Komitmen Indonesia untuk mendapatkan kesepakatan perdagangan yang adil terlihat dari isu minyak sawit yang sedang marak saat ini. Indonesia, tuturnya, akan melawan diskriminasi perdagangan minyak sawit oleh Uni Eropa.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Indonesia berupaya menonjolkan peran Tidore, Maluku Utara, sebagai salah satu titik penting perdagangan rempah-rempah dunia di masa lampau. Narasi tersebut bertujuan untuk menunjukkan Indonesia turut berkontribusi besar dalam mendorong globalisasi.
Direktur Eropa I Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Dino R Kusnadi di Jakarta, Senin (15/7/2019), mengatakan, kejayaan Tidore sebagai daerah penghasil rempah-rempah dunia meredup setelah komoditas tersebut tidak lagi langka. Saat ini, perkembangan Tidore relatif lambat dibandingkan daerah-daerah lainnya di nusantara.
“Kami ingin hadirkan catatan sejarah mengenai kemaritiman Indonesia. Posisi sentral Tidore membuatnya menjadi salah satu tujuan ekspedisi Ferdinand Magellan dan Juan Sebastián Elcano pada 1500-an,” kata Dino di sela-sela rangkaian 10th Meeting of the Global Network of Magellan Cities (GNMC) di Jakarta, Senin.
Ekspedisi Magellan dan Elcano berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bumi itu bulat. Selain itu, ekspedisi keduanya membentuk jalur perdagangan dunia melalui komoditas rempah-rempah yang turut mendorong awal mula globalisasi.
Menurut Dino, hal yang perlu diluruskan adalah Indonesia telah memiliki jalur perdagangan sendiri sebelum kedatangan Portugal dan Spanyol. Untuk itu, forum diskusi lintas instansi dan negara diperlukan untuk memperbaiki narasi mengenai Tidore dan peran Indonesia.
GNMC, Pemerintah Kota Tidore, Kementerian Luar Negeri, dan sejumlah instansi lainnya berkolaborasi untuk mengadakan diskusi membahas kondisi Indonesia, teknologi kelautan, kedatangan Portugal dan Spanyol, serta persaingan Tidore dan Ternate pada masa ekspedisi Magellan dan Elcano.
Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, perwakilan Presiden GNMC Catarina Marques de Almeida Vas Pinto, dan Sultan Tidore Husain Alting Sjah.
Catarina mengatakan, diskusi tersebut diperlukan untuk mengingat kembali sejarah dan bagaimana negara bisa belajar dari situ. “Jalur perdagangan laut merupakan alasan yang menghubungkan kita,” tuturnya.
Adapun GNMC merupakan jaringan global 19 kota di berbagai negara yang pernah dilalui oleh Magellan. GNMC diinisiasi oleh Portugal dan Spanyol. Tidore adalah salah satu anggotanya.
Cegah kolonisasi
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, forum diskusi mengenai ekspedisi Magellan menjadi wadah untuk menggali potensi kerja sama antara Indonesia dengan kota-kota yang menjadi anggota GNMC. Kedua pihak memiliki potensi kerja sama di berbagai bidang, terutama kemaritiman.
“Namun, ada kepahitan yang perlu diingat. Jika melihat sejarah, perdagangan rempah-rempah menjadi awal masuknya kolonisasi sehingga perdagangan tidak adil bagi Indonesia. Kita harus mencegah hal ini terjadi lagi,” kata Retno.
Komitmen Indonesia untuk mendapatkan kesepakatan perdagangan yang adil terlihat dari isu minyak sawit yang sedang marak saat ini. Indonesia, tuturnya, akan melawan diskriminasi perdagangan minyak sawit oleh Uni Eropa.
Dino menambahkan, salah satu sektor kerja sama yang dapat dilakukan adalah pariwisata di bidang sejarah dan budaya. Tidore memiliki potensi sejarah sebagai salah satu titik utama perdagangan rempah-rempah dunia. Selain itu, budaya kesultanan yang dimiliki Tidore juga dapat memikat wisatawan untuk datang.