SEOUL, SENIN— Reaksi menentang kebijakan Jepang memperketat ekspor komponen tertentu untuk pembuatan semikonduktor ke Korea Selatan kian meluas di kalangan warga Korsel. Puluhan pelaku usaha kecil dan menengah Korsel berunjuk rasa di ibu kota Seoul, Senin (15/7/2019).
Mereka menyerukan boikot produk-produk Jepang sebagai protes terhadap kebijakan negara itu. Para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan ”toko kami tidak menjual produk Jepang”.
Kim Sung-min, Presiden Korea Mart Association, mendesak para pemilik toko yang menjual produk Jepang untuk memboikot distribusi produk-produk Jepang sampai Tokyo meminta maaf atas kebijakan mereka.
Sebelumnya, ribuan warga Korsel menandatangani petisi yang dikirimkan ke laman kantor presiden, berisi seruan boikot produk Jepang dan boikot bepergian ke Jepang, termasuk untuk tidak datang pada Olimpiade Tokyo tahun depan. Terkait seruan boikot tersebut, para pedagang juga melaporkan adanya penurunan penjualan bir dari Jepang.
”Kami akan terus memboikot konsumsi dan distribusi barang-barang dari Jepang hingga Pemerintah Jepang dan pemerintahan Shinzo Abe meminta maaf dan menarik pembalasan ekonominya,” kata Kim.
Presiden Korsel Moon Jae-in menyebutkan, kebijakan pengetatan ekspor oleh Jepang akan menghancurkan kerja sama ekonomi Korsel-Jepang, dan Jepang akan menerima dampak yang lebih besar.
Kebijakan pengetatan ekspor oleh Jepang itu mulai berlaku awal Juli ini. Pejabat Jepang menyebut ”adanya manajemen yang tidak memadai” atas barang-barang sensitif yang diekspor ke Korsel sebagai alasan kebijakan tersebut.
Ketegangan memanas saat televisi Jepang, NHK dan FNN, melaporkan bahwa hydrogen fluoride—salah satu barang yang dikenakan kebijakan kontrol ketat itu dan bisa dijadikan bahan membuat senjata kimia—dikirim dari Korsel ke Korea Utara.
Ketegangan memanas saat televisi Jepang, NHK dan FNN, melaporkan bahwa hydrogen fluoride—salah satu barang yang dikenakan kebijakan kontrol ketat itu dan bisa dijadikan bahan membuat senjata kimia—dikirim dari Korsel ke Korea Utara. Korsel menyatakan, laporan televisi Jepang itu tanpa dasar.
Seoul menyebut kebijakan pengetatan ekspor oleh Jepang dimaksudkan untuk membalas pengadilan Korsel yang menghukum perusahaan-perusahaan Jepang agar memberikan kompensasi kepada warga Korsel yang menjadi korban kerja paksa di perusahaan-perusahaan itu selama Perang Dunia II.
Kementerian Perdagangan Korsel menyatakan, mereka berencana mengajukan keberatannya terhadap pengetatan ekspor Jepang pada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pekan lalu, kantor kepresidenan Korsel mengajukan permohonan investigasi oleh Dewan Keamanan PBB atau badan dunia lainnya untuk memeriksa kebijakan kontrol ekspor Jepang dan Korsel.
Analisis mengatakan, ada kekhawatiran bahwa Jepang akan memperluas kontrol ekspornya pada industri-industri lain. Park Ki-young, juru bicara Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel, mengatakan, pihaknya mengantisipasi kemungkinan Jepang menghapus Korsel dari daftar 27 negara penerima perlakuan khusus dalam kerja sama perdagangan dengan Jepang. Jika perlakuan khusus itu dicabut, perusahaan-perusahaan Jepang harus mengurus satu per satu ekspor lebih dari 850 item ke Korsel.