JAKARTA, KOMPAS - Hari Selasa (16/7/2019) ini Dewan Perwakilan Rakyat direncanakan membahas surat permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo. Atas dasar rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, Presiden meminta agar DPR memberi pertimbangan atas rencana pemberian amnesti tersebut.
Surat permintaan pertimbangan pemberian amnesti Baiq Nuril diterima Sekretariat Jenderal DPR, Senin petang, lalu diteruskan kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo. Di surat itu, sebagaimana diunggah anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, di akun Instagramnya, Presiden Jokowi menyatakan hukuman yang dijatuhkan kepada Baiq Nuril menimbulkan simpati dan solidaritas di masyarakat yang berpendapat pemidanaan terhadap Baiq Nuril bertentangan dengan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.
Menurut Bambang Soesatyo, surat permohonan pertimbangan dari Presiden itu akan dibacakan di rapat paripurna hari Selasa ini. Selanjutnya, DPR akan menyelenggarakan rapat Badan Musyawarah dengan pimpinan fraksi untuk menugaskan komisi terkait, biasanya Komisi III yang membidangi hukum, untuk membahas pemberian amnesti itu. Rapat Badan Musyawarah akan langsung diadakan seusai rapat paripurna.
Berdasarkan Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, amnesti dan abolisi merupakan kewenangan presiden. Namun, Presiden membutuhkan pertimbangan dari DPR.
Datangi KSP
Pada Senin siang, Baiq Nuril mendatangi Kantor Staf Kepresidenan di Jakarta untuk menyerahkan permohonan amnesti. Dokumen permohonan amnesti dan hasil pencetakan dukungan 300.000 pengguna internet yang disampaikan lewat laman petisi daring change.org diterima Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Di surat permohonan, Nuril menceritakan perkara yang menimpanya bermula dari percakapan dan perilaku tak senonoh atasannya. Dia merekam percakapan itu dengan harapan bisa menghentikan pelecehan itu dan menceritakan kepada seorang teman. Temannya lalu menyampaikan hal itu ke DPRD Nusa Tenggara Barat.
Nuril dijadikan tersangka karena melanggar UU Informasi Transaksi Elektronik. Dalam putusan Pengadilan Negeri Mataram, Nuril dibebaskan. Namun, pada putusan kasasi yang diajukan jaksa, Mahkamah Agung memvonis Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Pada pengajuan peninjauan kembali, MA juga memperkuat putusannya.