Saat masyarakat internasional masih merumuskan model pajak terhadap perusahaan penyedia layanan digital, Perancis telah membuat terobosan.
Kamis (11/7/2019), Senat Perancis menyetujui rancangan undang-undang (RUU) pajak baru yang memungkinkan otoritas memungut pajak terhadap perusahaan penyedia layanan digital. Dengan peraturan ini, Perancis bisa memungut pajak, misalnya terhadap Google dan Facebook.
UU itu akan berlaku dalam waktu 21 hari setelah disetujui kecuali pemerintah atau anggota parlemen mengajukan peninjauan kepada Mahkamah Konstitusi. Namun, hal itu tampaknya tidak mungkin terjadi karena RUU pajak yang baru mendapat dukungan luas di kalangan pemerintah serta anggota majelis perwakilan. Saat mulai berlaku, regulasi ini berlaku surut hingga 1 Januari 2019.
Besar pajak yang dipungut adalah 3 persen dari total penjualan perusahaan teknologi di wilayah Perancis (pendapatan lokal). Diatur pula, pajak hanya diterapkan pada perusahaan teknologi dengan penjualan global lebih dari €750 juta euro (sekitar Rp 11,8 triliun) dan mempunyai penghasilan di Perancis 25 juta euro (sekitar Rp 394,2 miliar) per tahun.
Pada bulan lalu, isu pajak terhadap perusahaan digital mewarnai pertemuan puncak G-20 di Jepang. Saat itu, masyarakat internasional tetap belum berhasil menemukan kesepakatan memadai mengenai model pajak yang bisa diterapkan terhadap perusahaan digital. Upaya mengubah aturan pajak dirasakan sangat mendesak karena selama ini perusahaan teknologi raksasa membuka kantor di negara dengan tingkat pajak sangat rendah, sementara sebagian besar pemasukan mereka berasal dari layanan di negara-negara yang tak dijadikan lokasi kantor. Situasi ini dinilai tidak adil.
Sebagai contoh, menurut BBC, Amazon pada 2006-2014 mendapatkan sebagian besar penghasilan di luar Amerika Serikat dari operasional di Eropa. Selama periode itu, Amazon mencatatkan hampir tiga perempat penghasilannya di Eropa ke sebuah perusahaan yang berdomisili di Luksemburg, negara dengan tingkat pajak sangat rendah. Dari negara itu, berbagai pembayaran kemudian dilakukan terhadap Amazon di AS.
Langkah Perancis mengundang reaksi AS, negara asal sejumlah perusahaan teknologi besar. Pemerintah AS menggelar penyelidikan. Setelah itu, bisa jadi AS menerapkan tarif atas produk Perancis karena menilai regulasi itu bertujuan menghambat perdagangan. Upaya Paris menjelaskan bahwa sasaran regulasi siapa saja, termasuk perusahaan teknologi asal Perancis dan China, tak membuat Washington mengendur.
Langkah yang dilakukan Perancis memperlihatkan keberanian membuat terobosan di tengah kebuntuan merumuskan solusi bagi perkembangan teknologi dan ekonomi digital. Dukungan kokoh pihak-pihak di dalam negeri menjadi prasyarat. Tentu saja, semangat yang perlu terus dipegang adalah inovasi bisnis harus tetap bisa tumbuh dengan baik, seraya menjaganya agar tetap ada imbal balik yang adil.