JAKARTA, KOMPAS— Dinamika terkait persiapan pembentukan kabinet pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin belakangan ini cenderung menjadi permainan di tingkat elite. Masukan berbagai kelompok masyarakat tetap dibutuhkan dalam penentuan kursi menteri dan pembentukan pemerintahan periode 2019-2024.
Jokowi telah menerima ketua umum dan pengurus inti parpol pendukungnya di Istana Kepresidenan. Hal itu, antara lain, terjadi pada 1 Juli dengan menerima Partai Golkar, disusul Partai Kebangkitan Bangsa pada keesokan harinya, serta Partai Nasdem pada 8 Juli dan Partai Persatuan Pembangunan pada 9 Juli.
Dalam berbagai pertemuan tertutup itu, Jokowi diduga tidak hanya meminta masukan terkait arah pemerintahan lima tahun mendatang. Wacana terkait pembentukan kabinet dan pembagian jatah menteri juga disinggung.
Di saat yang sama, sejumlah parpol pendukung Jokowi- Amin telah menyiapkan sejumlah kadernya untuk diusulkan menjadi menteri. Beberapa parpol juga mempercepat konsolidasi internal melalui penyelenggaraan kongres dan forum sejenis, sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2019. Hal itu ditengarai untuk memuluskan proses pembahasan terkait jabatan di pemerintahan Jokowi-Amin lima tahun mendatang.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, tujuan setiap aktivitas politik adalah mendapatkan bagian kekuasaan. Oleh karena itu, Kalla tidak risau dengan banyaknya lobi yang dilakukan politisi kepada Jokowi sebagai presiden terpilih 2019-2024.
Kendati demikian, lanjut Kalla, tentu ada aturan dan kewajaran dalam pembagian kursi menteri. ”Partai yang dapat kursi banyak mendapat juga (jumlah posisi) di kabinet yang memadai,” ujarnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, pembagian jatah menteri memang dapat dilakukan secara proporsional sesuai perolehan suara parpol di pemilu legislatif. Jika demikian, PDI-P akan mendapat jatah menteri terbanyak, disusul Golkar, PKB, Nasdem, dan PPP. Sementara untuk parpol baru yang tidak masuk parlemen, tetap akan dipertimbangkan karena mereka sudah berjuang saat pemilu.
Permainan elite
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Usep Hasan, melihat proses pembentukan kabinet 2019-2024 terkesan menjadi permainan elite. ”Jika kabinet yang kelak terbentuk menggambarkan intervensi yang kuat dari partai-partai politik, Jokowi dapat dinilai gagal memanfaatkan secara utuh hak prerogatifnya untuk semakin memperbaiki pemerintahan lima tahun ke depan,” katanya.
Terkait hal itu, Usep berharap Jokowi secara optimal menggunakan hak prerogatifnya dan tidak membiarkan dirinya disetir oleh kepentingan parpol-parpol dalam menyusun kabinet.
Salah satu cara yang dapat dilakukan Jokowi untuk mewujudkan hal itu adalah juga dengan meminta masukan dari kelompok masyarakat sipil dan ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta akademisi dalam membentuk kabinet. Masukan seperti dari Komisi Pemberantasan Korupsi juga perlu didengar.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pemerintahan Jokowi-Amin memerlukan dukungan politik yang efektif lewat DPR. Oleh karena itu, parpol pendukung Jokowi-Amin berperan penting dalam menunjang efektivitas pemerintahan.
Meski demikian, lanjut Hasto, keputusan akhir dalam penyusunan kabinet tetap di tangan Jokowi. Kepentingan parpol pendukung tetap akan dibatasi oleh kepentingan nasional, khususnya terkait implementasikan program pembangunan ke depan.
”Semua agenda politik pemerintahan harus melalui kerja sama dengan DPR. Oleh karena itu, ke depan diperlukan mekanisme koordinasi yang lebih jelas untuk mengawal pemerintahan Pak Jokowi. Itu akan kami bahas di internal koalisi,” kata Hasto.
Setelah 17 Agustus 2019, lanjut Hasto, Jokowi akan bertemu kembali dengan para ketua umum partai pendukungnya guna membahas pembentukan kabinet. Struktur kabinet akan dimatangkan terlebih dahulu, baru kemudian ditentukan orang yang akan mengisinya.
”Menyusun menteri itu ada tahapan-tahapannya. Presiden masih punya waktu sekitar 14 hari setelah dilantik untuk menyusun kabinetnya,” ujarnya.
Menyerahkan
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyatakan menyerahkan sepenuhnya masalah penyusunan kabinet kepada Presiden. ”Kalau Bapak (Presiden Jokowi) anggap penting Nasdem di kabinet, tempatkan (menteri dari Nasdem). Tapi, kalau merasa tidak penting, jangan kasih apa-apa Nasdem itu,” kata Surya Paloh saat pembukaan sekolah legislatif Partai Nasdem, semalam, di Jakarta.
Menurut Surya Paloh, kini saat yang tidak mudah bagi Jokowi karena ada banyak masukan terkait pemerintahan, terutama mengenai susunan kabinet. Terkait hal itu, Jokowi perlu menilai mana parpol yang tulus membantu pemerintahan dan mana yang tidak.