KAIRO, JUMAT – Kisah dongeng tim nasional sepak bola Madagaskar terhenti di babak perempat final Piala Afrika 2019 Mesir seusai dibekap Tunisia 0-3, Jumat (12/7/2019) dini hari WIB. Kisah Madagaskar itu hanya akan menjadi “keajaiban” semalam jika tidak ada perubahan mendasar terkait pengelolaan sepak bola di negara itu.
Madagaskar, negara pulau di selatan Afrika, melesat bak meteor di Piala Afrika Mesir. Tim dari negara yang nyaris tidak punya tradisi sepak bola, liga profesional, bahkan presiden federasi, itu melumat juara dua kali Piala Afrika, Nigeria, 3-0, di penyisihan grup. Tim yang pertama kali terjun di Piala Afrika itu pun memuncaki grup B tanpa terkalahkan.
Mereka pun sempat bermimpi tinggi, yaitu menjadi tim debutan pertama yang lolos ke empat besar setelah Afrika Selatan pada 1996 silam. Namun, jam terbang dan kualitas pemain menjadi jurang pembeda kedua tim. Madagaskar kesulitan mengimbangi ritme permainan, fisik, dan teknik para pemain Tunisia—peserta Piala Dunia Rusia 2018.
Kekalahan dari Tunisia itu seolah membangunkan Madagaskar dari buaian dongeng atau mimpi indahnya. Pelatih Madagaskar Nicolas Dupuis mengingatkan, banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan negara itu untuk bisa kompetitif di Afrika. Tugas itu antara lain membangun sarana prasarana sepak bola yang masih sangat minim di negara itu. Tak heran, seluruh pemain timnas itu berkarir di luar negeri, terutama di liga kasta kedua Perancis.
Dupuis bahkan harus menyambi, yaitu melatih Fleury—klub kasta keempat di Liga Perancis—di sela-sela menjabat pelatih kepala timnas Madagaskar. Itu harus dilakukannya karena gajinya yang diperoleh dari Madagaskar tidak cukup membiayai kebutuhan hidupnya.. FIFA pun harus melakukan intervensi atas federasi sepak bola negara itu karena belum bisa memenuhi ketentuan statutanya.
“Banyak hal yang harus dilakukan oleh Madagaskar. Kami harus melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan. Jika tidak, capaian kami di sini hanyalah keajaiban semalam. Ke depannya bakal lebih sulit bagi kami,” ujar Dupuis, pelatih asal Perancis, yang mengaku terlanjur jatuh cinta dengan negara itu.
Meskipun punya banyak keterbatasan dan masalah, di bawah asuhan Dupuis, timnas Madagaskar melesat. Tim yang sebelumnya dipandang sebelah mata dan hanya bercokol di peringkat ke-190 pada 2013 silam itu kini menembus peringkat 180. Tak ayal, meskipun kalah dari Tunisia, Dupuis tetap bangga akan timnya. “Tim ini telah mencapai hal luar biasa. Namun, hari ini, tantangan yang harus kami hadapi terlalu tinggi,” tuturnya..
Di kubu sebaliknya, kemenangan itu menumbuhkan semangat dan kepercayaan diri di tim Tunisia. Langganan perempat final Piala Afrika itu sempat tampil kurang meyakinkan di penyisihan grup. Mereka tidak pernah menang dari tiga laga pada fase itu, termasuk atas tim-tim lemah seperti Mauritania dan Angola. Di perempat final, mereka lagi-lagi ditahan imbang sebelum akhirnya lolos lewat adu penalti atas Ghana.
Mereka pun kini berharap tinggi, yaitu menjuarai Piala Afrika. Terakhir kali mereka sukses meraih trofi itu adalah pada 15 tahun lalu. “Kami laik berada di babak ini (semifinal). Kami tim pertama yang mampu mengalahkan Madagaskar. Itu menunjukkan kualitas di tim ini. Ketika sudah di babak ini (semifinal), kami ingin melangkah sejauh mungkin,” tutur Pelatih Tunisia Alain Giresse.
Dua unggulan
Di semifinal, Tunisia akan menghadapi Senegal yang sehari sebelumnya menang 1-0 atas Benin. Duel semifinal lainnya akan mempertemukan dua tim unggulan sekaligus favorit juara, Aljazair dan Nigeria. Aljazair merebut tiket ke semifinal dengan cara dramatis, yaitu lewat babak adu penalti atas Pantai Gading setelah kedua tim imbang 1-1 di waktu normal. Aljazair, yang diperkuat penyerang sayap Manchester City, Riyad Mahrez, sempat kesulitan menembus pertahanan terorganisir Pantai Gading.
Mereka baru mampu mencetak gol di menit ke-20 berkat penyerang klub Galatasaray, Sofiane Feghouli, sebelum dibalas Pantai Gading oleh gol striker Jonathan Kodhija di menit ke-62. Di babak adu penalti, Aljazair menang 4-3. “Laga ini berjalan sangat sulit karena Pantai Gading tampil kompak, terorganisir, dan lebih cenderung menunggu kami berbuat kesalahan,” ujar Pelatih Aljazair Djamel Belmadi.
Meskipun lolos ke semifinal untuk kali pertama sejak 2010 silam, Belmadi tidak bisa terlalu gembira. Ia mencemaskan kondisi bek sayap kanan andalannya, Youcef Atal, yang harus ditarik keluar di menit ke-30 akibat cedera. Ia berharap cedera itu tidak terlaku serius sehingga ia bisa tampil di laga kontra Nigeria pada semifinal, Senin (15/7) dini hari WIB mendatang.
“Pikiran saya tertuju ke Atal. Ini (cederanya Atal) adalah satu-satunya titik hitam pada laga malam ini. Pemain (penting) seperti dia laik tampil di laga berikutnya, kontra Nigeria,” ujar Belmadi kemudian. (AFP/Reuters)