Pulangkan Korban Pengantin Pesanan yang Masih di China
›
Pulangkan Korban Pengantin...
Iklan
Pulangkan Korban Pengantin Pesanan yang Masih di China
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terungkapnya sejumlah praktik perdagangan orang bermodus pengantin pesanan seharusnya mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah cepat menyelamatkan perempuan-perempuan korban yang masih berada di China agar bisa pulang ke Tanah Air. Langkah tersebut penting karena dikhawatirkan korban akan mengalami perlakuan yang lebih buruk lagi jika tidak segera dipulangkan ke Indonesia.
“Kami berharap Kementerian Luar Negeri memulangkan seluruh korban perdagangan orang bermodus pengantin pesanan yang masih berada di China melalui upaya diplomatik. Apalagi dari berita-berita di media, Pemerintah China sudah memulangkan lebih dari 1.300 korban perdagangan orang,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto di Jakarta, Selasa (156/7/2019).
Kami berharap Kementerian Luar Negeri memulangkan seluruh korban perdagangan orang bermodus pengantin pesanan yang masih berada di China melalui upaya diplomatik
Pada Sabtu (13/7/2019) malam, dua perempuan berinisial IP (14) dan YM (28) dipulangkan ke Tanah Air oleh A, “agen” yang selama ini mengawasi mereka di China. Saat keduanya tiba di Bandar Udara Soekarno Hatta Tangerang, keduanya menyatakan seharusnya yang pulang berjumlah empat orang.
Dua bulan sebelumnya, empat perempuan asal Kalimantan Barat telah mengontak keluarganya untuk meminta tolong kepada SBMI agar membantu pemulangan mereka. “Kami khawatir keadaan mereka, kalau tidak segera dipulangkan,” ujar YM dan IP yang saat ini didampingi SBMI.
Karena itulah, Hariyanto berharap pemerintah melakukan upaya serius untuk pemulangan para korban perdagangan orang modus pengantin pesanan, baik secara administrasi maupun diplomasi seperti upaya yang dilakukan pemerintah selama ini dalam kasus perdagangan orang lainnya.
SBMI juga berharap pengakuan sejumlah korban perdagangan orang modus pengantin pesanan yang pulang ke Tanah Air maupun yang gagal berangkat seharusnya mendorong pemerintah terutama aparat penegak hukum untuk menindak dan memproses hukum para pelaku sesuai Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Penegakan hukum penting, untuk memberi efek jera bagi para pelaku sehingga jaringan pelaku berhenti mencari pengantin pesanan.
Harapan kepada DPR
Sementara itu, Hariyanto juga berharap terungkapkan berbagai kasus perdagangan orang modus pengantin pesanan akan mendapat perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kami mendesak DPR agar menggelar dengar pendapat soal perdagangan orang modus pengantin pesanan, dengan melibatkan berbagai pihak,” ujar Hariyanto.
Kami mendesak DPR agar menggelar dengar pendapat soal perdagangan orang modus pengantin pesanan, dengan melibatkan berbagai pihak
Sekjen DPN SBMI Bobi Anwar Ma’arif menambahkan hingga Juli 2019, SBMI telah menerima aduan kasus korban TPPO (Tindak Pidana Perdangangan Orang) bermodus pengantin pesanan ke negara China sebanyak 26 kasus.
Sebanyak 14 orang berasal dari Kalimantan Barat, 7 (tujuh) orang dari Jawa Barat, 2 (dua) orang dari Tangerang, 1 (satu) orang dari Jawa Timur, 1 (satu) orang dari Jawa Tengah, dan 1 (satu) orang dari DKI Jakarta. Dari kasus yang masuk ke SBMI, sebanyak 12 orang sudah berhasil dipulangkan ke Indonesia, 2 (dua) orang berhasil digagalkan berangkat. Selebihnya masih dalam proses penanganan.
“Korban bermodus pengantin pesanan memiliki latar belakang ekonomi yang kurang mampu, korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangannya, dan kesulitan dalam mengakses lapangan pekerjaan,” tambah Bobby.
Adapun IP dan YM ketika tiba di Jakarta, tidak berani langsung pulang ke kampung halaman karena khawatir keselamatan mereka terancam, setelah mereka menceritakan kisah yang mereka alami kepada media, termasuk bagaimana praktik perekrutan pengantin pesanan yang dilakukan oleh mak comblang.
Karena itu, didampingi SBMI, IP dan YM akan meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.