Sebanyak 42 rencana reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau dicermati pasca-penangkapan gubernur kepulauan itu terkait suap izin reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Izin rawan diobral oleh para pejabat.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Penangkapan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait suap izin lokasi rencana reklamasi menjadi peringatan bagi pejabat daerah agar berhenti mengobral proyek. Sebanyak 42 rencana reklamasi di provinsi itu kini pengawasannya diperketat agar tidak disalahgunakan kembali.
Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kepulauan Riau (Kepri) Iskandarsyah, Sabtu (13/7/2019), menyatakan, pihaknya akan mencermati kembali 42 rencana reklamasi yang saat ini tercantum di Rancangan Perda RZWP3K Kepri. Dikhawatirkan kasus dugaan suap yang menyeret Gubernur memiliki kaitan dengan sejumlah proyek reklamasi lainnya.
Pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap seorang pengusaha bernama Abu Bakar menyuap Nurdin agar mengakomodasi proyek reklamasi di Tanjung Piayu, Batam, ke dalam Rancangan Perda RZWP3K yang akan dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD Kepri. Perda itu nantinya bakal menjadi acuan pengelolaan wilayah laut provinsi.
”Pokja (Kelompok Kerja) RZWP3K Kepri mencantumkan proyek reklamasi di Tanjung Piayu sebagai pembangunan keramba untuk fasilitas budidaya dalam Rancangan Perda RZWP3K,” kata anggota Komisi II DPRD Kepri dari Fraksi PKS tersebut.
Rancangan perda itu telah diserahkan Pokja RZWP3K Kepri sejak September 2018. Namun, rancangan perda itu hingga kini belum disahkan DPRD Kepri karena ada sejumlah titik reklamasi di Batam yang belum disepakati bersama oleh Pemprov Kepri, Pemkot Batam, dan Badan Pengusahaan Batam.
”Pokja RZWP3K Pemprov Kepri awalnya mencantumkan 85 titik reklamasi, kemudian ditambah menjadi 114 titik, dan terakhir dikurangi lagi menjadi 42 titik. Hal ini harus dipastikan betul karena nantinya RZWP3K itu akan berlaku selama 20 tahun,” ujar Iskandarsyah.
Agar kasus serupa tidak terulang, yang akan dilakukan adalah mendorong semua izin investasi agar diproses menggunakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Meskipun ada dugaan kasus suap dalam reklamasi Tanjung Piayu, Iskandarsyah menyatakan, pembahasan Rancangan Perda RZWP3K akan tetap diteruskan karena menyangkut kebijakan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Padahal, melihat kasus yang telah terjadi, penyelewengan terhadap izin reklamasi bisa saja telah dilakukan dalam salah satu atau beberapa proyek lain di antara 42 rencana reklamasi yang tercantum di Rancangan Perda RZWP3K.
Menurut Iskandarsyah, agar kasus serupa tidak terulang, yang akan dilakukan adalah mendorong semua izin investasi agar diproses menggunakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan menggunakan sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS), diyakini proses perizinan akan memperkecil kemungkinan untuk diselewengkan.
”Selama ini, PTSP tidak diberi wewenang mengurus izin reklamasi. Akibatnya, pejabat daerah yang berwenang bisa bermain mengurus izin yang menguntungkan dirinya sendiri,” ujar Iskandarsyah.
Kebutuhan industri
Maraknya permohonan izin reklamasi di Kepri tidak bisa lepas dari kebutuhan industri di empat kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, yaitu Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjung Pinang. Sejumlah pejabat daerah terbukti memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkaya diri sendiri.
Dalam kasus korupsi dugaan suap izin lokasi rencana reklamasi di Tanjung Piayu itu, selain Nurdin, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sekaligus Ketua Pokja RZWP3K Kepri Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono.
Berdasarkan catatan Kompas, proyek reklamasi yang izinnya bermasalah juga ada di Batu Besar, Batam. Di lokasi itu, hutan bakau seluas 18 hektar dibabat untuk dijadikan kapling siap bangun. Proyek reklamasi di Tanjung Piayu dan Batu Besar itu diketahui berada di kawasan hutan lindung.
Sebagian warga pesisir di Kepri saat ini masih hidup dalam kemiskinan. Kekayaan sumber daya alam Kepri yang berlimpah hanya dinikmati segelintir orang. Ekonomi yang berkeadilan belum terwujud di sini.
Izin tambang pasir laut di Pulau Terong, Batam, yang ditandatangani Nurdin diduga juga menyalahi peraturan karena berada kurang dari 2 mil laut saat surut terendah dari garis pantai. Menurut rencana, tambang itu akan menyuplai pasir laut untuk sejumlah proyek reklamasi di Kepri, salah satunya reklamasi pantai Ocarina di Batam.
”Sebagian warga pesisir di Kepri saat ini masih hidup dalam kemiskinan. Kekayaan sumber daya alam Kepri yang berlimpah hanya dinikmati segelintir orang. Ekonomi yang berkeadilan belum terwujud di sini,” tutur Iskandarsyah.
Berdasarkan pantauan di lapangan, saat ini hanya ada satu proyek reklamasi yang sedang dikerjakan di Tanjung Piayu. Warga sekitar menyebutkan, di lokasi itu akan dibangun tempat pariwisata dan budidaya perikanan.
Tiga truk pengangkut tanah dan sebuah ekskavator terparkir rapi di lokasi tersebut. Tidak ada pekerja yang tampak, hanya ada sejumlah penjaga yang lalu lalang bersiaga di sekitar lokasi proyek.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Unit II Batam Lamhot Sinaga menyatakan telah mengecek lokasi itu pada Jumat, 12 Juli. Dari peninjauan tersebut, luas proyek diketahui 6,2 hektar dan berada di kawasan yang berbatasan dengan hutan lindung.
”Saya belum bisa memastikan apakah proyek reklamasi ini adalah yang dimaksud KPK. Proyek reklamasi yang dimaksud KPK itu luasnya 10,2 hektar, jadi selisihnya 4 hektar dengan proyek yang ini. Kami belum tahu sisanya itu akan mengarah ke hutan atau ke laut,” kata Lamhot.
Sementara itu, Kepala BP Batam Edy Putra Irawady menyatakan tidak mengetahui sama sekali terkait proyek reklamasi di Tanjung Piayu. ”Selama ini, saya hanya fokus dengan tugas untuk membangun harmonisasi dan kemudahan investasi serta ekspor di wilayah kerja BP Batam,” ujarnya.
Hingga Sabtu ini, kantor DKP di kompleks Kantor Gubernur Kepri di Tanjung Pinang dijaga tiga petugas satuan polisi pamong praja. Selain pegawai DKP, orang lain tidak diperbolehkan masuk ke kantor. Tidak ada pegawai DKP yang bersedia memberikan keterangan terkait proyek reklamasi di Tanjung Piayu.