Penelitian Seni Budaya Harus Bermanfaat bagi Masyarakat
›
Penelitian Seni Budaya Harus...
Iklan
Penelitian Seni Budaya Harus Bermanfaat bagi Masyarakat
Institut Seni Indonesia Surakarta, Jawa Tengah, mendorong kelompok bidang keilmuan (peer group) dosen peneliti untuk membentuk pusat-pusat studi baru. Tujuannya untuk menumbuhkan minat, kemandirian, dan memperluas jejaring penelitian yang kelak bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS – Institut Seni Indonesia Surakarta, Jawa Tengah, mendorong kelompok bidang keilmuan (peer group) dosen peneliti untuk membentuk pusat-pusat studi baru. Tujuannya, menumbuhkan minat, kemandirian, dan memperluas jejaring penelitian yang kelak bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Hal itu disampaikan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Guntur dalam laporannya pada Sidang Senat Terbuka Luar Biasa Dies Natalis ISI Surakarta ke-55 Tahun 2019 di Pendapa GPH Joyokusumo, Jateng, Senin (15/7/2019).
“Mengacu Rencana Induk Pengembangan Penelitian ISI Surakarta Tahun 2016-2020, maka arah kebijakan penelitian guna meningkatkan mutu perguruan tinggi fokus meningkatkan kualitas dosen dan lembaga,” katanya.
Menurut Guntur, untuk menumbuhkan minat, kemandirian, dan memperluas jejaring penelitian, ISI Surakarta mendorong peer group dosen peneliti membentuk pusat-pusat studi. Hingga tahun 2019, pusat studi yang telah dibentuk adalah Pusat Studi Tari Dunia, Pusat Studi Teater dan Resolusi Konflik, Pusat Studi Arsip Seni, Pusat Studi Kawasan dan Pengembangan Inovasi Seni, dan Pusat Kajian Wayang.
Keberadaannya sejauh ini efektif meningkatkan jumlah penelitian para dosen. Pada tahun 2018, tercatat hanya ada 73 judul penelitian serta 9 judul Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPM). Dananya berasal dari ISI Surakarta dan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Pada 2019 meningkat menjadi 130 judul penelitian dan 20 judul PPM, serta satu penelitian penugasan Kemenristekdikti untuk mengembangkan tata kelola seni pertunjukan sebagai penguatan ekonomi kreatif untuk menghadapi era industri 4.0,” ujarnya.
Guntur mengatakan, ISI Surakarta juga mendorong hilirisasi hasil riset melalui penulisan artikel ilmiah di jurnal dan seminar supaya bisa bermanfaat bagi masyarakat. Pada tahun 2018, ada 73 artikel yang terbit di jurnal nasional tidak terakreditasi, 10 judul di jurnal nasional terakreditasi, dan 6 artikel di jurnal internasional bereputasi.
“Adapun artikel yang diterbitkan di prosiding seminar nasional ada 9 makalah dan prosiding seminar internasional 10 makalah,” katanya.
Menurut Guntur, ISI Surakarta juga berusaha membangun kesadaran dosen peneliti terhadap pentingnya hak cipta. Hal ini dilakukan untuk melindungi karya seni dan produk lain hasil riset mereka.
“Pertumbuhan kepemilikan hak cipta di ISI Surakarta pada tahun 2017-2018 meningkat cukup signifikan. Dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya berkisar antara 10-15 judul, pada tahun 2017 terdaftar 85 judul dan tahun 2018 ada 116 judul hak cipta dan empat Desain Industri,” ujarnya.
Duta Besar RI untuk Afrika Selatan Salman Al Farisi dalam sambutannya menyampaikan ISI Surakarta dapat turut berperan serta sebagai duta diplomasi kebudayaan Indonesia. Diplomasi kebudayaan akan semakin memperkuat hubungan antar bangsa.
“Kebudayaan dari sebuah negara merupakan salah satu unsur sangat penting yang harus dipahami secara baik kalau kita ingin maju dalam pergaulan antar bangsa. Utamanya dalam menjalin dan memelihara proses persahabatan atau kerja sama antar negara,” katanya.