Angka kemiskinan di Provinsi Papua naik dari 27,43 persen pada September 2018 menjadi 27,53 persen pada Maret 2019. Kenaikan itu terjadi secara merata, baik di kota maupun desa.
Oleh
FABIO COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Angka kemiskinan di Provinsi Papua meningkat dalam enam bulan. Angka kemiskinan naik dari 27,43 persen pada September 2018 menjadi 27,53 persen pada Maret 2019. Kenaikan itu terjadi secara merata, baik di kota maupun desa.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Simon Sapary, di Jayapura, Senin (15/7/2019). Simon mengatakan, persentase penduduk miskin di Papua, baik daerah perkotaan maupun perdesaan, mengalami kenaikan dari periode September 2018 hingga Maret 2019.
Angka penduduk miskin di perkotaan naik 0,25 poin persen dari 4,01 persen menjadi 4,26 persen. Sementara, angka kemiskinan di daerah perdesaan naik 0,19 poin persen dari 36,65 persen menjadi 36,84 persen.
Simon mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan tersebut. Pertama, faktor besarnya inflasi di Papua yang mencapai 2,90 persen. Angka ini melebihi inflasi nasional yang hanya sebesar 1,52 persen.
Faktor kedua adalah perekonomian Papua pada triwulan IV-2018 turun -15,66 persen dan triwulan I-2019 turun -13,69 persen. Faktor berikutnya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Papua juga mengalami peningkatan pada Februari 2019 menjadi 3,42 persen, lebih tinggi apabila dibandingkan TPT pada Agustus 2018 yang sebesar 3,20 persen.
”Diperlukan sebuah program untuk memberdayakan masyarakat di Papua dengan kekayaan alam yang besar,” kata Simon.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Papua Bagas Susilo menambahkan, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, yakni 885,35 ribu jiwa. Jumlah itu mencakup 36,84 persen dari total penduduk Papua.
Ia menilai, seharusnya dana desa yang mencapai triliunan rupiah bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi faktanya belum optimal. Para pemangku kepentingan pun diminta memperkuat monitoring agar penggunaan anggaran dana desa tersebut tepat sasaran.
Anggota DPR Provinsi Papua, Yonas Nusy, mengatakan, diperlukan evaluasi terhadap penggunaan dana otonomi khusus (otsus) karena belum berdampak mengatasi masalah kemiskinan di Papua.
Sektor ekonomi mikro belum mengalami peningkatan yang optimal selama bergulirnya dana otsus sejak tahun 2001. Padahal, Papua memiliki potensi kekayaan sumber daya alam, baik dari sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, maupun perikanan.
”Selama ini, masyarakat di Papua lebih dominan konsumtif daripada menghasilkan produk sendiri yang bernilai ekonomis,” ujar Yonas.