Kementerian Hukum dan HAM telah merampungkan rekomendasi alasan hukum untuk proses amnesti Baiq Nuril dan telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Setelah itu, permohonan tersebut akan dibahas dengan Komisi III DPR pada masa sidang berikutnya, yaitu Agustus 2019.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Kementerian Hukum dan HAM telah merampungkan rekomendasi alasan hukum untuk proses amnesti Baiq Nuril dan telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Setelah itu, permohonan tersebut akan dibahas dengan Komisi III DPR pada masa sidang berikutnya, yaitu Agustus 2019.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, rekomendasi alasan hukum proses amnesti untuk Baiq Nuril telah selesai disusun. Rekomendasi tersebut disusun berdasarkan masukan dari para ahli hukum dan tata negara.
"Rekomendasi sudah kami serahkan kepada Presiden melalui Mensesneg. Ada pendapat yang mengatakan bahwa amnesti seharusnya diberikan untuk pidana yang berkaitan dengan politik. Namun, berdasarkan kajian dari para pakar dan Kemenkumham, ada peluang untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril," ucapnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, (Senin, 15/07/2019).
Yasonna mengatakan, nantinya Presiden akan berkirim surat melalui Mensesneg untuk meminta pertimbangan Komisi III DPR terkait proses amnesti ini. Ia berharap, pembahasan ini bisa dilakukan secepatnya, sebelum para anggota DPR mulai reses pada tanggal 26 Juli.
"Saya dengar dari Ketua DPR, Komisi III akan memberikan pandangannya sesegera mungkin," ujarnya.
Sebelumnya, Nuril mengajukan amnesti setelah MA menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan. Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan kepala sekolah tempatnya bekerja. Namun, Nuril malah didakwa melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dituduh menyebarkan konten pornografi.
Menurut Yasonna, opsi untuk melakukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya sudah tertutup. Oleh sebab itu, ia menjelaskan, upaya amnesti merupakan langkah paling memungkinkan, sekaligus menunjukan komitmen pemerintah terhadap perlindungan kesetaraan gender.
"Kami menghormati keputusan MA, tetapi pada saat yang sama, Presiden juga memiliki pertimbangan konstitusional dengan melihat banyak faktor dan alasan yuridisi," ujarnya.
Wewenang Presiden ini tertuang dalam pada Pasal 14 ayat 1 UUD 1945, yang berisi, Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Kemudian, dalam pasal 2 tertulis, Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, sebelum amnesti diberikan kepada Baiq Nuril, DPR akan mengkaji permohonan tersebut dan memberi pertimbangan ke presiden. Permohonan amnesti itu akan diproses DPR di masa sidang berikutnya, Agustus 2019.
Menurutnya, ada kemungkinan amnesti dapat diberikan karena putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali kasus Baiq memang mengandung poin-poin yang patut dipertanyakan.
Ia memaparkan, dalam vonis, Baiq terbukti melanggar Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Unsur utamanya seharusnya adalah menyebarkan atau mendistribusikan rekaman. Namun, dalam putusan MA, pertimbangan hakim justru lebih banyak menyoroti perbuatan Baiq merekam.
“Kami di komisi melihat memang ada yang bisa dipertanyakan. Karena merekam itu kalau berdasarkan Pasal 27 itu kan tidak diancam pidana, yang diancam adalah menyebarkan atau mendistribusikan. Dan jika dilihat, yang mendistribusikan ke publik itu bukan Bu Baiq,” kata Arsul.