Antara Malioboro dan Kota Tua
Kota Tua di Jakarta mempunyai banyak kesamaan dengan Malioboro di Yogyakarta. Baik dari sejarahnya yang panjang, kawasan wisata warisan budaya itu juga punya tantangan serupa. Keduanya terus-menerus ditantang untuk melakukan penataan transportasi dan pedagang kaki lima.
Senin (15/7/2019) hingga Rabu (17/7/2019), Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta menggelar acara diskusi wisata di Yogyakarta. Acara itu menjadi ajang saling berbagi untuk penataan kedua kawasan tersebut.
Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta menerapkan pendekatan budaya untuk mulai menata pedagang kaki lima (PKL) dan kepadatan lalu lintas. Setiap Selasa Wage, Malioboro ”diliburkan” dari kendaraan bermotor dan PKL yang jumlahnya ribuan. Sepanjang hari itu, di Malioboro hanya dilakukan kegiatan bersih-bersih. Cara ini juga membuat PKL belajar mengambil jeda dari putaran ekonominya.
”Ke depannya, kami berencana melakukan penataan PKL sehingga membuat Malioboro lebih nyaman. Namun, pendekatannya tak bisa frontal. Setiap 35 hari sekali dulu dicoba,” kata Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DI Yogyakarta Aris Prasena.
Ke depannya, kami berencana melakukan penataan PKL sehingga membuat Malioboro lebih nyaman. Namun, pendekatannya tak bisa frontal. Setiap 35 hari sekali dulu dicoba.
Pendekatan budaya itu rupanya berhasil. Setiap Selasa Wage, Malioboro beristirahat dari kepadatan. Selasa Wage hingga Selasa Wage berikutnya merupakan masa selapan atau sebulan dalam kalender Jawa. Masa selapan mempunyai makna khusus bagi kultur Jawa. Sebut saja, sebagian orang Jawa melakukan selamatan kelahiran bayi setelah usia selapan atau disebut selapanan.
Baca juga: Wisata Jakarta Belum Cukup Mengundang
Namun, kata Aris, langkah ini bukan berarti akan meniadakan Malioboro dari PKL. Sebab, Malioboro tanpa PKL, Malioboro bukanlah Malioboro. Rencana ke depan hanya memindahkan PKL makanan basah ke tempat lain sehingga mengurangi sumber sampah yang dapat membusuk di sana. Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan tempat calon relokasi, yaitu gedung bekas Bioskop Indra.
Selain itu, sejumlah kantong-kantong parkir pun telah mulai disiapkan di sekitar Malioboro. Di antaranya kantong parkir Abubakar Ali dan kantong parkir bertingkat tak jauh dari sana. Rencananya akan ada delapan kantong parkir dengan kapasitas 3.164 kendaraan pada 2024.
Seperti terlihat Rabu (17/7/2019), kawasan Malioboro padat oleh PKL hingga memakan badan trotoar. Selain itu, kemacetan juga terjadi saat musim puncak turis seperti akhir pekan atau masa libur. Pejalan kaki pun menjadi tak nyaman karena kepadatan itu.
Aris mengatakan, revitalisasi Malioboro berorientasi mengembalikan filosofi dari Tugu Pal Putih dan Malioboro. Secara filosofi, Malioboro merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Pal Putih, Keraton, Panggung Krapyak, hingga laut selatan.
Dengan mengembalikan makna filosofis itu, orang tidak hanya datang untuk makan dan menikmati fasad Malioboro, tetapi juga bisa mengalami nilai filosofi tersebut. ”Hal yang jadi tantangan kami adalah bagaimana menyampaikan makna itu kepada pengunjung,” kata Aris.
Di Jakarta, kawasan Kota Tua pun terus berbenah untuk menguatkan citra sebagai destinasi wisata andalan Jakarta. Masalahnya pun sama, kepadatan lalu lintas dan PKL.
Kepala Bidang Perekonomian Bappeda DKI Jakarta Hindradman memaparkan, setelah penataan Kali Besar, saat ini penataan yang dilakukan adalah mengatur alur pejalan kaki. Pintu masuk dan pintu keluar Kota Tua dipisahkan sehingga alur manusia lebih tertata. Sejumlah acara juga digelar untuk lebih menarik pengunjung seperti weekend@kotatua, Festival Kuliner Jadoel, dan Festival Tempo Dulu.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menganggarkan pembelian gedung tua di sana sehingga terlindungi dari kehancuran maupun perubahan bentuk. Dari 141 bangunan cagar budaya di sana, sejauh ini baru sedikit gedung dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat sebagian besar gedung rentan perubahan bentuk dan nilai historisnya.
Kepala UPK Kota Tua DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo mengatakan, revitalisasi kawasan diperluas ke empat subkawasan, yaitu Kali Besar, Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa. Lima tahun ini, Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa ditargetkan lebih dikenal, baik di tingkat nasional maupun internasional.
”Selama ini citra kawasan Kota Tua hanya Taman Fatahillah, tetapi sebenarnya ada empat subkawasan yang akan menambah daya tarik,” kata Norviadi.
Selama ini citra kawasan Kota Tua hanya Taman Fatahillah, tetapi sebenarnya ada empat subkawasan yang akan menambah daya tarik.
Dari sekitar 9,5 juta pengunjung Kota Tua pada 2018 masih didominasi wisatawan Nusantara yang mencapai 9,44 juta. Target meningkatkan kunjungan idealnya lebih menarik wisatawan mancanegara karena sektor ini yang akan mendatangkan devisa.
Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta Djoko Raharto mengatakan, potensi wisata Kota Tua sangat besar. Bank Indonesia DKI Jakarta pun tertarik untuk mengembangkan wisata di sana, salah satunya dengan menggelar festival kopi Nusantara yang menurut rencana digelar tahun ini. Menurut Djoko, wisata menjadi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan Jakarta di tengah masih lesunya ekonomi global.
”Ekonomi Jakarta sangat penting karena bobot kontribusinya sangat dominan dalam perekonomian nasional,” ujar Djoko.
Ekonomi Jakarta sangat penting karena bobot kontribusinya sangat dominan dalam perekonomian nasional.
Dalam paparan rencana pengembangan Kota Tua, baik Novriadi maupun Hindradman tak menyebutkan rencana penertiban PKL secara jangka panjang. Padahal, keberadaan PKL dinilai menjadi faktor terpenting untuk ditata dalam mendongkrak wisata Kota Tua.
Saat Yogyakarta mencoba dengan pendekatan budaya, Jakarta idealnya juga bisa mencari pendekatan yang juga tak menimbulkan perlawanan frontal.