Jaringan Pertambangan Pasir Ilegal Libatkan Warga Setempat
›
Jaringan Pertambangan Pasir...
Iklan
Jaringan Pertambangan Pasir Ilegal Libatkan Warga Setempat
Aktivitas tambang pasir ilegal di wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus diberantas melalui tindakan hukum. Para pelaku membentuk jaringan yang melibatkan warga setempat. Aktivitas ini dinilai merusak lingkungan dan memperparah risiko bencana alam.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aktivitas tambang pasir ilegal di wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus diberantas melalui tindakan hukum. Para pelaku membentuk sebuah jaringan yang melibatkan warga setempat. Aktivitas ini dinilai merusak lingkungan dan memperparah risiko bencana alam.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Komisaris Besar Yuliyanto, Rabu (17/7/2019), menyampaikan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY menangkap 10 tersangka pertambangan pasir ilegal di Kulon Progo. Mereka beroperasi di sepanjang Sungai Progo, di Kecamatan Sentolo.
Direktur Ditreskrimsus Polda DIY Komisaris Besar Yoyon Tony Saputra mengungkapkan, dari pengakuan para tersangka, mereka sudah beroperasi 2-3 bulan sebelum ditangkap. Rentang usia mereka berkisar 31-51 tahun.
Para tersangka ditangkap karena tidak mengantongi satu pun izin operasional pertambangan. Mulai dari izin usaha pertambangan, izin usaha pertambangan eksplorasi, hingga izin pertambangan rakyat.
”Pelaku (tersangka) tidak bekerja sendiri. Ada yang berperan sebagai penyandang dana. Mulai dari menguasai lokasi yang dijadikan lahan pertambangan hingga biaya operasionalnya. Ada yang sekadar mengoperasikan alat-alat pertambangan,” papar Yoyon.
Para tersangka menggunakan alat bermesin diesel untuk menyedot pasir. Terdapat enam mesin penyedot dengan kekuatan 24 PK yang disita aparat kepolisian. Mereka juga menggunakan peralatan tradisional, seperti serok, untuk memasukkan pasir yang sudah disedot ke bak truk.
TM (51), salah satu tersangka, mengaku, dalam 3 jam, mereka bisa memenuhi bak truk berukuran sedang. ”Kami biasanya mulai menyedot pasir sewaktu siang hari,” katanya.
Pasir yang ditambang tidak langsung dijual, tetapi ditampung di suatu tempat. Mereka akan menjual pasir sesuai pesanan. Pasir dijual di wilayah DIY dan sekitarnya.
Yoyon mengungkapkan, pertambangan ilegal itu berakibat pada kerusakan lingkungan. Tanpa izin jelas, tidak akan diketahui seberapa besar volume pasir yang dikeruk dari lokasi pertambangan. Jika lingkungan sudah rusak, pihak yang menerima dampaknya adalah masyarakat di sekitar lokasi tambang. Walau begitu, sebagian tersangka yang tertangkap dalam kasus tersebut ternyata warga di sekitar lokasi pertambangan itu.
”Seharusnya warga menolak (aktivitas pertambangan pasir ilegal). Karena, kalau nanti terjadi bencana alam, warga juga yang merasakan. Penindakan terhadap kasus serupa harus terus dilakukan untuk mencegah kerusakan yang semakin parah,” kata Yoyon.
Adapun ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp 10 miliar.
Para tersangka diduga melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Adapun ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp 10 miliar.
”Ancaman (hukuman) sebenarnya sudah cukup berat. Namun, masih saja pelaku-pelaku ini melakukannya. Kenapa ini dikenai sanksi berat? Supaya masyarakat lokal ataupun pendatang tidak melakukan penambangan ilegal,” kata Yoyon.