Festival Pesona Bunaken 2019 diakhiri dengan pementasan seni budaya serta makan bersama di Pulau Bunaken, Manado, Sulawesi Utara. Berbeda dari 200 turis China yang dijanjikan, penonton festival ini adalah para peserta pameran usaha mikro, kecil, dan menengah.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BUNAKEN, KOMPAS – Festival Pesona Bunaken 2019 yang berlangsung sejak Rabu (17/7/2019) berakhir dengan pementasan seni budaya serta makan bersama di Pulau Bunaken, Manado, Sulawesi Utara. Pengunjung selama festival berlangsung didominasi wisatawan lokal, karena turis dari China yang dijanjikan hadir, ternyata batal.
Seluruh pendukung festival terutama yang menjadi peserta pameran UMKM binaan Dinas Koperasi, Dinas Pariwisata dan Dinas Perdagangan beberapa perwakilan daerah. Seluruhnya mereka diberangkatkan ke Pulau Bunaken dari Pelabuhan Marina Manado pada Jumat pagi. Pementasan seni di Bunaken berlangsung hingga siang hari sekitar pukul 15.00 Wita.
Berbagai kesenian dipertontonkan di panggung, seperti tarik suara masemper yang dibawakan kelompok dari Pulau Manadotua, musik bambu dan klarinet dari Bunaken, tari kabasaran dari Bitung, tari bogani dari Bolaang Mongondow Selatan, tari somahe kai kehage dari Kabupaten Talaud, dan sebagainya. Hampir semua pertunjukan ini telah dipertontonkan pada parade di hari pembukaan festival, Rabu lalu.
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajemen Calender of Events Esthy Reko Astuti mengatakan, Festival Pesona Bunaken telah tiga kali masuk Calender of Wonderful Events yang disusun Kementerian Pariwisata. Pencapaian ini lebih banyak dibandingkan festival lain seperti Festival Pulau Lembeh di Kota Bitung yang baru sekali.
Acara ini bisa mengekspos budaya lokal secara kreatif, memberikan dampak ekonomi untuk masyarakat, dan dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat lewat media. Event ini harus terus dilaksanakan sesuai jadwal. Kemenpar akan membantu dengan promosi media dan pendampingan teknis
Menurut Esthy, Festival Pesona Bunaken punya standar 5C yang ditetapkan oleh Kemenpar. Kelima nilai itu meliputi culture (budaya), communications (komunikasi), commercial value (nilai komersial), CEO commitment (komitmen pelaksana kebijakan), dan consistency (konsistensi).
“Acara ini bisa mengekspos budaya lokal secara kreatif, memberikan dampak ekonomi untuk masyarakat, dan dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat lewat media. Event ini harus terus dilaksanakan sesuai jadwal. Kemenpar akan membantu dengan promosi media dan pendampingan teknis,” kata Esthy.
Esthy juga mengkritik perubahan tanggal pelaksanaan festival yang sebelumnya dijadwalkan 26-29 Juli menjadi 17-20 Juli. Materi acara juga menjadi perhatiannya. “Kekuatan Bunaken adalah bahari, tapi hanya ada dua kegiatan bahari di festival ini (bakar ikan dan snorkeling bersama wisatawan mancanegara,” katanya.
Kegiatan selama festival memang tidak sesuai dengan agenda yang sudah ditetapkan panitia. Salah satunya kehadiran sekelompok koki yang membuat berbagai jenis masakan dari ikan tuna dan hamburger untuk dinikmati masyarakat yang hadir di Bunaken. Kelemahan lain tidak ada wisatawan mancanegara yang didatangkan khusus untuk mengikuti acara sehingga agenda snorkeling .dengan wisman tak terlaksana.
Harga tiket mahal
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw mengatakan, hambatan utama mengadakan festival ini adalah harga tiket yang sangat mahal. Tidak semua organisasi perangkat daerah dari luar Sulut yang diundang ke festival mau datang. “Dulu pulang- pergi hanya Rp 1,5 juta, sekarang sudah bisa sampai Rp 6 juta,” katanya.
Karenanya, ia memperkirakan terjadi penurunan kedatangan sekitar 30 persen dari bulan sebelumnya. Data terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, sebanyak 9.755 wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulut pada Mei 2019, meningkat dari 9.405 pada Mei 2018. Turis China mendominasi dengan total 8.626 orang (Kompas, 4 Mei 2019).
Meski demikian, Steven menilai, Festival ini tetap membawa dampak positif bagi masyarakat. Dengan dana Rp 200 juta dari APBD dan Rp 500 juta dari Kemenpar, masyarakat mendapatkan keuntungan, salah satunya dengan penyediaan makanan. Selain koki-koki yang diberdayakan, panitia juga menyiapkan nasi kotak dan menu prasmanan untuk semua turis yang diundang.
Hanya undangan
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Sulut Daniel Mewengkang menyatakan telah bekerja sama dengan dua agen perjalanan, yaitu MM Travel dan Pesona Bahari Indonesia untu mendatangkan 200 turis China. Namun, festival hanya diikuti peserta dari berbagai kabupaten, kota, dan provinsi seperti Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur, Dinas Pariwisata DKI Jakarta, dan sebagainya.
Abang Jakarta 2018 Kevin Septiago (23) mengatakan, ia hadir karena difasilitasi Dinas Pariwisata DKI Jakarta untuk turut mempromosikan pariwisata ibu kota di Manado. Meski begitu, ia tidak diwajibkan mempromosikan pariwisata Sulut ketika kembali ke Jakarta. “Setidaknya, saya akan promosi secara tidak langsung dari story Instagram dan cerita ke teman-teman,” katanya.
Kebetulan hadir
Ada pula beberapa turis yang kebetulan mengikuti acara itu pun tertarik untuk menonton pertunjukan, seperti Gerhard (60) dan Susanne Rock (55) dari Austria. “Kami baru tiga hari di Bunaken, dan kami tidak tahu ada festival ini. Meskipun begitu, kami sangat tertarik dengan pertunjukan seni masyarakat lokal,” kata Susanne.
Steven Kandouw mewajarkan promosi Festival Pesona Bunaken yang tidak begitu besar dibandingkan, misalnya, Manado Fiesta. “Dana Manado Fiesta sampai Rp 12 miliar, sedangkan kita hanya Rp 500 juta.,” kata Steven kepada Kompas.
Baik Esthy maupun Steven sepakat, festival seperti ini harus ditambah. Saat ini, Provinsi Sulut hanya memiliki 14 acara sepanjang tahun, jauh dibandingkan Kabupaten Banyuwangi yang memiliki 124 acara. “Idealnya, setiap minggu harus ada satu. Jadi, setidaknya ada 52 event. Potensi Sulut akan terus kita ekspos,” kata Steven.