Sejak dulu, pendidikan Indonesia dikenang dengan guru yang mengajar di depan kelas, murid mendengarkan. Belakangan, ada komunitas yang membantu guru untuk terus belajar mengikuti zaman. Namanya komunitas Bantu Guru Belajar Lagi (BGBL).
Komunitas tersebut digagas sejumlah anak-anak muda yang peduli pada pendidikan sejak 2017. Awal Juli lalu, komunitas BGBL menggelar acara Kamp Guru Penggerak di Bekasi. Sebanyak 18 guru TK, SD, SMP, dan SMA/SMK dari Bekasi ikut dalam kegiatan itu. Mereka terpilih dari 80 guru di Bekasi yang mendaftar.
Kamp Guru Penggerak digelar selama lima hari di sebuah ruangan. Tujuannya agar guru bisa bebas dan merdeka untuk belajar. Selain itu, guru yang mengikuti pelatihan diharapkan memiliki komitmen pada tujuan belajar, bisa mandiri dalam memilih cara belajar, serta memonitor proses dan hasil pembelajaran.
Pelatihan berlangsung semarak. Dinding ruangan itu penuh dengan kertas yang berisi curahan pendapat dan refleksi para guru. Mereka tampak antusias dan riang mengikuti pelatihan demi pelatihan yang yel-yel silih berganti. “Komitmen, mandiri, refleksi,” begitu yel-yel yang diteriakan para guru dengan nyaring dan kompak.
Rofiqotul Khusna, guru TK di Bekasi, peserta Kamp Guru Penggerak mengaku mendapat energi positif dari kegiatan tersebut. Dia senang bisa mendapat kesempatan belajar lagi dan berbagi dengan guru lainnya. “Kalau para guru saja jadi senang bisa belajar, kami membayangkan perasaan siswa yang juga akan senang belajar.
Di hari terakhir, para guru dikejutkan dengan kehadiran Tulus, musisi yang jadi salah seorang inisiator BGBL. Hadir pula Najelaa Shihab yang dikenal sebagai inisiator Semua Murid Semua Guru (SMSG) yang menggagas kolaborasi banyak komunitas peduli pendidikan untuk bergerak bersama mengatasi persoalan pendidikan Indonesia, termasuk komunitas BGBL.
Tulus mengatakan, dia bergabung bersama sejumlah inisiator BGBL lain karena menyadari betapa pentingnya peran guru karena bisa mengarahkan siswa mengejar mimpinya di masa depan. Ia mengenang, ketika di SD, guru kelasnya mendorong dirinya untuk percaya diri menyanyi di depan kelas. Bahkan, Bu Nur yang hingga kini dikenang Tulus, memuji suaranya yang indah dan mengatakan suatu saat ia bisa memilih profesi menjadi penyanyi.
“Saya dikelilingi banyak teman yang bergerak di bidang pendidikan. Bahkan yang bukan pendidik, tergerak jadi sukarelawan untuk guru. Saya pun yakin bahwa kita bisa berkontribusi untuk memperbaiki kondisi gawat darurat pendidikan," ujar Tulus.
Inisator lainnya Farli Sukanto, yang berprofesi sebagai arsitek mengatakan, ide membentuk BGBL muncul ketika para inisiator melihat sejumlah sukarelawan pendidikan terjun menjadi guru bantu di kawasan Sumur Batu, Bantargebang, Kota Bekasi. Dari situ tercetus gagasan untuk membuat kegiatan yang lebih berkelanjutan, yakni dengan membantu para guru meningkatkan kompetensi mengajar. Maka, terbentuklah BGBL.
“Kami ingin BGBL dapat membantu guru menerapkan (konsep) merdeka belajar untuk memperbaiki kompetensi menuju pendidikan yang terus berinovasi,” ujar Farli yang dipercaya menjadi Koordinator Umum BGBL.
Komunitas BGBL membuat program pelatihan reguler tiap bulan di Bekasi, lokasinya tergantung sekolah yang siap menjadi tuan rumah. Pelatihan dilakukan oleh sukarelawan BLBG dan sejumlah guru.
“Awalnya, sulit mengajak guru belajar lagi. Ada kuota 50 orang, yang hadir cuma lima guru. Tapi sekarang sudah mulai ada kesadaran guru untuk belajar lagi. Sudah lebih dari 400 guru yang bisa belajar lagi dengan dukungan BLBG,” ujar Farli.
Setelah itu, BGBL bergerak lebih jauh dengan menggelar acara Kamp Penggerak Guru. Program ini dibuat untuk menemukan guru-guru yang mau menjadi agen perubahan dan menjadi penggerak komunitas guru di Bekasi. Dengan demikian, kesempatan untuk belajar bagi guru semakin terbuka.
Para guru nantinya bisa bergabung di Komunitas Belajar Guru yang sudah ada dan bisa ikut acara Temu Pendidik Nusantara yang dipelopori Kampus Guru Cikal. Semuanya bagian dari jaringan SMSG.
Tulus mengatakan, awalnya BGBL menjangkau guru di Bekasi. Namun, kegiatan BGBL dalam bentuk pelatihan sudah mulai menjangkau para guru di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. “Kami enggak menyangka, gerakan ini bisa berkembang. Kami bareng-bareng cari dana dan mengerjakan bersama. Saya berterima kasih kepada para guru yang mau ikut belajar lagi dengan BGBL,” ujar Tulus.
Inisator lainya Taufik Hidayat, yang bekerja di bidang konstruksi di Cirebon, Jawa Barat, mengatakan, komunitas BGBL bisa berjalan karena adanya dukungan sukarelawan yang peduli pendidikan. Komunitas BGBL meyakini mendukung guru untuk belajar lagi penting karena setiap anak berhak atas pendidikan berkualitas. Guru yang baik dan merdeka akan mampu anak-anak kepada cita-cita yang mulia, yaitu berguna bagi orang lain.