Cukup Berhenti di EP dan AF
Kekerasan seksual terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Ketimpangan itu bisa terjadi karena aspek sosial, jender, ekonomi, dan usia.
Dua remaja putri di Bekasi dan Depok mengalami kekerasan seksual yang berakibat fatal bagi keduanya. Penegakan hukum dan perlindungan bagi korban oleh semua pihak didorong agar lebih optimal.
Dalam dua minggu, polisi menangkap pemerkosa anak di bawah umur di Bekasi dan Depok, Jawa Barat.
Di Bekasi, polisi menangkap HS (71) karena memerkosa EP (15), anak asuhnya. EP meninggal dua hari setelah melahirkan anak dari tindak asusila HS.
”Pada Minggu (30/6/2019), korban melahirkan. Bayi yang lahir prematur saat kandungan berumur tujuh bulan itu meninggal. Lalu, HS membawa jasad bayi pulang ke rumahnya di Perumahan Blue Safir, Rawalumbu, Bekasi. Jasad bayi dikuburkan di pot bunga di lantai 2,” kata Kepala Polisi Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto, Kamis (4/7).
Senin sekitar pukul 19.00, korban diizinkan pulang. Di rumah, kondisi korban semakin lemah sehingga pada Selasa (2/7/2019) sekitar pukul 16.00, dia dibawa kembali ke rumah sakit dan meninggal pukul 18.00.
Indiarto menuturkan, EP tinggal di rumah pelaku sejak 2017. EP dititipkan sang ibu karena pergi kerja ke luar daerah. ”Awalnya, pelaku meminta korban memijat. Kemudian, terjadilah kekerasan seksual itu. Korban diminta tutup mulut dan (pelaku) mengancam akan mengusirnya,” katanya.
Awalnya, pelaku meminta korban memijat. Kemudian terjadilah kekerasan seksual itu. Korban diminta tutup mulut dan (pelaku) mengancam akan mengusirnya.
Kasus serupa terjadi di Depok. Kepolisian Resor Depok menangkap dua orang yang diduga memerkosa AF (17). Korban remaja putri yang tertekan itu lalu nekat loncat dari jembatan penyeberangan orang Margonda, Depok. AF bisa diselamatkan oleh anggota satuan polisi pamong praja setempat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kota Depok Komisaris Deddy Kurniawan, Minggu (15/7/2019), mengatakan, tersangka MS ditangkap pada Sabtu (13/7/2019) di kontrakannya di depan Stasiun Depok Baru. Sementara AS ditangkap saat mengemudikan angkot 112 jurusan Kampung Rambutan-Depok.
”Dua pelaku yang kami tangkap tersebut positif mengonsumsi narkoba. Kami berkoordinasi dengan satuan narkoba mendalami penyalahgunaan narkotika jenis sabu ini,” katanya.
Berdasarkan pengakuan AF, kata Deddy, ia diperkosa, dipaksa mengonsumsi narkoba, hingga ditawarkan kepada pria lain. MS diketahui merupakan sahabat ibu AF. Sekitar setahun yang lalu, AF dititipkan ibunya kepada MS. Di situlah AF menjadi korban kekerasan seksual dan ditawarkan kepada sejumlah teman MS untuk menghasilkan uang.
”AF mendapat ancaman jika tidak mengikuti permintaan MS. Ia kerap dipukul menggunakan tali pinggang. Selain itu, MS juga meminta AF untuk menjual narkoba,” kata Deddy.
Kepala Subbagian Humas Polres Kota Depok Ajun Komisaris Firdaus mengatakan, pihaknya masih berusaha mencari alamat keluarga AF.
”Saat ditanya, AF mengatakan, ibunya tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Namun, lebih lanjut terkait alamat pasti, AF belum bisa memberi tahu karena masih terpengaruh sabu. Saat ini, AF dititipkan ke rumah perlindungan sosial Kota Depok. Sembari menunggu AF, kami tetap mencari pelaku lain dan memeriksa MS dan AS untuk proses penyidikan,” tutur Firdaus.
Masih belum stabil
Di rumah perlindungan sosial Kota Depok, perlu waktu mendekati AF. AF menolak berbincang terkait permasalahan yang menimpa dirinya.
”Jangan tanya saya, tanya polisi saja. Saya gak mau jawab,” katanya sembari menahan isak tangis. Rizka, petugas rumah perlindungan sosial yang berada di samping AF, langsung menenangkan dan memeluknya.
Jangan tanya saya, tanya polisi saja. Saya gak mau jawab.
”AF masih labil, tetapi ini sudah lumayan baik kondisinya. Kami berusaha untuk membuat nyaman AF di sini,” kata Rizka.
Setelah sekitar satu jam diam, AF didampingi Rizka mengonfirmasi sedikit informasi yang beredar. AF mengatakan dikenalkan kepada MS oleh ibu kandungnya. Namun, belum jelas apakah sang ibu menitipkannya kepada MS atau ada kejadian lain yang membuat AF berakhir tinggal di kontrakan MS serta mengalami kekerasan.
AF hanya bercerita bahwa ia memiliki kakak dan adik laki-laki. Setidaknya hingga setahun lalu, tiga bersaudara itu tinggal bersama ibu mereka. Ayahnya meninggal saat AF berusia sembilan tahun. Selama satu tahun tinggal bersama MS, ia tidak bisa menghubungi keluarganya karena tidak ada telepon serta dibatasi oleh MS.
Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku Pemerkosaan
Relasi kuasa
Psikolog dari Yayasan Pulih dan RSIA Bunda Aliyah Depok, Gisella Tani Pratiwi, mengatakan, kekerasan seksual terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Ketimpangan itu bisa terjadi karena aspek sosial, jender, ekonomi, dan usia.
”Kedudukan korban dan pelaku tidak setara sehingga pelaku menyalahgunakan posisinya yang lebih kuat untuk menyerang dan menggunakan korban demi kepentingan pelaku,” kata Gisella.
Kedudukan korban dan pelaku tidak setara sehingga pelaku menyalahgunakan posisinya yang lebih kuat untuk menyerang dan menggunakan korban demi kepentingan pelaku.
Kekerasan seksual pada anak dapat membawa beragam dampak terhadap pola pikir, emosi, dan perilakunya.
”Kebanyakan merasa bingung, tidak aman, dan cemas. Banyak juga yang merasa dirinya tidak lagi berharga dan mungkin berkembang menjadi gangguan psikologis yang lebih serius, seperti PTSD (post traumatic syndrome disorder),” ujarnya.
Untuk mencegah dan melindungi anak dari kekerasan seksual, orangtua dan masyarakat perlu membangun kesadaran bersama bahwa tidak ada seorang pun yang boleh mengalami kekerasan seksual dengan segala macam bentuknya. Semua aspek di sekitar anak harus memiliki perspektif perlindungan anak.
Menurut komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina, masalah perlindungan korban seperti yang diatur dalam UU Perlindungan Anak ataupun UU Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk memastikan memberikan bantuan psikologis guna penanganan trauma AF.
”Tentu saja ini merupakan pukulan yang berat bagi korban, apalagi apabila terindikasi adanya keinginan untuk bunuh diri. Maka, bantuan psikososial harus disegerakan,” ujar Elvina.
Tentu saja ini merupakan pukulan yang berat bagi korban, apalagi apabila terindikasi adanya keinginan untuk bunuh diri. Maka, bantuan psikososial harus disegerakan.
KPAI akan mendorong Pemerintah Kota Depok untuk memenuhi hak korban, yaitu hak rehabilitasi medis, psikis, dan melanjutkan pendidikan.
Peran aktif semua pihak diperlukan agar kisah pilu EP dan AF tidak kembali terulang.