Untuk menjaga kontinuitas pasokan buah jeruk agar tersedia sepanjang tahun, Kementerian Pertanian berencana memperluas teknologi Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun. Sejauh ini, teknologi yang sudah dikembangkan sejak tahun 2018 itu baru diterapkan di beberapa daerah, seperti Malang Raya dan Banyuwangi di Jawa Timur.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Untuk menjaga kontinuitas pasokan buah jeruk agar bisa tersedia sepanjang tahun, Kementerian Pertanian berencana memperluas teknologi Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun. Sejauh ini, teknologi yang sudah dikembangkan sejak tahun 2018 itu baru diterapkan di beberapa daerah, seperti Malang Raya dan Banyuwangi di Jawa Timur.
Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujangseta) adalah teknologi untuk membuahkan jeruk secara berjenjang. Caranya, antara lain dilakukan dengan manajemen kanopi, manajemen nutrisi, serta manajemen pengendalian hama dan penyakit. Dengan teknologi ini, tanaman jeruk bisa menghasilkan buah 5-7 kali setahun.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Fadjry Djufry mengatakan, sistem pertanian secara konvensional yang ada selama ini hanya mampu memenuhi ketersediaan jeruk selama dua bulan di pasaran, yakni saat panen raya tiba, yakni Juni-Juli. Setelah itu, jeruk di pasaran kosong.
Meski produksinya besar, kalau panennya hanya dua bulan, tidak akan mencukupi permintaan di bulan-bulan lain. Ini juga terjadi pada buah-buahan lain.
Produksi jeruk di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun. Angka ini di atas kebutuhan nasional yang masih di bawah 2,2 juta ton setahun. ”Meski produksinya besar, kalau panennya hanya dua bulan, tidak akan mencukupi permintaan di bulan-bulan lain. Ini juga terjadi pada buah-buahan lain,” ujarnya.
Fadjry mengatakan hal itu pada kegiatan Bincang Asyik Pertanian Indonesia dengan tema ”Teknologi Bujangseta dalam Meningkatkan Produksi Jeruk Indonesia” di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), di Batu, Jawa Timur, Jumat (19/7/2019).
Daerah yang disasar
Beberapa daerah yang akan disasar untuk pengenalan Bujangseta, menurut Fadjry, adalah Medan, Sumatera Utara, yang memiliki komoditas jeruk siam medan; Kalimantan Barat (siam sambas); dan Sulawesi Selatan (siam luwu). Selama ini daerah itu masih menggunakan teknologi pertanian konvensional sehingga produktivitasnya bervariasi, 30-40 kilogram (kg) per pohon setiap tahun.
”Kalau dengan Bujangseta bisa mencapai 50-80 kg per pohon setiap tahun. Ini menguntungkan petani karena produksinya meningkat. Apalagi selama ini kalau panen raya harga jeruk selalu anjlok. Sementara dengan Bujangseta petani bisa atur kapan tanaman berproduksi. Kalau jeruk di luar negeri sedang kosong, bisa langsung diekspor,” katanya.
Peneliti Balitjestro, Sutopo, memaparkan perlakuan utama dalam Bujangseta adalah manajemen air dan pupuk. Karena dua unsur tersebut yang memicu tanaman jeruk bisa berbunga. Selain itu, juga menjaga keseimbangan pertumbuhan generatif dan vegetatif melalui pemangkasan dahan. ”Yang tidak kalah penting adalah manajemen hama,” katanya.
Pelaku usaha sekaligus Ketua Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia M Maulud mengatakan, selama ini yang dibutuhkan pelaku usaha (buyer) adalah ketersediaan jeruk selain kualitas dan kuantitas. Dan sejauh ini, kontinuitas jeruk masih menjadi kendala. Ia mencontohkan jeruk hasil petani di Jawa hanya bertahan dua bulan.
Yang tidak kalah penting adalah manajemen hama.
”Setelah habis kita mendapatkan pasokan dari luar Jawa. Itu pun harganya naik karena ada ongkos transportasi yang harus ditanggung. Kalau di luar Jawa sudah tidak ada, mau tidak mau pakai jeruk dari luar negeri. Biasanya sebelum Februari. Jeruk impor sengaja dimasukkan karena di sini tidak ada,” katanya.