Potensi Kebakaran Masih Tinggi, Kewaspadaan Mesti Ditingkatkan
›
Potensi Kebakaran Masih...
Iklan
Potensi Kebakaran Masih Tinggi, Kewaspadaan Mesti Ditingkatkan
Hampir seluruh daerah rawan bencana kebakaran lahan dan hutan di 16 provinsi Indonesia, berhasil mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan pada semester pertama 2019. Namun, tantangan besar masih menghadang di depan mata. Potensi kebakaran masih tinggi karena musim kemarau tahun ini lebih kering ketimbang tahun lalu.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS - Hampir seluruh daerah rawan bencana kebakaran lahan dan hutan di 16 provinsi Indonesia, berhasil mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan pada semester pertama 2019. Namun, tantangan besar masih menghadang di depan mata. Potensi kebakaran masih tinggi karena musim kemarau tahun ini lebih kering ketimbang tahun lalu.
Demikian hasil Rapat Koordinasi Evaluasi dan Antisipasi Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan Semester I 2019 di Pekanbaru, Kamis (18/7/2019). Rapat dipimpin Deputi IV Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Carlos B Tewu dan dihadiri antara lain Gubernur Jambi Fachrori Umar, Kepala Polda Riau Inspektur Jenderal Widodo Eko P, dan Kepala Staf Kodam Iskandar Muda Aceh Brigadir Jenderal Daniel Chardin.
Selain itu, ada juga komandan Korem yang menjadi komandan satgas karhutla di beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Hadir juga serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah dari 15 provinsi.
Laporan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyebutkan, mulai Juli ini, Sumatera bagian tengah ke selatan, seluruh Jawa, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi dan selatan Papua akan mengalami kekeringan. Pada semester kedua 2019, wilayah itu bakal terdampak el nino. Meski lemah, fenomena itu memicu kemarau lebih kering dibandingkan setahun lalu.
“Kami meminta agar daerah yang sudah mampu mencegah dan mengatasi kebakaran pada semester pertama ini agar mempertahankan kondisinya. Jangan sampai kita kembali mengalami bencana asap. Kalau ada daerah yang merasa perlu meningkatkan status siaga darurat silakan dilakukan segera. Lebih baik cepat mencegah daripada menanggulangi kebakaran,” kata Carlos.
Gubernur Jambi Fachrori Umar mengatakan, belum perlu meningkatkan status kebakaran lahan dan hutan ke tingkat siaga bencana. Pada semester pertama 2018, Jambi mampu mencegah kebakaran dengan berbagai program terpadu.
“Kami belum akan meningkatkan status siaga bencana. Pada semester pertama 2019, hanya satu daerah di Jambi yang mengalami kebakaran. Itupun sangat kecil,” ujar Fachrori.
Kepala BPBD Riau Edwar Sanger mengatakan, Riau sudah menetapkan siaga karhutla sejak 19 Februari sampai 31 Oktober 2019. Pada paruh kedua 2019, Riau harus lebih bersiap lagi, karena musim kemarau sudah tiba sejak awal Juli.
Di beberapa daerah Riau, hujan bahkan sudah tidak turun sejak 20 hari lalu. Riau sangat rawan terbakar karena memiliki lahan gambut seluas 4 juta hektar, atau yang terluas di Indonesia.
“Kami siap menghadapi karhutla. Tujuh dari 12 daerah kabupaten dan kota di Riau sudah menetapkan status siaga. Saat ini enam helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah siaga di Riau untuk memadamkan api. Sebanyak 1.500 personel tim gabungan juga disiapkan untuk ditempatkan di desa-desa rawan kebakaran,” kata Edwar.
Kepala BPBD Sumatera Selatan Iriansyah mengatakan, pada semester pertama 2019, daerahnya relatif aman. Namun, pada Juli 2019, sudah terdapat 92 titik panas yang terpantau satelit.
“Kami juga sudah mendapat bantuan tenaga dari TNI dan Polri sebanyak 1.500 personel. Namun, dari 321 desa rawan kebakaran, kami baru dapat menempatkan personel di 90 desa. Kami meminta bantuan hujan buatan, karena masih ada potensi awan hujan. Kepada BRG (Badan Restorasi Gambut) kami berharap agar menambah luas areal yang direstorasi,” kata Iriansyah.
Sampai saat ini, baru lima provinsi yang menetapkan status siaga darurat kebakaran lahan dan hutan. Daerah itu adalah Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah
Permana dari Bidang Kedaruratan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan, sampai saat ini, baru lima provinsi yang menetapkan status siaga darurat kebakaran lahan dan hutan. Daerah itu adalah Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Riau yang menjadi perhatian khusus sudah mendapat dukungan enam helikopter. Adapun Sumatera Selatan mendapat lima helikopter. Kalimantan Barat empat helikopter, yang dua diantaranya direposisi dari Sumatera Selatan.
“Helikopter dari Rusia sudah tiba di Tanjung Pandan. Kalau semua urusan administrasi selesai, hari ini helikopter akan tiba di Kalsel untuk membantu water bombing disana,” kata Permana.
Pada saat ini, Kalimantan Barat sedang mengalami kebakaran lahan dan hutan yang cukup besar sehingga menimbulkan kabut asap. Menurut Komandan Korem Danrem 121/Alambhana Wanawai Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Trisnohadi, penyebab kebakaran lebih disebabkan tradisi warga membuka lahan dengan menggunakan api di daerah itu.
“Pola pikir masyarakat belum banyak berubah. Namun, kami tetap bekerja keras mengatasi kebakaran. Pada tanggal 23 Juli ini, kami mendapat tambahan tenaga dari BNPB sebanyak 1.500 pasukan dari TNI dan Polri. Tenaga ini akan kami manfaatkan untuk mengatasi dan mencegah kebakaran,” kata Trisnohadi.
Selain permasalahan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, persoalan lain yang cukup menjadi perhatian adalah permintaan kompensasi kesehatan bagi personel pemadam kebakaran yang berjibaku memadamkan api di lapangan. Beberapa daerah meminta pemerintah menyediakan asuransi kesehatan buat petugas lapangan yang rawan terkena penyakit paru-paru dan saluran pernafasan.