Riana (21 tahun), seorang pekerja sektor informal di Jakarta, ”kebanjiran” penawaran investasi melalui SMS di ponselnya. Semua menjanjikan keuntungan sebesar 20 persen-50 persen dalam tujuh hari. Penawaran itu disertai kaitan situs dan nomor telepon untuk dihubungi.
Apa benar menguntungkan, nih? Riana sempat tergoda untuk menjajal tawaran investasi itu setelah membaca besarnya keuntungan yang dijanjikan. Namun, peringatan dari temannya untuk berhati-hati terhadap penawaran itu membuat ia mengurungkan niat.
Riana tidak sendiri. Kebanyakan dari kita pernah disuguhi tawaran investasi serupa, baik melalui SMS, surat elektronik (e-mail), atau iklan pop-up saat browsing atau membuka aplikasi di ponsel. Kemudahan teknologi informasi menghilangkan jarak dan batasan antar-pengirim dan pemberi informasi.
Penawaran produk tidak hanya melalui tatap muka, tetapi juga menyeruak ke ruang pribadi, yaitu nomor telepon, surat elektronik, dan aplikasi yang kita gunakan. Bahkan, apa yang kita unduh atau kita jelajahi di dunia maya pun terekam. Jika kita sering membaca informasi mengenai investasi atau belanja barang tertentu, iklan produk tersebut akan sering muncul di layar ponsel kita.
Pelajari tawaran
Jika Anda mendapat penawaran investasi dengan janji keuntungan tinggi, berhati-hatilah. Pelajari terlebih dahulu penawaran investasi yang ada sebelum mengeluarkan dana agar tidak terjebak investasi bodong.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total kerugian akibat investasi bodong mencapai Rp 88,8 triliun selama periode 2008 sampai dengan 2018. Jumlah yang sangat fantastis itu belum termasuk kerugian akibat produk teknologi finansial (tekfin) peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman daring yang ilegal ataupun bursa mata uang virtual (cryptocurrency) ilegal. Tentu kita masih ingat empat kasus investasi bodong yang menelan korban dan kerugian dalam jumlah besar dalam kurun 10 tahun terakhir.
Pertama, Pandawa Group yang menelan korban 549.000 orang dan menyebabkan kerugian Rp 3,8 triliun. Kedua, empat travel umrah dengan 164.757 korban dan kerugian Rp 3,04 triliun. Ketiga, kasus PT Cakra Buana Sukses Indonesia yang menipu 170.000 korban dan menyebabkan kerugian Rp 1,6 triliun. Keempat, kasus Dream Freedom dengan 700.000 korban dengan kerugian Rp 3,5 triliun.
Sementara terkait tekfin daring P2P ilegal, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) telah menghentikan 947 entitas yang tidak berizin sejak 2018 hingga April 2019.
Satgas Waspada Investasi juga menghentikan 73 kegiatan usaha tanpa izin. Sejumlah 64 usaha di antaranya merupakan trading forex (perdagangan mata uang asing), selebihnya investasi uang, multilevel marketing, investasi perkebunan dan investasi cryptocurrency yang diduga tanpa izin dan berpotensi merugikan masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan Satgas Waspada Investasi dan OJK untuk mencegah jatuhnya korban lebih lanjut. Peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama peran untuk tidak menjadi peserta investasi bodong dan segera melaporkan jika ada penawaran investasi yang tidak masuk akal.
Penyebab marak
Ada empat penyebab mengapa investasi bodong masih marak terjadi di Indonesia.
Pertama, sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergiur iming-iming imbal hasil besar dalam waktu cepat. Karakter ingin cepat kaya ini tidak terkait dengan tingkat pendidikan seseorang. Banyak korban juga berasal dari kalangan berpendidikan.
Kedua, tingkat literasi atau pemahaman masyarakat tentang keuangan masih relatif rendah sehingga perlu ditingkatkan. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK 2016 menunjukkan, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru sebesar 29,7 persen. Masyarakat perlu memahami cara pengelolaan keuangan yang tepat dan risiko investasi. Tidak ada investasi yang memberikan keuntungan tinggi, seperti 1 persen per hari.
Ketiga, penawaran investasi bodong kerap menggunakan tokoh masyarakat, seperti tokoh agama dan selebritas, dalam memasarkan produk sehingga dapat mengelabui masyarakat.
Keempat, dengan perkembangan teknologi, para pelaku leluasa menawarkan produk investasi ilegal menggunakan teknologi informasi digital, seperti media sosial, aplikasi, situs web, atau SMS. Kemudahan membuat laman digital mengakibatkan penutupan akun belum berjalan efektif.
Cara mengenali modus
OJK mengenalkan cara membedakan penawaran investasi benar atau bodong, yaitu dengan cara ”2L” atau kepanjangan dari legal dan logis. Legal berarti masyarakat harus memastikan status legalitas izin perusahaan atau produk investasi tersebut benar diakui oleh lembaga yang berwenang.
Meskipun iklan penawaran investasi mencantumkan foto tokoh masyarakat, selebritas, bahkan logo lembaga negara, pastikan kembali dengan menghubungi call center lembaga yang berwenang, apakah betul perusahaan dan produk telah memperoleh izin. Banyak penipuan yang mencatut foto tokoh masyarakat atau logo lembaga negara untuk menjerat korbannya.
Khusus untuk tekfin P2P lending, pastikan perusahaan terdaftar atau berizin di OJK dengan menelepon ke Kontak OJK 157 atau cek di situs www.ojk.go.id.
Berikutnya, logis, yaitu penawaran investasi masuk akal atau wajar. Sebagai perbandingan, rata-rata bunga deposito bank saat ini adalah 7 persen setahun. Apabila ada perusahaan atau pihak yang berani menawarkan bunga 1 persen per hari atau 5 persen per bulan, masyarakat perlu waspada.
Demikian juga dengan penawaran pinjaman daring. Jangan tergiur dengan penawaran pinjaman daring ilegal yang menjanjikan pinjaman cepat cair tanpa syarat atau meminta uang muka.
Selalu teliti lebih dahulu sebelum merogoh kocek Anda. Ingatkan juga keluarga dan teman untuk berhati-hati terhadap penawaran investasi yang menjanjikan untung besar. Lebih baik mencegah daripada terjerat investasi bodong.
Lydia Nurjanah dari Otoritas Jasa Keuangan