Sejumlah indikator wisata DKI Jakarta dari penelitian yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta belum memuaskan. Salah satunya, sektor wisata Jakarta belum cukup kuat untuk mengundang wisatawan kembali lagi.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah indikator wisata DKI Jakarta dari penelitian yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta belum memuaskan. Salah satunya, sektor wisata Jakarta belum cukup kuat untuk mengundang wisatawan kembali lagi. Padahal, potensi wisata Jakarta sebenarnya cukup besar.
Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta M Cahyaningtyas mengatakan, dari hasil penelitian yang digelar 2018, peluang wisatawan mancanegara untuk kembali berkunjung ke Jakarta 0,63. Namun, apabila kondisi wisata Jakarta baik, potensi mereka kembali 0,97.
”Angka itu hanya cukup saja, tidak memuaskan. Padahal, potensinya sangat besar,” kata Cahyaningtyas seusai memaparkan hasil penelitian itu di Yogyakarta, Selasa (16/7/2019).
Angka itu hanya cukup saja, tidak memuaskan. Padahal, potensinya sangat besar.
Sementara untuk peluang wisatawan Nusantara kembali ke Jakarta justru lebih rendah, yaitu 0,56 dan yang memastikan tak akan kembali sebesar 0,12. Keinginan untuk merekomendasikan Jakarta sebagai tempat wisata pun hampir setara dengan keinginan mereka untuk kembali.
Dua destinasi wisata andalan Jakarta adalah Kota Tua dan Kepulauan Seribu. Namun, saat ini, masalah utama yang mengurangi minat adalah belum optimalnya aksesibilitas dan aktivitas yang menunjang. Aksesibilitas adalah kemudahan transportasi yang saling terkoneksi untuk mencapai destinasi-destinasi wisata tersebut. Adapun aktivitas penunjang adalah kegiatan wisata yang menarik dan bisa dilakukan di sana.
Menurut penelitian BI DKI Jakarta, faktor yang paling berpengaruh meningkatkan peluang kembali untuk wisatawan Nusantara adalah aksesibilitas. Adapun untuk wisatawan mancanegara adalah aktivitas. Peluang mereka kembali apabila dua faktor itu terpenuhi mencapai 1,86 hingga 3,67 kali lipat.
Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi BI DKI Jakarta Djoko Raharto mengatakan, penyelenggaraan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) di Jakarta merupakan faktor potensial untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta. Potensi ini bisa menjadi landasan awal untuk menarik wisatawan.
Dengan infrastruktur yang lengkap, Jakarta setidaknya memiliki empat lokasi untuk menggelar MICE dengan kapasitas besar. Keempatnya adalah Jakarta Convention Center seluas 15.615 meter persegi dengan kapasitas 16.650 orang, Grand Sahid Jaya seluas 5.380 meter persegi berkapasitas 6.580 orang, Jakarta International Expo seluas 35.487 meter persegi berkapasitas 67.000 orang, dan Bidakara dengan luas 2.800 meter persegi berkapasitas hingga 4.440 orang.
Namun, kurangnya insentif atau daya tarik yang ditawarkan menjadikan peringkat kota Jakarta masih rendah di antara kota-kota penyelenggara MICE lain di dunia. Sebut saja Bangkok dan Dubai.
Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo mengatakan, porsi kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta sebesar 53 persen bertujuan wisata bisnis dan sisanya 47 persen bertujuan wisata leisure.
Faktor yang mendorong potensi wisata MICE adalah Jakarta merupakan wilayah pusat bisnis dan pemerintahan. Artinya, terdapat potensi besar pelaksanaan kegiatan-kegiatan di sektor tersebut.
Cahyaningtyas mengatakan, Jakarta perlu memacu penyelenggaraan kegiatan yang menarik bagi wisatawan dan digelar betul-betul dengan standar internasional. Sebenarnya Jakarta sudah mempunyai acara-acara tersebut, yaitu Java Jazz, Festival Kuliner, Jakarta Fashion Week, dan Jakarta Marathon. Daya tarik acara itu bagi wisatawan mancanegara masih perlu ditingkatkan.
Kota Tua
Kepala UPK Kota Tua DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo mengatakan, guna meningkatkan daya tarik, revitalisasi kawasan diperluas ke empat subkawasan, yaitu Kali Besar, Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa. Lima tahun ini, targetnya Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa lebih dikenal, baik secara nasional dan internasional.
”Selama ini, citra kawasan Kota Tua hanya Taman Fatahillah, tetapi sebenarnya ada empat subkawasan yang akan menambah daya tarik,” katanya.
Selama ini, citra kawasan Kota Tua hanya Taman Fatahillah, tetapi sebenarnya ada 4 subkawasan yang akan menambah daya tarik.
Dari sekitar 9,5 juta pengunjung Kota Tua pada tahun 2018, wisatawan Nusantara masih mendominasi dengan jumlah 9,44 juta orang. Target meningkatkan kunjungan idealnya lebih menarik wisatawan mancanegara karena sektor ini yang akan mendatangkan devisa.
Menurut Novriadi, salah satu tantangan pengembangan Kota Tua adalah aksesibilitas. Pihaknya masih membutuhkan transportasi yang menghubungkan Taman Fatahillah dengan Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa. Untuk itu, perlu ada kajian karena perlu dipilih moda transportasi yang cocok. Hal ini terkait kapasitas dan beban maksimal jalan yang menghubungkan destinasi-destinasi itu.
Masalah lain yang banyak dikeluhkan warga dan pengunjung adalah perlunya penataan pedagang kaki lima di Kota Tua. Penataan diperlukan sehingga keberadaan para pedagang menjadi pendukung wisata di sana, bukan menjadi gangguan.