Banyak kemajuan telah dicapai dalam memajukan kedudukan perempuan di masyarakat. Ke depan, perempuan harus juga menjadi pusat pembangunan.
Dalam banyak hal, posisi perempuan telah membaik. Angka partisipasi sekolah, misalnya, tidak berbeda jauh antara laki-laki dan perempuan. Perempuan telah berpartisipasi dalam dunia kerja dan politik, menduduki posisi menteri di dalam kabinet yang tidak mengikuti stereotip peran perempuan.
Meski demikian, dalam seminar Hari Kependudukan Dunia, Kamis lalu, di Jakarta, terungkap bahwa perempuan masih tertinggal di dalam pembangunan. Satu hal yang menonjol adalah masih tingginya angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (AKI), yaitu 305 pada tahun 2015.
AKI adalah salah satu indikator kesejahteraan kita yang belum memenuhi target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yaitu sekitar 120. Indonesia harus bekerja keras menurunkan AKI jika ingin mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Masih tingginya angka AKI menggambarkan belum tercapainya cita-cita kemerdekaan, yaitu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tingginya AKI berhubungan dengan posisi sosial perempuan di masyarakat. Upaya memenuhi kecukupan gizi sejak muda dan selama kehamilan, pemeriksaan selama kehamilan, pertolongan saat melahirkan, hingga gizi ibu menyusui dan anak berusia di bawah lima tahun tidak sepenuhnya ada di tangan perempuan. Ada relasi kuasa di rumah tangga yang menyebabkan kebutuhan perempuan tidak semuanya dapat dipenuhi karena keputusan ditentukan laki-laki.
Tingginya AKI disebabkan juga tidak terlayaninya kebutuhan alat kontrasepsi. Penyebabnya dapat karena relasi jender yang timpang dan kebijakan pemerintah.
Data pemerintah, seperti diungkap dalam seminar Hari Kependudukan Nasional, Kamis kemarin, di Jakarta, memperlihatkan, sepertiga perempuan berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan. Di dunia kerja, partisipasi perempuan hanya 51,88 persen, sementara laki-laki 82,96 persen. Sebagian besar bekerja di sektor informal dengan upah lebih rendah dari laki-laki. Sebagian yang lain melakukan kerja rumah tangga yang tidak dihitung nilainya secara ekonomi.
Melalui pendekatan relasi jender, yaitu pembagian peran, kedudukan, tanggung jawab, serta kerja antara perempuan dan laki-laki berdasarkan norma di masyarakat, harus dapat diselesaikan agar ketimpangan akses terhadap sumber ekonomi, politik, dan sosial akibat tidak setaranya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dapat diatasi.
Presiden Joko Widodo menempatkan pembangunan manusia sebagai salah satu prioritas kerja pemerintahannya lima tahun mendatang. Perempuan adalah separuh dari jumlah penduduk dan sumber kekuatan ekonomi. Karena itu, pembangunan manusia harus menempatkan perempuan sebagai pusat pembangunan melalui kebijakan yang mendorong terciptanya relasi jender yang setara dan adil.