Nina Tunjung Mendongengkan Hidup yang Tidak Hitam-Putih
Cerita bagi Nina Tunjung adalah salah satu medium berbagi kepada anak-anak yang paling menyenangkan dan mujarab. Melalui dongeng yang ia tuturkan, Nina berusaha berbagi kisah tentang manusia yang tak melulu terdikotomi baik dan buruk. Anak-anak perlu juga memahami bahwa manusia selalu memiliki sisi hitam dan putih yang perlu diterima dengan terbuka.
Perempuan bernama lengkap Agustina Agni Tunjung itu dikenal sebagai pendongeng di Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan sapaan Nina Tunjung. Anak-anak menyapa perempuan kelahiran 35 tahun silam ini sebagai Kak Nina.
Sejak remaja, Nina kerap mengajar anak-anak di sekitar rumahnya di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Beberapa tetangga yang berkecukupan mempercayakan anaknya kepada Nina dan memberinya uang saku. Sisanya, Nina tak berharap bayaran. Ia sudah cukup senang membagi kemampuan yang ia miliki kepada anak-anak.
Suasana itu hilang ketika Nina harus hijrah ke Jakarta untuk bekerja sebagai tim kreatif di salah satu stasiun televisi swasta pada 2007. Hari-hari Nina banyak dihabiskan di kantor dan di jalan. Bekerja di kota metropolitan membuat sebagian hidup Nina hilang. Nyaris waktu luang untuk berkegiatan di luar rutinitas kerja tak ia miliki. Kerinduan itu tetap ada, tetapi keadaan tak memungkinkan saat itu.
Kerinduan itu membuncah ketika Nina pindah bersama suami ke Balikpapan pada 2010. Ketika Bodas Matahari lahir, Nina mencurahkan perhatian kepada putri pertamanya itu. Seiring berjalan waktu, Nina menemukan peluang untuk berbagi kepada anak-anak kembali. Pada 2013, Nina mendapat tawaran untuk mendongeng dalam kegiatan kumpul keluarga karyawan sebuah perusahaan di Balikpapan.
Nina menyambut tawaran itu dengan senang hati. Dari sana, nama Nina mulai dikenal sebagai pendongeng. Dukungan datang dari kawan-kawan Nina yang hobi membuat kerajinan tangan dengan kain perca. Mereka memberi Nina berbagai properti yang bisa digunakan untuk mendongeng.
Tak hanya mendongeng komersial, sejak saat itu, Nina menawarkan diri dan mendapat tawaran untuk mendongeng dalam berbagai kegiatan sosial. Bahkan, pada 2016 Nina mendongeng secara sukarela di Rumah Sakit Dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan selama setahun. Nina mendongeng di ruang tunggu pasien. Sasarannya, anak-anak berkebutuhan khusus, seperti pasien terapi wicara dan down syndrome.
Saya pikir kalau perhatian mereka dialihkan terhadap sesuatu yang menyenangkan, bisa membantu mengisi waktu luang mereka
“Biasanya antrean di rumah sakit cukup lama. Anak-anak pasti jenuh dan potensi konflik besar karena anak-anak dengan berbagai kebutuhan khusus berbaur. Saya pikir kalau perhatian mereka dialihkan terhadap sesuatu yang menyenangkan, bisa membantu mengisi waktu luang mereka,” kata Nina saat ditemui Sabtu (6/7/2019) lalu.
Benar belaka, ternyata anak-anak senang dan terhibur dengan dongeng yang disampaikan Nina. Ada anak yang mula-mula malu. Ada juga yang ikut bercerita bersamanya. Kisah-kisah yang Nina sampaikan ternyata dirindukan juga oleh anak-anak itu.
Setelah tidak mendongeng di rumah sakit itu, saat momen Lebaran tahun 2018, sesuatu membuat Nina terenyuh. Seorang anak berkebutuhan khusus menyapanya saat ia berkunjung ke rumah sahabatnya. “Kok Kak Nina enggak kelihatan bercerita lagi di rumah sakit?” kata Nina, menirukan anak itu. Perasaannya bercampur aduk.
“Itu salah satu yang bikin saya tidak berhenti bercerita,” kata Nina mantap.
Kisah keseharian
Dalam menyampaikan cerita, Nina berusaha mengerti kebutuhan pendengarnya. Jika pendengarnya adalah anak usia prasekolah, ia akan menggunakan karakter binatang sebagai tokoh dalam cerita. Alat peraga Nina menunjang hal itu, seperti karakter beruang, kera, dan buaya. Jika pendengar cerita Nina lebih besar lagi, Nina mengisahkan legenda-legenda di Nusantara. Bahkan, Nina kerap menyusun sendiri cerita yang ia sampaikan.
“Saya mencoba menceritakan kisah-kisah keseharian yang nyata. Setiap manusia itu tidak melulu baik dan melulu buruk. Manusia, selain punya kebaikan, ada juga kekurangan yang perlu diterima dan dipahami oleh anak-anak,” ujar Nina.
Sasaran pendengar dongeng Nina sebenarnya bukan hanya anak-anak. Jika dikategorikan, dongeng yang disampaikan oleh Nina bisa dinikmati oleh segala usia. Ia ingin berkomunikasi kepada orang tua dan pengajar bahwa cerita bisa juga menjadi salah satu medium untuk membangun kedekatan dengan anak.
Nina ingat betul, saat kecil, ayahnya menceritakan kisah kecerdikan Abu Nawas yang ayahnya karang sendiri sebagai pengantar tidur. Selain mendapatkan kisah yang menghibur, cerita-cerita itu tanpa disadari membuat hubungan Nina dan ayahnya semakin dekat.
Nina juga menyadari bahwa cerita membuatnya mudah menyerap materi belajar. Saat sekolah, Nina menggemari pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan keterampilan bercerita menarik. Dengan cerita, hal-hal rumit seolah mudah dipahami dan diingat.
Tidak ada orang yang menolak cerita. Cerita tidak mengancam pikiran. Tetapi teori, ideologi, atau apapun itu bisa membuat orang waspada
Nina sepakat dengan perkataan sastrawan AS Laksana bahwa siapa saja menyukai cerita. “Tidak ada orang yang menolak cerita. Cerita tidak mengancam pikiran. Tetapi teori, ideologi, atau apapun itu bisa membuat orang waspada. Untuk itu, teknik bercerita yang bagus dibutuhkan,” Nina mengutip AS Laksana dalam sebuah wawancara untuk profil penulis pada Frankfurt Book Fair 2015.
Nina merasa cerita untuk anak-anak masih relevan dituturkan dan didengarkan. Ada sesuatu yang berharga milik manusia yang perlu terus diasah. Selain ilmu pengetahuan, Nina percaya hati juga penting diolah sejak usia dini.
“Agar di dunia yang terus bergerak dengan cepat, anak-anak tetap punya keterampilan mengolah rasa dan menjadi peka,” kata Nina.
Nina tumbuh bersama kisah-kisah Lima Sekawan karya pengarang berkebangsaan Inggris, Enid Blyton. Petualangan-petualangan dalam karangan itu tanpa ia sadari ikut membentuk karakter Nina. Lima sekawan pergi ke banyak tempat, menemukan hal baru, dan mendapat pelajaran baru di setiap tempat yang dikunjungi. Begitu juga Nina dengan kegiatannya mendongeng.
Melalui berbagai cerita yang Nina tuturkan dan dengar dari anak-anak, ia banyak menemukan hal baru laiknya petualangan. Ia juga banyak belajar dari anak-anak. Sebagai seorang ibu, istri, dan pendongeng, Nina ingin memberi ruang kemungkinan yang bisa dipelajari. Melalui cerita, Nina tak ingin berhenti mendefinisikan diri dan kehidupan.
Nina Tunjung
Lahir: Ungaran, 13 Agustus 1984
Suami: Agustinus Agus Sudarsa (42)
Anak: Bodas Matahari (8) dan Soca Her Seta (6)
Pendidikan: Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro Semarang
Pengalaman
- Tutor Privat (2000-2006)
- Pendongeng (2013-sekarang)
- Voice Over Talent (2018-sekarang).
Komunitas: Dongeng Keliling (2016-sekarang); Keluarga Kita (2018-sekarang)