future spending adalah alokasi untuk pengeluaran kebutuhan ataupun keinginan yang masih akan terjadi beberapa tahun lagi. Misalnya, menabung untuk liburan sekolah tahun depan dan mengumpulkan dana untuk membeli kendaraan. Adapun investment adalah alokasi untuk investasi bagi kehidupan di masa depan, khususnya kebutuhan dan keinginan itu ditujukan untuk jangka waktu di atas lima tahun atau bahkan lebih.
Baik dana pensiun masa depan maupun dana kuliah anak yang masih balita akan masuk ke dalam alokasi ini. Alokasi pembagian dapat menggunakan pedoman 5:10:60:25. Apakah aturan ini baku, tentu saja tidak. Apabila kebutuhan hidup tidak perlu mencapai 60 persen dari pemasukan, maka sebaiknya dialihkan untuk investasi.
Apa pun metode pengelolaan yang dipilih, syarat utama adalah adanya pembagian rekening yang jelas agar penggunaan tidak bercampur aduk. Untuk menabung dan berinvestasi, misalnya, juga disarankan untuk menggunakan bantuan fasilitas transfer otomatis dari rekening pemasukan ke rekening investasi. Jadi, mana yang sesuai untuk Anda? Live a beautiful life!