Masyarakat dari berbagai elemen menggelar aksi solidaritas #SaveIbuNuril di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (14/7/2019). Dalam aksi tersebut, mereka meminta agar Presiden Joko Widodo tidak ragu memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, mantan tenaga honorer di salah satu SMAN di Mataram yang menjadi korban kekerasan seksual.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Masyarakat dari berbagai elemen menggelar aksi solidaritas #SaveIbuNuril di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (14/7/2019). Mereka meminta Presiden Joko Widodo tidak ragu memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, mantan tenaga honorer di salah satu sekolah menengah atas negeri di Mataram yang menjadi korban kekerasan seksual.
Aksi solidaritas #SaveIbuNuril berlangsung pada acara hari bebas kendaraan di kawasan Jalan Udayana, Kota Mataram. Aksi yang dimulai sekitar pukul 08.00 Wita itu diawali dengan jalan kaki bersama sambil orasi dan membawa spanduk dan poster berisi poin-poin tuntutan.
Setelah sampai di area yang dipadati warga, mereka berhenti dan kembali berorasi. Sejalan dengan itu, mereka juga mengajak warga menandatangani poster sebagai bentuk dukungan terhadap amnesti bagi Baiq Nuril. Surat pernyataan yang meminta Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril juga dibagikan kepada warga. Tercatat ada 592 surat yang terkumpul.
Koordinator Umum Aksi Solidaritas #SaveIbuNuril Nurjanah mengatakan, elemen masyarakat yang tergabung dalam aksi itu berasal dari kalangan akademisi, buruh, mahasiswa, ibu rumah tangga, petani, lembaga swadaya masyarakat, penjual sayur, tukang ojek, dan lain-lain.
”Kami semua menyatakan keprihatinan mendalam atas putusan kasasi dan peninjauan kasasi terhadap Nuril. Putusan itu membuat korban pelecehan seksual dengan mudah dijerat balik sebagai sumber atau pelaku kejahatan. Pidana penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta dengan kurungan subsider 3 bulan terhadap Baiq Nuril ini dapat menjadi preseden buruk, membuat korban-korban pelecehan seksual lain akan semakin takut bersuara,” tutur Nurjanah.
Menurut Nurjanah, putusan itu secara terang benderang melukai rasa keadilan dan melawan akal sehat. Itu juga menjadi barometer bahwa kalangan terpelajar sekalipun masih awam tentang pelecehan seksual.
”Biasanya yang dianggap pelecehan seksual adalah hanya ketika melibatkan kontak fisik dan pemaksaan. Padahal, lingkup pelecehan seksual jauh lebih luas dari itu dan juga melibatkan aksi verbal seperti permintaan, komentar, serta gestur seksual yang tidak diinginkan seseorang,” kata Nurjanah.
Nurjanah menambahkan, di era digital, pelecehan seksual tidak hanya terjadi dalam interaksi tatap muka, tetapi juga dapat ditemukan dalam media daring, telepon, ataupun melalui pesan singkat. ”Ketidakpahaman itu berujung pada pemidanaan pada korban pelecehan seksual,” kata Nurjanah.
Menurut Nurjanah, sekarang saat tepat bagi Presiden Jokowi untuk menggunakan kewenangan konstitusional menghadirkan keadilan bagi warga negaranya.
Jangan ragu
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan, pasca-putusan PK itu, satu-satunya langkah yang masih menjadi kewenangan Presiden untuk memberikan amnesti atas dasar keadilan dan kemanusiaan kepada warga negaranya.
”Presiden sebagai kepala negara sudah sepatutnya memberikan amnesti dalam kerangka melindungi para korban kekerasan seksual. Inilah yang menjadi pertimbangan kepentingan negara melindungi warga negaranya,” kata Nurjanah.
Menurut Joko, Presiden jangan ragu memberikan amnesti itu. ”Presiden tidak sendirian. Dukungan untuk memberikan amnesti bagi Nuril sudah sangat menguat di DPR. Ketua DPR dan semua fraksi sudah menyatakan kesediaan untuk memberikan pertimbangan dan menyetujui jika Presiden meminta pertimbangan DPR guna memberikan amnesti untuk Baiq Nuril Maknun,” ujarnya.
Menurut Joko, sebelumnya kalangan akademisi juga menyampaikan pendapat hukum bahwa esensinya pemberian amnesti bagi Baiq Nuril tidak bertentangan dengan kaidah hukum.
”Dukungan luas juga datang dari publik baik individu maupun organisasi. Mereka sudah mengajukan permohonan penundaan eksekusi dan pemberian amnesti bagi Baiq Nuril kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Petisi daring (change.org) telah menembus angka 300.000 yang mendukung Presiden memberikan amnesti,” kata Joko.
Selain itu, dukungan pemberian amnesti juga mengalir dari organisasi nasional seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah serta organisasi internasional seperti Amnesty International dan Southeast Asia Freedom of Expression Network.
”Dukungan sudah sangat banyak. Tidak ada lagi sekat agama, partai politik, dan lainnya. DPR pada prinsipnya akan membantu kalau Presiden bersurat (kepada) DPR,” kata Joko.