Wakaf Tidak Hanya Tanah, Bisa Berupa Uang
Banyak orang hanya tahu wakaf adalah suatu pemberian berupa benda tak bergerak, seperti tanah untuk kuburan atau berupa bangunan masjid. Bahkan, sebagian besar warga masyarakat tidak bisa membedakan antara wakaf, infak, dan sedekah (sodoqah).
Padahal, sejak tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai mencanangkan gerakan wakaf uang. Namun, wakaf uang sampai sekarang belum berkembang. Sampai dengan Maret 2018, wakaf uang yang terkumpul hanya sekitar Rp 199 milyar.
Padahal, di negeri tetangga, Singapura, wakaf uang sudah mulai digalakkan sejak 1 Juli 2005. Pekerja dengan gaji 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 14 juta, mewakafkan 1 dollar AS dan terbesar sampai dengan 7 dollar AS per bulan. Dari 175.000 pegawai negeri Muslim di Singapura, wakaf tunai ini setahun mencapai 6 juta dollar AS atau Rp 83,6 miliar. Badan wakaf Singapura sudah membangun 22 masjid dan sarana ibadah senilai 130 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,8 triliun.
Wakaf uang merujuk pada cash deposits di lembaga keuangan seperti bank, tempat wakaf uang diinvestasikan pada aktivitas bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Keuntungan dari hasil investasi tersebut digunakan untuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial keagamaan.
Baca juga: Potensi Wakaf Belum Dikelola Maksimal
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr Iman Teguh Santoso MM menjelaskan, wakaf tidak hanya seputar menyumbangkan tanah untuk dijadikan kuburan atau yang lainnya. Wakaf bisa berupa uang yang akan dimanfaatkan untuk membangun sekolah, panti asuhan, dan lainnya.
Barang dinamis
Di Indonesia, tanah yang diwakafkan mencapai luar 4,1 miliar meter persegi terbagi dalam 435.395 persil. Namun, yang sudah bersertifikat 288.429 persil, dan sisanya belum. Dari sisi pemanfaatannya 74 persen berupa rumah ibadah, 13 persen berupa pesantren, dan 5 persen berupa kuburan. Sisanya, belum jelas pemanfaatannya.
“Selain tanah, wakaf juga bisa berupa barang dinamis atau pun temporer. Jika ada warga yang mau mewakafkan uangnya, bisa juga suatu saat uang itu diambil kembali,” kata Iman.
Iman mencontohkan, bisa saja orang mau mewakafkan uang sebesar Rp 5 juta tetapi hanya 5 tahun. “Setelah itu uangnya bisa diambil lagi. Itu pun dibolehkan,” kata Iman.
Belum wakaf berupa saham, yang merupakan pengembangan dari wakaf uang (cash waqf) yang diinvestasikan dalam saham syariah dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dari wakaf uang tersebut. Wakaf juga bisa berupa obligasi Sukuk saat pemerintah menyiapkan instrumen pembiayaan berbasis wakaf tunai.
Singkatnya, seseorang bisa berwakaf dalam bentuk benda tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian dari bangunan yang berdiri di atas hak atas tanah. Bahkan, tanaman dan benda lain seperti rumah susun, yang terkait dengan tanah.
Selain itu, wakaf juga meliputi benda bergerak, namun syaratnya benda yang tidak bisa habis dikonsumsi seperti: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, atau benda lain sejenisnya.
Baca juga: Potensi Besar Wakaf Asuransi Hanya Menunggu Waktu
Berbeda dengan sedekah atau zakat, kata Iman, harta atau dana wakaf itu harus dikelola oleh nadzir, lembaga atau perseorangan yang berhak mengelola dari masyarakat umum sesuai tujuan wakaf tersebut. “Perkembangan wakaf sudah sejauh ini, tetapi belum banyak masyarakat yang tahu akan cara dan manfaat wakaf,” katanya.
Perkembangan wakaf sudah sejauh ini, tetapi belum banyak masyarakat yang tahu akan cara dan manfaat wakaf.
BWI, kata Iman, terus menggelar literasi wakaf dengan masuk ke lembaga pendidikan baik perguruan tinggi, atau sekolah menengah. BWI bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam mengembangkan dan implementasi keilmuan wakaf melalui program studi pascasarjana Magister Wakaf di Universitas Darussalam Gontor (UNIDA).
“Ini satu-satunya program magister wakaf di dunia. Tidak hanya itu Gontor sendiri sudah menjadi pelaku wakaf,” kata Imam.
Tidak harus kaya
Selain itu, BWI juga mulai menyosialisasikan saham wakaf produktif ke beberapa Bank BUMN yang memiliki unit syariah dengan syarat dan sistem yang mudah. Bahkan, BWI pun ingin membantu start up berbasis wakaf selain program wakaf investasi mahasiswa Indonesia ungkapnya.
Mahasiswa jadi sasaran, karena wakaf bisa dilakukan oleh siapa pun, tidak harus kaya. Dengan uang Rp 10.000 seseorang bisa mulai berwakaf, bahkan Koperasi pun bisa berwakaf mulai dengan uang Rp 20.000.
Zakat bersifat wajib dari segi jumlah dan waktunya ditentukan, begitu pula penerimanya. Mereka yang berhak menerima diprioritaskan pada warga yang belum memenuhi kebutuhan dasarnya.
Baca juga: Dompet Digital Perluas Potensi Zakat, Infak, dan Sedekah
Infak dan sedekah memang lebih fleksibel dibandingkan zakat, baik dari segi waktu, penerima maupun jumlahnya. Tetapi, harta yang bisa disedekahkan atau diinfakkan masih dibatasi. Penerimanya pun masih dalam koridor kebutuhan dasar.
Sedangkan qakaf bersifat berkelanjutan (sustainable) dan lebih berorientasi jangka panjang. Tidak ada batasan harta yang boleh diwakafkan, dan bersifat penyempurna (tahsiniyyat). Artinya, nadzir wakaf wajib mengupayakan keberlanjutan dan berorientasi jangka panjang, bukan lagi terkait kebutuhan dasar.