Amerika Serikat menunjukkan sikap hati-hati dalam menangani perseteruan antara Jepang dan Korea Selatan. Hingga kini, AS belum merinci mengenai strategi yang akan dilakukan untuk mendamaikan kedua sekutu terdekatnya di Asia itu.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
SEOUL, RABU — Amerika Serikat menunjukkan sikap hati-hati dalam menangani perseteruan antara Jepang dan Korea Selatan. Hingga kini, AS belum merinci mengenai strategi yang akan dilakukan untuk mendamaikan kedua sekutu terdekatnya di Asia itu.
Sejak awal Juli 2019, Jepang mewajibkan eksportir material untuk perangkat elektronik mengajukan izin setiap akan mengirimnya ke Korea Selatan (Korsel). Korsel menduga kebijakan ini sebagai pembalasan akibat Korsel mewajibkan perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada warga Korsel yang menjadi tenaga kerja paksa pada Perang Dunia II.
”AS akan melakukan apa yang bisa dilakukan (untuk membantu menyelesaikan permasalahan),” kata Asisten Sekretaris Negara untuk Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik David Stilwell, yang sedang berkunjung ke Seoul, Korsel, selama tiga hari, Rabu (17/7/2019).
Pernyataan tersebut sedikit berbeda dengan yang dikemukakan Stilwell kepada media Jepang, pekan lalu. Waktu itu, Stilwell mengatakan, AS tidak akan terlibat dalam perselisihan tersebut. AS lebih mendorong kedua negara menggunakan jalur dialog.
Washington terlihat ragu-ragu untuk terlibat secara terbuka dalam perselisihan antara Jepang dan Korsel. Kepada media Korsel, pernyataan Stilwell itu juga tidak menyebutkan langkah konkret apa saja yang akan dilakukan untuk membantu menyelesaikan masalah. Tidak bisa dimungkiri, perselisihan Jepang-Korsel dapat memengaruhi pasokan cip dan ponsel pintar secara global.
Kendati demikian, pejabat senior Kantor Kepresidenan Korsel Kim Hyun-chong mengatakan, Stilwell menyampaikan, AS sangat mengerti keseriusan sengketa perdagangan kedua negara ini. Stilwell dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha pada Rabu sore ini.
Sebelumnya, Kang telah menelepon Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk meminta bantuan AS, pekan lalu. Dalam perbincangan mereka, Korsel menyampaikan pandangan bahwa kebijakan Jepang dapat mengganggu rantai pasokan global dan kerja sama trilateral.
Salah seorang pejabat Korsel lainnya mengatakan, pengetatan sejumlah komoditas ekspor yang dilakukan Jepang akan memengaruhi kinerja operasional perusahaan ponsel pintar terbesar Korsel, Samsung. Salah satu perusahaan Samsung yang akan terkena dampak berada di kota Austin, Texas.
Pengetatan sejumlah komoditas ekspor yang dilakukan Jepang akan memengaruhi kinerja operasional perusahaan ponsel pintar terbesar Korsel, Samsung.
Jepang dan Korsel merupakan sekutu terdekat AS di kawasan Asia Timur. Kedua negara ini menampung sekitar 80.000 personel pasukan AS. Namun, Jepang dan Korsel kerap berselisih mengenai sejarah dan perbatasan karena penjajahan Jepang di Semenanjung Korea pada 1910-1945.
Perselisihan antara Jepang dan Korsel yang sering terjadi mempersulit upaya AS untuk meningkatkan kerja sama trilateral dalam penanganan ancaman nuklir Korea Utara dan pengaruh China yang terus menguat.
Dorong dialog
Menteri Keuangan Korsel Hong Nam-ki mengatakan, Korsel berupaya agar industrinya tidak terlalu bergantung pada industri Jepang. Pemerintah Korsel sedang menyusun rencana komprehensif agar lebih mandiri dari material, komponen, dan peralatan industri Jepang.
Namun, Korsel juga menginginkan agar kedua negara berdialog meskipun kebijakan Jepang dianggap tidak konsisten dengan prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hong meminta Tokyo menghentikan pembatasan yang dilakukan.
Jepang merupakan pemasok utama material teknologi tinggi, seperti fluorinated polyimide, photoresist, dan high purity hydrogen fluoride. Material itu merupakan bahan baku untuk memproduksi semikonduktor serta layar ponsel dan televisi. Jepang sebelumnya menyatakan, pengetatan ekspor terjadi karena Korsel diduga mengirim material tersebut ke Korut sehingga dapat digunakan dalam pembuatan senjata.
Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono memperingatkan Korsel bahwa Tokyo akan mengambil langkah lebih jauh jika terus mendorong isu yang berkaitan dengan sejarah. Tokyo telah meminta arbitrase pihak ketiga untuk perselisihan mengenai kerja paksa yang telah diatur dalam perjanjian yang dibuat pada 1965. (REUTERS/AP)