JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menyebutkan sebanyak 2.600 hektar lahan garam di Nusa Tenggara Timur siap dioperasikan mulai tahun ini untuk menopang target swasembada garam industri. Tahun 2020, produksi garam industri dari lahan itu diperkirakan mencapai 800.000 ton.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, mengemukakan, persoalan sengketa 3.720 hektar (ha) lahan di Kupang, Nusa Tenggara Timur dinyatakan sudah tuntas. Sebanyak 60 persen dari lahan itu atau 2.234, 4 ha akan diperuntukkan bagi investasi perusahaan untuk lahan garam industri, selebihnya 40 persen dibagikan ke masyarakat.
“Pembagian lahan di Kupang ke investor akan diatur oleh gubernur. Tetapi, harus diberikan ke perusahaan dengan skala ekonomi yang cukup. Kami harapkan perusahaan saling bersinergi sehingga terjadi efisiensi,” katanya, seusai Rapat Koordinasi Garam, di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Data dari Kementerian Koordinator Kemaritiman, potensi perluasan lahan garam di Indonesia seluas 40.000 ha. Saat ini, 10.000 ha lahan dalam proses pembebasan dan sebagian mulai digarap, antara lain, di Teluk Kupang seluas 2.600 ha dari total 3.720 ha. Selain itu, terdapat pula 400 ha lahan yang dikelola PT Garam di Bipolo, NTT. Ekstensifikasi lahan juga direncanakan di Nagekeo, NTT, seluas 777 ha, 454 ha di antaranya oleh PT Cheetham Garam Indonesia.
Sofyan menambahkan, lahan garam di Nagekeo yang menuai sengketa terkait sewa lahan antara pemda selaku pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) dengan investor juga harus segera diselesaikan. Selama ini, lahan yang diberikan ke pemda itu dikerjasamakan dengan swasta dengan pungutan biaya sewa, namun menuai masalah. Pemerintah pusat telah meminta pemda untuk menyelesaikan persoalan lahan seluas 777 ha itu.
“Kalau persoalan (lahan) tidak diselesaikan dalam kurun 1 bulan mendatang, maka HPL akan kita cabut, dan lahan kami berikan ke investor untuk dikelola menjadi lahan garam industri,” kata Sofyan.
Dari lahan di Kupang dan Bipolo, pemerintah menargetkan produksi 800.000 ton garam kualitas industri.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, dari lahan di Kupang dan Bipolo, pemerintah menargetkan produksi 800.000 ton garam kualitas industri. Garam itu ditargetkan memiliki kadar Nacl 98 persen sehingga bisa diserap seluruhnya untuk kebutuhan garam industri. “Kami harapkan Indonesia tidak lagi impor garam industri pada tahun 2021,” katanya.
Presiden Direktur PT Cheetam Garam Indonesia Arthur Tanudjaja mengemukakan, sengketa lahan untuk garam industri di Nagekeo sudah hampir tuntas. Pihaknya siap mengelola 454 ha lahan di situ dalam dua tahap. Tahap I, lahan akan digarap seluas 240 ha untuk menghasilkan 28.000 ton tahun depan, dan pada tahap berikutnya total produksi bisa mencapai 50.000 ha.