Dentuman Mereda, Gunung Bromo Alami Tremor Menerus
›
Dentuman Mereda, Gunung Bromo ...
Iklan
Dentuman Mereda, Gunung Bromo Alami Tremor Menerus
Aktivitas vulkanik Gunung Bromo di Jawa Timur terus dipantau ketat, Sabtu (20/7/2019). Suara dentumannya mereda dan kini Bromo mengalami tremor menerus. Radius 1 kilometer dari kawah tetap terlarang bagi aktivitas manusia.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Bromo di Jawa Timur terus dipantau ketat, Sabtu (20/7/2019). Suara dentumannya mereda dan kini Bromo mengalami tremor menerus. Radius 1 kilometer dari kawah tetap terlarang bagi aktivitas manusia.
Gunung Bromo erupsi pada Jumat (19/7/2019) pukul 16.37. Hingga tengah malam, Bromo terus mengeluarkan suara gemuruh dan dentuman. Tercatat 5 kali letusan dan 3 kali gempa vulkanik dangkal dengan amplitudo 4-35 milimeter dan durasi 15-23 detik.
Setelah terhalang kabut, Sabtu pagi, tubuh Bromo bisa dilihat lebih jelas. Asap putih bertekanan lemah terpantau keluar dari kawah. Ketinggian asap mencapai 300 meter di atas puncak kawah. Sementara berdasarkan catatan kegempaan, terekam tremor menerus dengan amplitudo 0,5 mm-1 mm, dominan 1 mm.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan, belakangan ini hampir setiap tahun Bromo meletus. Dia memastikan PVMBG melakukan pemantauan 24 jam dengan metode seismik dan deformasi agar bisa menyampaikan peringatan dini kepada masyarakat.
”Masyarakat diharap tetap waspada dan mengikuti rekomendasi batas aman,” kata Hendra.
Masyarakat diharap tetap waspada dan mengikuti rekomendasi batas aman.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Probolinggo Anggit Hermanuadi mengatakan, di wilayah Probolinggo belum dilaporkan ada paparan abu vulkanik. ”Belum ada laporan desa terpapar abu vulkanik Bromo. Bisa jadi karena tiupan angin cukup lemah mengarah ke selatan, barat laut, dan barat daya,” kata Anggit.
Meski kondisi Gunung Bromo tampak mulai mereda, kemungkinan terjadinya erupsi mendadak bisa saja terjadi. Pada 8 Juni 2004 pukul 15.26, Bromo meletus tiba-tiba dengan letusan freatik tanpa didahului kemunculan gempa vulkanik A. Saat itu, Bromo melontarkan material vulkanik dengan ketinggian 3.000 meter dari bibir kawah. Letusan tiba-tiba itu menyebabkan 2 wisatawan tewas dan 5 orang luka-luka.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, letusan Bromo berkarakter efusif dan eksplosif. Letusan atau peningkatan kegiatan vulkanik gunung api Bromo mulai tercatat sejak tahun 1804.
Setiap meletus, Bromo menyemburkan abu, pasir, dan kadang bongkahan lava dan bom vulkanik. Periode erupsi Bromo dapat berlangsung pendek, beberapa hari, hingga sebulan. Interval erupsi Gunung Bromo tidak menentu, yaitu masa istirahat terpendek kurang dari setahun dan terpanjang 16 tahun.
Tercatat pula, Pegunungan Tengger mempunyai sejarah gunung api panjang, dimulai dari 1,4 juta tahun lalu. Para ahli gunung api menamakan pegunungan ini dengan kompleks Bromo-Tengger, terdiri atas beberapa tubuh gunung api dengan pusat erupsi utamanya membentuk busur.
Pada masa pertumbuhannya, kegiatan eksplosif dan efusif telah membentuk Kerucut Nongkojajar sekitar 1,4 juta tahun lalu, Kerucut Ngadisari (822.000 tahun lalu), Kerucut Tengger Tua (265.000 tahun lalu), Kerucut Keciri (tidak diketahui umurnya), dan Kerucut Cemoro Lawang (144.000 tahun lalu).
Pada suatu kejadian eksplosif besar, kerucut-kerucut tersebut sebagian hancur dan terbentuklah empat kaldera, yaitu Kaldera Nongkojajar, Kaldera Ngadisari, Kaldera Keciri, dan Kaldera Lautan Pasir (sesuai urutan tertua ke muda). Kerucut Bromo merupakan satu-satunya pusat kegiatan post-kaldera Lautan Pasir yang masih menunjukkan aktivitas vulkanik sampai sekarang. Beberapa kerucut lain dalam kaldera Lautan Pasir sudah tidak aktif lagi.