JAKARTA, KOMPAS – Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia sebanyak 25 basis poin membuat Indeks Harga Saham Gabungan kembali mencatatkan hasil positif. Namun, penguatan IHSG dinilai hanya bersifat sementara karena pasar masih dihantui perang dagang Amerika Serikat dan China.
IHSG ditutup di level 6.456 pada Jumat (19/7/2019) atau menguat sebanyak 53 poin sejak pembukaan. IHSG terus menunjukkan catatan positif sejak penurunan suku bunga acuan BI pada Kamis.
Direktur Investa Sadar Mandiri Hans Kwee mengatakan, penurunan suku bunga acuan memang memberikan pengaruh positif pada IHSG. Terbukti sentimen negatif yang terjadi sejak awal pekan mampu teratasi setelah penurunan suku bunga acuan. “Pengaruhnya positif, market yang tadinya merah jadi hijau,” ucapnya Jumat (19/7/2019), kepada Kompas.
Meski begitu, Hans menilai kenaikan hanya berlangsung beberapa hari dan tidak akan terlalu tinggi. Sebab, pasar masih berpotensi terganggu oleh memanasnya perang dagang AS dan China.
“Saya pikir tidak akan ke mana-mana (IHSG) karena faktor perang dagang. Tetapi setidaknya penurunan suku bunga bisa menahan agar tidak negatif selama sepekan ini,” pungkas Hans.
Perang dagang semakin memanas setelah pernyataan Presiden AS Donald Trump pada Selasa. Trump mengatakan AS bisa saja menambah bea masuk bagi produk impor asal China hingga 325 miliar dollar AS.
Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai kenaikan IHSG sangat wajar. Hal itu merupakan reaksi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan.
“Market sudah ekspektasi bahwa suku bunga acuan akan turun. Jadi hal ini memenuhi ekspektasi market. Karena itu sentimennya cukup positif,” jelas Lana.
Dosen di Universitas Indonesia itu menambahkan, sentimen positif hanya akan berlangsung hingga Senin depan. Ketidakjelasan pasar akan kembali berlanjut pada pekan depan akibat tarik ulur kesepakatan dalam perang dagang.
Di sisi lain, menurut Lana, penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 5,75 persen masih belum cukup. BI masih perlu melakukan penurunan suku bunga paling tidak empat kali lagi untuk menstimulus ekonomi perekonomian.
“BI kan sebelumnya terhitung sudah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tujuh kali. Untuk itu masih perlu setidaknya empat kali lagi untuk stimulus perekonomian. Tidak harus tahun ini semua penurunannya,” sebut Lana.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan IHSG akan semakin kokoh. Dia melihat IHSG bisa menyentuh level 6.480 – 6.500.
Ketidakjelasan pasar akan kembali berlanjut pada pekan depan akibat tarik ulur kesepakatan dalam perang dagang
“Hal ini karena adanya sentimen peralihan dana dari instrumen berbasis bunga seperti deposito ke investasi secara langsung. Karena ketika suku bunga turun, imbal hasil tidak menarik lagi,” kata Bhima.
Terkait memanasnya perang dagang, Bhima menilai hal itu bisa diimbangi dengan penurunan suku bunga The Fed. Adapun The Fed memberi sinyal akan menurunkan suku bunga secara agresif di paruh kedua 2019.
Transformasi emiten
Sebelumnya, dalam acara penghargaan CSA Award 2019 pada Kamis, Hendy Fakhruddin, Capital Market dan Good corporate governance (GCG) Specialist, memaparkan tantangan emiten menghadapi era 4.0.
Menurut Hendy di era sekarang, perusahaan tidak lagi cukup dengan manajemen yang baik. Hasil perusahaan seperti laba dan rugi sudah tidak menjadi standar lagi.
“Era ke depan adalah mengutamakan ketahanan bisnis. Caranya dengan menerapkan goverment risk compliance (GRC). Bagaimana integritas menjadi hal utama di dalam perusahaan,” kata Hendy.
Hendy mencontohkan, audit keuangan sudah tidak bisa lagi menggambarkan perusahaan. “Akuntansi tidak bisa menggambarkan sepenuhnya dinamika perusahaan,” tambahnya.