Situasi di kawasan Timur Tengah akan kian memanas. Belum usai ketegangan Iran dan AS, Turki mendatangkan persenjataan dari Rusia, mengabaikan rayuan NATO.
Meskipun bolak-balik diancam sekutunya di NATO, termasuk Amerika Serikat, Turki tetap membeli peluru kendali (rudal) sistem pertahanan udara dari Rusia, S-400. Sesuai dengan pernyataan Kementerian Pertahanan Turki, kehadiran pertama suku cadang dan bagian dari rudal itu pada 12 Juli 2019, mendarat di Pangkalan Udara Murted, dekat Istanbul, Turki (Kompas, 13/7/2019).
Kantor berita resmi Rusia, TASS, menyebutkan, pengiriman kedua akan dilakukan dalam waktu dekat. ”Pengiriman ketiga lewat laut akan membawa 120 rudal dengan berbagai tipe. Kemungkinan pengiriman itu akan dilakukan pada akhir musim panas ini,” tulis TASS.
AS membujuk Turki agar membatalkan pembelian rudal S-400 sekaligus mengancam akan menjatuhkan aneka sanksi ekonomi jika Turki tetap membelinya. Bahkan, Presiden AS Donald Trump dikabarkan telah siap mengumumkan sanksi AS dalam beberapa hari ke depan.
Kehadiran S-400 akan membuat Turki kehilangan hak menjadi bagian dari pengembangan pesawat tempur canggih, F-35. Turki juga akan kehilangan kesempatan menjadi pemasok suku cadang pesawat tersebut.
Pada April lalu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Turki telah menginvestasikan 1,2 miliar dollar AS dan 2,3 miliar dollar AS sisanya sedang dalam proses. ”Kami benar-benar memenuhi semua kewajiban kami sebagai negara yang berada dalam program F-35,” katanya. Jika Turki tetap terlibat dalam program F-35, NATO takut data terkait pesawat itu akan ”dicuri” untuk dipakai Rusia.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, mestinya NATO bangga dengan pembelian rudal ini karena Turki akan menjadi negara kuat yang juga akan memperkuat NATO sebagai organisasi pertahanan. Turki juga sudah memesan 100 pesawat F-35 untuk memperkuat pertahanannya. ”Kami masih setia dengan F-35,” ujar Erdogan.
Di kawasan Timur Tengah, sejak 2016, Turki, Rusia, dan Iran tergabung dalam koalisi menggempur Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Berkat bantuan koalisi, Irak berhasil mengusir NIIS keluar dari negaranya. Di Suriah, militer Turki sempat menembak pesawat Rusia meski akhirnya mereka sepakat saling bertukar info jika akan melakukan serangan.
Erdogan menyatakan, Turki tetap ingin membeli rudal Patriot dari AS dan ingin meningkatkan perdagangan dan kerja sama pertahanan yang komprehensif. Turki dan AS sedang membahas volume perdagangan timbal balik senilai 75 miliar dollar AS sampai 100 miliar dollar AS. ”Akankah kita berurusan dengan gosip ini? Kita adalah mitra strategis,” katanya.
Erdogan tentu memikirkan risiko pembelian rudal S-400 terkait aliansi NATO dan ancaman AS. Apakah Erdogan ingin mengalihkan ”kegeraman” AS kepada sekutu dekatnya Iran atau uji nyali menghadapi AS dan NATO. Pembelian itu membuat suasana Timur Tengah kian memanas.