Mimpi Geisler Untuk Indonesia Terancam Pupus
Matahari baru saja menghangati hari, namun Geisler Ap sudah bermandikan keringat. Juara kelas ringan super (silver) WBC Asia Pasifik itu menjalani latihan rutin di tempat berukuran 3x4 meter persegi di belakang kompleks salah satu instansi pemerintahan di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (13/7/2019).
Geisler terus berlatih meskipun pertarungan wajib untuk mempertahankan gelar melawan petinju Pakistan Muhammad Bilal, belum pasti bisa digelar. Petinju asal Kabupaten Biak Numfor itu kesulitan dana untuk membiayai duel yang rencananya akan digelar di Gedung Olahraga Waringin, Jayapura, pada 20 Juli itu.
Apabila Geisler tak mampu membayar biaya itu hingga tenggat yang ditentukan, gelarnya akan dicabut oleh WBC Asia Pasifik
Tanpa sponsor, Geisler harus mengumpulkan biaya sekitar Rp 700 juta-Rp 800 juta untuk menggelar laga melawan Bilal. Geisler bersama manajemennya baru mengumpulkan sekitar Rp 285 juta. Terakhir ia mendapatkan bantuan Rp 100 juta dari Polda Papua.
"Kami mendukung penuh upaya untuk meningkatkan prestasi tinju di tanah Papua. Salah satunya dengan membantu Geisler. Ia berjuang bukan hanya untuk Papua namun bagi negara negara kita," tegas Kapolda Papua Inspektur Jenderal Rudolf Rodja.
WBC memberikan batas waktu hingga Selasa (16/7) bagi Geisler untuk melunasi pembayaran tahap awal sebesar Rp 400 juta. Uang ini untuk membayar akomodasi dan transportasi pihak WBC dan petinju lawan beserta timnya ke Jayapura. Apabila Geisler tak mampu membayar biaya itu hingga tenggat yang ditentukan, gelarnya akan dicabut oleh WBC Asia Pasifik.
Di tengah situasi sulit itu, Geisler berusaha konsisten berlatih. Ia juga masih harus menurunkan berat badannya dari 68 kilogram hingga masuk ke kelas 63,5 kilogram. Dia pun diet dengan tidak mengonsumsi nasi dan makanan berlemak. Ia lebih memilih mengonsumsi buah-buahan.
Selama ini, Geisler berlatih dengan biaya yang minim. Ia berhemat ketat agar memiliki uang yang cukup untuk menggelar laga menghadapi Bilal. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin, ia terpaksa berhutang ke temannya di Jayapura yang kini telah mencapai Rp 1,5 juta. "Kebetulan pemilik tempat gym tersebut teman baik saya. Biasanya setelah memiliki uang barulah saya membayar dia," tutur Geisler.
Masalah berulang
Masalah minimnya biaya yang menimpa Geisler sudah terjadi sejak ia berjuang untuk meraih gelar juara kelas ringan super (silver) WBC Asia Pasifik. Untuk menjalani pertarungan yang digelar 30 Maret 2019 itu, Geisler juga berjuang keras mencari biaya Rp 180 juta untuk menggelar pertandingan. Promotornya Nelson Nainggolan tak bisa mendukungnya untuk biaya sebesar itu.
Sepanjang bulan Februari 2019, ia dan tim sempat memasukkan proposal bantuan dana kepada sejumlah kepala daerah di tingkat kabupaten hingga provinsi, dan berbagai pihak. Bahkan, Geisler sempat menemui Menteri Olahraga Imam Nahrawi di Jakarta pada 14 Maret 2019 untuk menyampaikan kendala biaya yang dialaminya. Namun hasilnya nihil.
Geisler akhirnya mendapatkan bantuan dana dari Kapolda Papua saat itu Inspektur Jenderal Martuani Sormin yang ditemuinya langsung di Markas Polda Papua dan Bupati Biak Numfor Hery Ario Naap.
Teman-temannya dan organisasi kepemudaan seperti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, serta komunitas pemuda di Kota Jayapura dan Wamena pun beberapa kali menggelar aksi sumbangan bertema koin untuk Geisler di sejumlah ruas jalan umum. Akhirnya, sepekan menjelang perebutan gelar juara, Geisler dan manajemennya berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 180 juta.
Hasilnya, Geisler merebut gelar juara melalui pukulan KO hook kirinya yang mendarat di rahang petinju Thailand Thoedsak Sinam pada menit pertama ronde kedua di One Bell Park, Jakarta Selatan.
Pada laga mempertahankan gelar juara melawan Bilal kali ini, Geisler menjalani siklus yang sama, kesulitan biaya menggelar pertandingan. Kini, relawan Geisler yang tersebar di Jayapura, Wamena, Sentani hingga Manokwari di Papua Barat turut membantunya untuk mengumpulkan biaya. "Mereka dengan sukarela menggelar konser musik untuk menggalang biaya pertandingan saya. Mereka tahu saya berjuang untuk nama baik daerah dan negara," tutur petinju berusia 35 tahun itu.
Sekretaris Komisi V DPRD Papua Nathan Pahabol yang membidangi olahraga mengaku prihatin dengan nasib yang dialami Geisler. "Kami akan melakukan segala cara untuk membantunya. Sejumlah anggota Komisi V DPRD Papua akan memberikan bantuan kepadanya Senin (15/7/2019) ini," tutur Nathan.
Motivasi
Geisler memang sudah tidak muda lagi, namun semangatnya masih berkobar. Petinju tipe boxer itu telah menjalani 26 laga dengan 11 kemenangan KO dari catatan 14-11-1.
Bagi Geisler, tinju telah mengubah hidupnya yang sangat nakal saat masih sekolah di Wamena. Hampir setiap hari ia berkelahi. Sikapnya mulai berubah saat mengenal tinju pada usia 12 tahun.
Dua petinju tetangganya, Cosmos Sawon dan Beni Lokpere, yang pertama kali mengajak Geisler untuk berlatih tinju di Sasana Baliem Boxing Camp. Geisler dibimbing pelatih Manuel Rumbino yang mengajari cara mengontrol emosi dan lebih sabar saat menghadapi lawan sehingga bisa menang.
Proses pencerahan itulah yang membuat Geisler tak hanya fokus mengejar prestasi dalam dunia tinju. Pada 2015 ia bersama istrinya Mahrit Kaway membuka Sasana Geisler Boxing Camp untuk menampung anak-anak Papua. Keduanya ingin anak-anak muda Papua mengisi waktu dengan kegiatan yang positif.
Tempat latihan sasana itu memanfaatkan halaman kantor Bupati Jayapura dari Senin hingga Sabtu. Geisler kini melatih 29 petinju amatir berusia 12-25 tahun tanpa biaya. Anak didiknya berasal dari Jayapura, Biak Numfor hingga Wamena.
”Saya ingin, melalui tinju bisa menjauhkan generasi muda Papua dari tindakan kriminalitas, mengonsumsi minuman beralkohol dan menggunakan narkoba,” ujar Geisler.